You are on page 1of 16

1.

PENDAHULUAN :
a.Pengenalan secara umum tentang penyakit :
ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler
alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat
timbul sebagai komplikasi pada berbagai penyakit interna dan bedah. Harus dibedakan
antara ARDS dengan acute lung injury (ALI) yaitu suatu bentuk ARDS yang lebih ringan.
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru (misalnya
pada gagal jantung kiri), tapi edema paru pada ARDS timbul akibat peningkatan
permeabilitas kapiler alveolar.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik (osmotik) dan
hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang pada gagal jantung
menyebabkan edema paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang
menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom
nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik sehingga terjadi edema paru.
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan
interstisial antara kapiler dan alveoli.
Pada ARDS dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang
berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan
beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai
toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin.
Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan
hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak
mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin.
Karakteristik edema paru pada ARDS/ALI adalah tidak adanya peningkatan tekanan
pulmonal (hipertensi pulmonal). Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan Swan-Ganz
cathether. Tekanan baji paru menggambarkan tekanan atrium kiri dan pada ARDS < 18
mmHg. ARDS/ALI merupakan suatu respons terhadap berbagai macam injuri atau
penyakit yang mengenai paru-paru baik itu secara langsung atau tidak langsung. Berbagai
keadaan dan penyakit dasar yang dapat menyebabkan timbulnya ARDS/ALI yaitu:
Langsung antara lain: Aspirasi asam lambung, Tenggelam, Kontusio paru, Pnemonia berat,
Emboli lemak, Emboli cairan amnion, Inhalasi bahan kimia dan Keracunan oksigen.
Sedangkan Tidak langsung, terdiri dari Sepsis, Trauma berat, Syok hipovolemik, Transfusi
darah berulang, Luka bakar, Pankreatitis, Koagulasi intravaskular diseminata dan
Anafilaksis. Sekitar 12-48 jam setelah penyebab atau faktor pencetus timbul, mula-mula
pasien terlihat sesak (takipnea) dan takikardia. Analisis gas darah (AGD) memperlihatkan
hipoksemia berat yang kurang respons dengan terapi oksigen Foto toraks memperlihatkan
gambaran infiltrat bilateral yang difus tanpa disertai oleh gejala edema paru kardiogenik. b.
Fenomena penyakit yang ada : Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas
pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan
hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara
Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan
perawatan ICU yang lama. Berdasarkan angka kejadian gagal nafas dilihat dari catatan
medik RS Sanglah Denpasar yang sebagai salah satu pusat pelayanan kesehatan, angka
kejadian gagal nafas tiga tahun terakhir, didapatkan data sebagai berikut : tahun 2003,
jumlah penderita yang dirawat sebanyak 167 orang, yang terdiri dari 104 orang laki-laki
(63.2 %), dan 63 orang perempuan (36.8 %), dengan jumlah kematian 23 orang (13.7 %).
Tahun 2004 jumlah penderita yang dirawat sebanyak 80 orang, yang terdiri dari 57 orang
laki-laki (71.25 %) dan 23 orang perempuan (28.75 %), dengan jumlah kematian sebanyak
6 orang (7.5 %), tahun 2005 jumlah penderita yang dirawat sebanyak 113 orang yang
terdiri dari 77 orang laki-laki (68.2 %) dan 36 orang perempuan (31.8 %), dengan jumlah
kematian sebanyak 10 orang (8.9 %). Berdasarkan angka kejadian tersebut, jumlah orang
menderita gagal nafas berfluktuasi dan korban yang meninggal cukup banyak ( rata – rata :
10.1 % ).
2. Pengertian penyakit :
a. Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan
pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T,
1997)
b. Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
c. Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut ) merupakan
ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel –sel tubuh.sehingga
tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih
besar.
3 ETIOLOGI PENYAKIT :

1. Depresi Sistem saraf pusat


Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor
pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan
yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut
dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi
lain yang menyababkan gagal nafas.

- Tanda dan Gejala :


A. Tanda
Gagal nafas total
• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan gargling (sumbatan akibat dari cairan), snoring (
mendengkur ) , Growing(sumbatan napas dengan lidah jatuh ke belakang) dan wheezing
(mengi) .
• Ada retraksi dada
B. Gejala
• Hiperkapnia yaitu peningkatan PCO2 (penurunan kesadaran)
• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

Klasifikasi :
• Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
• Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk
secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

4. PATOFISIOLOGI :
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang
timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke
gagal nafas akut.
5.MANIFESTASI KLINIS :
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1.Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4.Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6.Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

6.KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
- Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
- Defek difusi sedang
- Hipoksemia selama latihan
- Toksisitas oksigen
- Sepsis
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
a. Frekuensi pernafasan per menit
b. Volume tidal
c. Ventilasi semenit
d. Kapasitas vital paksa
e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f. Daya inspirasi maksimum
g. Rasio ruang mati/volume tidal
h. PaCO2, mmHg
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50
mmHg, dan pH < 7,35. 5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2 6.
Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan 7. Hitung darah
lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk menentukan
penyebab utama dari kondisi pasien. 8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang
mendasarinya. 9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, disritmia. b. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah : 1. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2.
Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi 3.Hiperkapnia ( pe ↑
PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi 4. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
5.Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

c Pemeriksaan Rontgent Dada :


1.Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
2.Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

d Tes Fungsi paru :


1.Pe ↓ komplain paru dan volume paru
2. Pirau kanan-kiri meningkat

8. PENATALAKSANAAN :
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
Brokodilator
Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.

10. PENGKAJIAN :
- Pengkajian Primer
1. Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
- Pemeriksaan fisik
1. Mata
a.Konjungtiva pucat (karena anemia)
b.Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c.Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a.Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b.Sianosis secara umum (hipoksemia)
c.Penurunan turgor (dehidrasi)
d.Edema
e.Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b.Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a.Membrane mukosa sianosis
b.Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
a.Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher
a.Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea, atau
obstruksi jalan pernafasan)
b.Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c.Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran /rongga
pernafasan)
a.Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
b.Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural friction)
a.Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a.Pernafasan normal (eupnea)
b.Pernafasan cepat (tacypnea)
c.Pernafasan lambat (bradypnea)

11. DIAGNOSA :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan
sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksemia.
5. Nyeri berhubungan dengan metabolisme anaerob
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme anaerob

12. INTERVENSI KEPERAWATAN :


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
(Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam
bernafas)
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
(Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus)
- Catat karakteristik dari suara nafas
(Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga
karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas)
- Catat karakteristik dari batuk
(Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan
nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent)
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
(Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten)
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila
ada indikasi
(Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan
infeksi paru)
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
(Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum)
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
(Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen)
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
(Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret)
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada
indikasi
(Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot
pernafasan)
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
(Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan
meningkatkan ventilasi)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan


cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Tindakan :
Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
(Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas)
- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan
wheezing
(Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas)
- Kaji adanya cyanosis
(Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul.
Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.)
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
(Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium)
- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
(Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen)
Kolaboratif
- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
(Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai)
- Berikan pencegahan IPPB
(Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi)
- Review X-ray dada
(Memperlihatkan kongesti paru yang progresif)
- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant
(Untuk mencegah kondisi lebih buruk pada gagal nafas)

3. Pola nafas tidak efektif Berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan
sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan
yang efektif
Kriteria hasil : pasien menunjukkan :
a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit)
b. Adanya penurunan dispneu
Tindakan :
Independen
- Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
(Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas)
- Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam.
(Mengetahui keadaan umum pasien)
- Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau
kecendurungan penurunan PaO2
(Mengetahui kecenderungan gagal nafas)
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam. Catat ada tidaknya suara
nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
(Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas)
- Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan
- Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama
batuk
- Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
Kolaboratif
- Monitor pemberian trakeostomi bila PaCO2 50 mmHg atau PaO2 < 60 mmHg - Berikan
bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan
frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau
pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk
diatasi.
(Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai)
- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant
(Untuk mencegah kondisi lebih buruk pada gagal nafas)

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi
jaringan.
Kriteria Hasil :
- TTV normal (T : 36,5-37,50 C, RR : 16-20 x/menit, PR : 60-90 x/menit, TD : 120/80)
Tindakan :
- Kaji tingkat kesadaran
- Kaji penurunan perfusi jaringan
- Kaji status hemodinamik
- Kaji irama EKG
- Kaji sistem gastrointestinal
5. Nyeri berhubungan dengan metabolisme anaerob.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan nyeri pasien berkurang atau hilang

Kriteria hasil :
Pasien tampak rileks,skala nyeri 0-1,mampu tidur atau istirahat dengan baik

Tindakan :
Tentukan karakteristik nyeri,tajam,konstan atau ditusuk.selidiki perubahan
karakter,lokasi,intensitas nyeri.( Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada
pneumonia)

Pantau tanda vital.( perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan pasien


mengalami nyeri,khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat)

Berikan tindakan nyaman misalnya pijatan punggung,perubahan posisi,musik tenang


atau perbincangan,relaksasi atau latihan nafas( tindakan non analgesi diberika dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik)

Tawarkan pembersihan mulut dengan sering ( pernafasan mulut dan terapi oksigen
dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa.)

6.Intoleransi aktivitas berhubungan metabolisme anaerob


Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan pasien mampu melaksanakan aktivitas
dalam batas toleransi.
Kriteria hasil :
- Melaporkan atau menunjukan peningkatan intoleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea,kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang
normal.
Tindakan :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.catat laporan dispnea,peningkatan kelemahan
atau kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas ( menetapkan
kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi)
berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.dorong
penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat ( menurunkan stres dan ransangan
berlebihan,meningkatkan istirahat)
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.( tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik,menghemat energi untuk penyembuhan)
bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.( pasien mungkin nyaman
dengan kepala tinggi,tidur dikursi atau menunduk kedepan meja atau bantal)
bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.( meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen)

You might also like