Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The acceptance of corporation as the subject of criminal act brings problem to criminal law policy in corporation
criminal act responsibility. There are 2 principle problems in this study : (1) How is the current criminal law
policy in corporation criminal act responsibility? (2) How is criminal law policy upon the corporation criminal act
responsibility in ius constituendum perspective? The method used in this research is normative law method with
legislation, comparative and law concept analysis approaches. The result of the research : (1) Criminal code has
not regulated corporation as the subject of criminal act that is accountable for criminal law, but it is still partial
but inconsistent, (2) Criminal Code Bill 2014-2015 has clearly and completely regulated corporation as subject of
criminal act and accountable for criminal law and accept unconditional criminal responsibility as well as
substitute criminal responsibility, although with the exception to solve difficult problem in order to prove mistakes
were made by corporation.
yang sistematis dan mendalam baru dimulai pada awal 2) Sistem pidana yang dianut, khususnya pidana
tahun itu. Sementara itu dikalangan kriminologi, studi hilang kemerdekaan yang hanya dapat dijatuhkan
kritis terhadap peranan korporasi sudah dimulai sejak kepada manusia dan tidak mungkin kepada badan
tahun 1939, melalui suatu pidato bersejarah Edwin H hukum;
Suterland di depan “The American Sociological 3) Menurut azas-azas hukum pidana indonesia,
Association”. Ia mengemukakan konsep “White Collar bahwa badan hukum tidak dapat mewujudkan
Crime” (WCC) yang didefenisikan sebagai “ a crime delik karena hukum pidana Indonesia dbentuk
committed by a person of respectability and high berdasarkan kesalahan individual; dan
social status in the course of his accuption1”.
4) Tidak ada prosedur khusus dalam hukum acara
Penelitian Suterland yang menggunakan catatan- pidana untuk korporasi.
catatan jawatan-jawatan pengaturan (regulatory
agencies), pengadilan-pengadilan dan komisi-komisi,
menemukan bahwa 70 korporasi industri dan Tidak ada prosedur khusus dalam hukum acara
perdagangan yang di telitinya masing-masing setidak- pidana untuk korporasi. Beberapa perundang-
tidaknya melakukan satu pelanggaran hukum dan undangan di luar KUHP telah ada mengatur
memuat kebijakan-kebijakan yang melanggar hukum. pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak
Seperti periklanan yang menyesatkan (false pidana korporasi, akan tetapi masih bersifat parsial dan
advertising) penyalahgunaan paten (patent abuse), tidak konsisten sehingga sangat sulit penerapannya
pelanggaran persaingan dagang (wartime trade dalam praktik peradilan di Indonesia, misalnya
violation), penetapan harga (pricefitsing), penipuan Undang-undang Nomor 1 Darurat Tahun 1955 tentang
(fraud) dan penjarahan barang-barang cacat (sale of tindak pidana ekonomi.
faulti goods). Di satu sisi peranan korporasi
Memperhatikan kebijakan pertanggungjawaban
menggerakkan roda perekonomian disuatu negara
pidana terhadap korporasi dalam peraturan perundang-
bahkan melintasi batas-batas Negara, sedangkan pada
undangan di atas, kenyataannya banyak terjadi
sisi lainnya disadari atau tidak menimbulkan distorsi-
perkembangan kejahatan yang bukan lagi dilakukan
distorsi dan ketidakadilan bagi masyarakat. namun
oleh manusia alamiah (natuurlijk persoon) melainkan
hampir tidak dirasakan. Perhatian masyarakat
oleh badan hukum atau korporasi (recht persoon) yang
internasional terhadap kejahatan korporasi secara jelas
dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar di
nampak pula dari usaha dunia internasional untuk
pihak masyarakat terhadap aktivitas/perbuatan
menangkal prilaku negatif dari perusahaan-perusahaan
korporasi tersebut, maka sangat beralasan apabila
multi nasional (multi national enterprise). Usaha
perhatian khusus diarahkan untuk meningkatkan
tersebut merupakan hasil kerjasama internasional
pertanggungjawaban pidana korporasi dengan
dalam bentuk code conduct of transnasional
menggunakan hukum pidana, sebab bentuk-bentuk
corporation (UN, Ecosoe, 1997) yang antara lain
pelanggaran hukum yang dilakukan dalam aktivitas
mengatur : (1) Activities of transnasional corporation
korporasi yang termasuk public welfare offences telah
(TNC), (2) Treatment of TNC dan (3)
menjadi kualitas. Mengingat kemajuan yang terjadi
Intergovermental co-operation.2
dalam bidang ekonomi dan perdagangan, maka subjek
Di Indonesia kebijakan hukum pidana dalam hukum pidana tidak dapat dibatasi lagi hanya pada
pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi harus manusia alamiah (natural person) tetapi mencakup
dilihat melalui kitab Undang-Undang hukum pidana pula manusia hukum (juridicial person) yang lazim
(KUHP) dan peraturan perundang-undangan di luar disebut korporasi, karena tindak pidana tertentu dapat
KUHP. Kenyataannya bahwa pertanggungjawahan pula dilakukan oleh korporasi.
pidana terhadap tindak pidana korporasi sebagai
Dengan dianutnya paham bahwa korporasi adalah
subjek hukum tidak diatur dalam KUHP secara tegas,
subjek hukum, berarti korporasi sebagai bentuk badan
mengingat hukum pidana Nasional didesain untuk
usaha harus mempertanggungjawabkan sendiri semua
menghadapi prilaku individu manusia (natuurlijk
perbuatannya. Di samping itu, masih dimungkinkan
persoon). KUHP berdasarkan pada azasnya bahwa
pula pertanggungjawaban dipikul bersama oleh
hanya manusia yang dapat dituntut sebagai pembuat
korporasi dan pengurus atau hanya pengurusnya saja.
atau pelaku (dader) yang dipertanggungjawabkan dari
Tujuan penelitian ini selain untuk mendeskripsikan
suatu delik, baik yang berupa kejahatan maupun
dan menganalisis secara mendalam mengenai
pelanggaran. Hal tersebut dapat dilihat melalui
kebijakan hukum pidana pada saat ini dalam
rumusan pasal-pasal dalam KUHP antara lain:
pertanggungjawaban tindak pidana korporasi, juga
1) Cara perumusan delik yang selalu dimulai dengan kebijakan hukum pidana dalam ius constituendum
kata ”barang siapa” yang secara umum serta relevansi penerimaan terhadap
dimaksudkan atau mengacu pada orang atau pertanggungjawaban tindak pidana korporasi di
manusia;
1. Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha dan Tindak Pidana Korporasi, Chalia Indonesia, Jakarta, hlm.20
2. Muladi, 1995, Korban Kejahatan Korporasi, Bahan Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, Fakultas Hukum UNDIP, 3-15
Desember, hlm.6
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 02
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 03
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
4) UU No. 12 DRT tahun 1951 tentang senjata api a) Perpu No. 1 2002 jo UU No. 2 Tahun 2002).
dan bahan peledak (Pasal 4); Hanya pengurus sebagai pelaku dan penguruslah
5) UU No. 7 DRT tahun 1955 tentang pengusutan, yang bertanggungjawab (Pasal 169, 398, 399
penuntutan, dan peradilan tindak Pidana ekonomi KUHP);
(Pasal 15); b) Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana,
6) UU No. 22 tahun 1957 jo UU No. 26 tahun 1957 tetapi pertanggungjawaban pidananya
tentang penyelesaian perburuhan (Pasal 27); dibebankan kepada pengurus (Pasal 19 UU No. 1
Tahun 1951, Pasal 30 UU No. 2 Tahun 1951,
7) UU No. 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga Pasal 7 UU No. 3 Tahun 1951, Pasal 4 UU No.
asing (Pasal 13); 12 Drt Tahun 1951, Pasal 27 UU 22 Tahun 1957,
8) UU No. 38 tahun 1960 tentang penetapan luas Pasal 13 UU No. 3 Tahun 1958, Pasal 24 UU No.
tanah tanaman tertentu (Pasal 4); 5 Tahun 1954, Pasal 34 UU No. 7 Tahun 1981,
Pasal 35 UU No. 3 Tahun 1982, dan Pasal 15 UU
9) UU No. 32 tahun 1964 tentang peraturan
No. 4 Tahun 1984);
lalulintas devisa (Pasal 25);
c) Korporasi secara tegas diakui dapat menjadi
10) UU No. 2 tahun 1981 tentang metrologi legal
pelaku tindak pidana dan dapat dapat
(Pasal 34);
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana
11) UU No. 7 tahun 1981 tentang wajib lapor (Pasal 15 UU No. 7 Drt Tahun 1955, Pasal 25
ketenagakerjaan di perusahaan (Pasal 11); UU No. 32 Tahun 1964, Pasal 45 UU No. 23
12) UU No. 3 tahun 1982 tentang wajib daftar Tahun 1997, Pasal 70 UU No. 5 Tahun 1999, UU
perusahaan (Pasal 35); No. 8 Tahun 1999, Pasal 20 ayat (1) UU No. 31
Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2002, UU No.
13) UU No. 14 tahun 1984 tentang wabah penyekit 36 Tahun 1999, UU No. 15 Tahun 2002,
menular (Pasal 15);
Meskipun peraturan perundang-undangan di luar
14) UU No. 7 tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 KUHP telah menerima korporasi sebagai subjek
tentang Perbankan (Pasal 46); hukum pidana, namun hapir tidak ada yurisprudensi
15) UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan tentang hal itu. Permaslahannya menurut penulis
lingkungan hidup (Pasal 45, 46); terletak pada adanya ketidak jelasan perumusan dalam
16) UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotrofika (Pasal perundang-undangan mengenai beberapa hal
70); diantaranya sebagai berikut:
17) UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika (Pasal 1) Ketidakjelasan perumusan mengenai kapan suatu
80); korporasi dinyatakan sebagai pelaku dan kapan
suatu tindak pidana telah dilakukan atas nama
18) UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik suatu korporasi. Hal tersebut harus dirumuskan
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Pasal secara eksplisit, sebab jika subjek hukum yang
1); disebut hanya berupa badan hukum tanpa
19) UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan spesifikasi atau identitas yang jelas, maka
konsumen (Pasal 61); kesulitan menentukan siapa pembuatnya akan
selalu timbul ketidakjelasan;
20) UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001
tentang pembrantasan tindak pidana koropsi 2) Ketidakjelasan perumusan mengenai perbuatan
(Pasal 20); yang akan dipertanggungjawabkan melalui
perumusan korporasi sebagai subjek tindak
21) UU No. 36 tahun 1999 telekomunikasi (Pasal pidana. Misalnya: rumusan Pasal 15 ayat (2)
15); UUTE yang menyebutkan: “suatu tindak pidana
22) UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana ekonomi dilakukan juga oleh atau atas nama
pencucian uang (Pasal 1, 4, 5); suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
23) Perpu No. 1 tahun 2002 jo UU No. 2 tahun 2002 perserikatan orang atas nama suatu yayasan, jika
jo UU No. 15 dan 16 tahun 2003 tentang tindak tindak pidana itu dilakukan oleh orang-orang
pidana terorisme (Pasal 1, 18). yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam
Dari beberapa ketentuan peraturan perundang- lingkungan badan hukum perseroan, perserikatan
undangan tersebut diatas, tampaknya ada keinginan atas nama yayasan itu, tidak perduli apakah orang
untuk menempatkan korporasi sebagai pelaku tindak -orang itu masing-masing berdiri sendiri
pidana, tetapi mengenai pertanggungjawabannya tidak melakukan tindak pidana ekonomi itu atau pada
jelas arah perkembangannya. Jika diklasifikasikan, mereka bersama ada anasir-anasir tindak pidana
maka akan tampak ada beberapa cara pembuat undang- tersebut”. Rumusan pasal tersebut dapat
undang dalam merumuskan kedudukan korporasi dipertanyakan bahwa perbuatan apa yang akan
sebagai pelaku dan pertangungjawabannya sebagai dikendalikan dengan pernyataan:”.....bertindak
berikut:
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 04
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
3. I Dewa Made Suartha, 2015, Hukum Pidana Korporasi, Persfektif Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Hukum Pidana Indonesia,
Setara Press, Malang, hlm.74-76.
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 05
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
terhadap orang, yaitu kategori lebih tinggi berikutnya. b) the offense consists of on ommission to discharge
Pidana denda paling banyak untuk korporasi adalah a spesipic duty of affirmative performence
yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana imposed on associations by law.
penjara paling lama 7 tahun sampai dengan 15 tahun 4) As used in this section:
adalah denda kategori V dan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama a) “corporation” does not include an entity
20 tahun adalah denda kategori VI. Sedangkan pidana organized as or by governmental agentcy for the
denda paling sedikit untuk korporasi adalah denda execution of a governmental program;
kategori IV (Pasal 75 ayat (4), (5), (6)). Pidana b) “agent” means any director, officer, servant,
tambahan yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi employee or other person authorizhed to act in
berupa pencabutan hak yang diperoleh korporasi behald ofthe corporation or association and, in
(Pasal 84 ayat (2)4 the case of an unincorporated association, a
Sejalan dengan apa yang telah dirumuskan dalam member of such association.
rancangan KUHP Tahun 2014-2015 tentang c) “high managerial agent” means an officer of a
pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai subjek corporation or an unincorporated association,
tindak pidana, sebagai bahan perbandingan dapat or, in the case of a partnership, a partner, or any
dilihat rumusan tentang pertanggungjawaban pidana other agent of a corporation or association
korporasi yang diatur dalam Model Penal Code 1985 having duties of such responsibility that his
Section sebagai berikut: conduct may fairly he assumed to represent the
1) A corporation may be convicted of the commision policy of the corporation or association.
of an offense if: 5) In any presecution of a corporation or an
a) the offense is a violation or the offense is defined unicorporated for the commission of an offense
by a statute other the Code in which a legislative include within the terms of Subsection (1)a) or
purpose to impose liability on corporation plainly Subsection (3)a) of this Section, other than an
appears and the conduct is performed by an offense for which absolute liability has been
agent of the corporation acting in behalf of the imposed, it shall be a defense if the defendant
corporation within the scope of his office or proves by apreponderance of evidence that the
emplolyment, except that if the law defining the high managerial agent having supervisory
offense designates the circumstances under which responsibility subject matter of the offence
it is accountable, such provisions shall apply; or employed due diligence to preven its commission.
This pragraph shall not apply if it is plainly
b) the offense consists of an commission to inconsistem with the legislative porpuse in
discharge a specific duty of affirmative defining the particular offense.
performence imposed on corporations by law; or
c) the commission of the offense was authorizhed, 6) (a) A person is legaly accountable for any
requested, commanded, performed or recklessly cunduct he performs or causes to be performent
tolerated by the board of directors or by a high in the name of the corporation or an
managerial agent acting in behalf of the unicorporated association or in its behalf to the
corperation within the scope of his office or same extent as if it performent in his own name
employment. behalf.
2) When absolute liability is imposed for the (b) Whenerver a duty to act is imposed by law
commssion of an affense, a legislative porpuse to upon a corporation or an unincorporated
impose liability on a corporation shall be assumed, association, any agent of the corporation
unless the contrary plainly appears. association having primary responsibility for the
discharge of the duty is legally accountable for a
3) An unincorporated association may be convicted of reckless ommission to perform the required act to
the commission of an offense if: the same extent as if the duty were imposed by
a) the offense is defined by a statute other than the law directly upon himself.
Code that expressly provides for the liability of
such an association and the conduct is performed (c) When a person is convicted of an offense by
by an agent of the scope of this offisce or reason of his legal accountability for the conduct
employment, except that if the law defining the of a corporation or an unincorporated
offense designates the agents for whose conduct association, he is subject to the sentence
the association is accountable or the authorizhed by law when a natural person as
circumstances which it is accountable, such convicted of an offense of the grade and the
provisions shall apply; or degree involved5
4. Ibid. hlm.77-79.
5. Barda Nawawi Arief (penyunting), 1999, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Bahan Bacaan Kapita Selekta Hukum Pidana), Program
S2 (Magister) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro, hlm.32.
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 06
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa terdapat pertanggungjawaban pidana juga dapat dikenakan
tiga keadaan yang membuat korporasi dapat kepada seseorang, meskipun orang tersebut tidak
dipertanggungjawabkan dalam proses pidana, yaitu: mempunyai kesalahan sama sekali.
1) Dasar pertanggungjawaban yang muncul sebagai Alasan utama untuk menerapakan
akibat perbuatan agen koperasi yang bertindak atas pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan itu adalah
nama koperasi dalam lingkup pekerjaannya; demi perlindungan masyarakat, karena untuk delik-
2) Pertanggungjawaban korporasi muncul apabila delik tertentu (seperti tindak pidana korporasi) sangat
tindak pidana tersebut mengandung unsur kelalaian sulit membuktikan adanya unsur kesalahan. Dalam hal
untuk melaksanakan kewajiban tertentu; dan ini ada tiga macam bentuk atau model sistem
pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan, yaitu: a)
3) Bentuk tindak pidana tersebut disahkan, pertanggungjawaban pidana mutlak, b)
dikehendaki, diperintahkan, dilaksanakan atau pertanggungjawaban pidana pengganti, dan c)
ditolerir oleh dewan direksi yang bertindak atas pertanggungjawaban korporasi.
nama perusahaan dalam lingkup pekerjaannya.
Ketentuan-ketentuan pertanggungjawaban mutlak 1) Pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability)
diasumsikan dapat diterapkan terhadap korporasi Pertanggungjawaban mutlak adalah
kecuali ditentukan lain, terdapat pula ketentuan pertanggungjawaban tanpa kesalahan, dimana pelaku
tentang pembelaan “due deligence” bagi korporasi sudah dapat dipidana apabila telah melakukan
berdasarkan bukti yang lebih kuat, sehingga agen perbuatan pidana sesuai yang dirumuskan dalam
manajerial tingkat tinggi yang memiliki tanggung undang-undang tanpa melihat sikap bathinnya. Asas
jawab pengawasan atas masalah pokok dari tindak ini diartikan dengan istilah liability without fault.
pidana yang dilakukan usaha untuk mencegah Unsur pokok dalam strict liability adalah perbuatan
terjadinya tindak pidana. Disamping itu, diatur pula (actus reus), sehingga yang harus dibuktikan hanya
bahwa seseorang bertanggung jawab secara actus reus, bukan mens rea. Curzon, L.B.,
individu atas perbuatan yang dilakukannya atas mengemukakan tiga alasan dianutnya strict liability,
nama korporasi sampaipada tingkat tertentu yang yakni:
sepertinya dilakukan atas namanya sendiri.
Demikian pula terhadap agen korporasi yang
memiliki tanggung jawab utama dalam a) Sangat esensial untuk menjamin dipatuhinya
pelaksanaan kewajiban korporasi lalu dalam peraturan penting tertentu yang diperlukan untuk
melaksanakan kewajiban tersebut, maka ia secara kesejahtraan masyarakat;
individu bertanggungjawab. Setelah mencermati b) Pembuktian adanya mens rea akan menjadi sulit
perkembangan sistem pertanggungjawaban pidana untuk pelanggaran yang berhubungan dengan
dan membandingkan dengan persfekti ius kesejahtraan masyarakat; dan
constituendum sebagaimana tertera dalam
c) Tingginya tingkat bahaya sosial yang
Rancangan KUHP Tahun 2014-2015 menurut
ditimbulkan oleh perbuatan yang bersangkutan.6
hemat penulis tampak dengan jelas kecenderungan
untuk memperbaharui sistem pertanggungjawaban 2) Pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious
pidana yang dianut oleh hukum pidana sekarang liability)
ini. Perkembangan tersebut dilatar belakangi oleh Pertanggungjawaban pidana pengganti adalah
perkembangan masyarakat yang sangat pesat baik pertanggungjawaban seseorang tanpa kesalahan
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,maupun pribadi, melainkan bertanggungjawab atas tindakan
di bidang ekonomi dan perdagangan. orang lain (a vicarious liability is one where in one
Perkembangan tersebut ditandai dengan person, though without personal fault, is more liable
kecenderungan untuk menerima penyimpangan for the conduct of another).
atau pengecualian asas kesalahan.
Dalam perkara pidana, ada dua syarat penting yang
harus dipenuhi untuk dapat menerapkan perbuatan
D. Relevansi Penerimaan Pertanggungjawaban pidana dengan pertanggungjawaban pengganti, yaitu:
Pidana Korporasi dalam Hukum Pidana a) There must relationship between X and Y which
Dalam rangka mengatasi perkembangan kejahatan is sufficient to justify the imposition of vicarious
yang semakin konpleks tersebut, nampaknya hukum liabilty;
pidana klasik yang menganut asas kesalahan sudah
b) The criminal conduct commited by Y must be
tidak mampu lagi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
referable in some particular way to relationship
pembaruan di bidang hukum pidana dengan mengakui
between X and Y.7
bahwa asas kesalahan bukan bukan lagi satu-satunya
asas yang dapat dipakai. Dalam hukum pidana modern Disamping dua syarat tersebut diatas, terdapat dua
6. Barda Nawawi Arief dan Muladi, 1992, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, hlm.141.
7. Marcus Flatcher, 1990, A-Level Principle of English Law, Ist Editon, HLT Publiction, London, hlm.194.
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 07
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 08
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
diperhatikan dalam menerapkan asas ketiadaan dianggap sebagai hukum apabila ia diakui secara sah
kesalahan dan pertanggungjawaban pidana ini. Batas- oleh masyarakat sendiri. Sedangkan menurut teori
batas tersebut adalah: kekuasaan, berlaku tidaknya suatu norma itu dilihat
a) Sejauh mana akibat-akibat yang ditimbulkan oleh sejauh mana norma itu diperlakukan oleh suatu
perkembangan delik-delik baru itu mengancam kekuasaan tertentu. Secara ekstrem dapat dikatakan
kepentingan umum yang sangat luas dan eksistensi bahwa dalam pandangan teori kekuasaan , suatu norma
pergaulan hidup sebagai totalitas?. hukum itu berlaku karena kekuatannya sendiri yang
bersifat perintah, terpisah dari pertimbangan ada
b) Sejauh mana nilai-nilai keadilan berdasarkan tidaknya pengakuan dari masyarakat yang diaturnya.
Pancasila membenarkan asas ketiadaan kesalahan Pertanggungjawaban pidana yang menyimpang
sama sekali? Dengan demikian inti dari asas kesalahan apabila dikaitkan dengan teori
permasalahannya menurut Barda Nawawi Arief pengakuan masyarakat, pertama-tama dapat dilihat
adalah berkisar pada sejauh mana makna kesalahan kehidupan masyarakat pada waktu dulu hingga
atau pertanggungjawaban pidana itu harus sekarang. Kehidupan pada waktu dulu tidak dapat
diperluas dengan tetap mempertimbangkan dijelaskan dari adat istiadat yang pernah dipakai
keseimbangan antara kepentingan individu dengan sebagai pedoman dalam hidup dan kehidupan
kepentingan masyarakat luas. Masalah ini jelas perkembangan masyarakat yang lebih dikenal dengan
bukan masalah yang mudah. Lebih jauh beliau juga hukum adat.
mengingatkan bahwa pertimbangan harus
dilakukan dengan sangat hati-hati, terlebih Dalam hukum adat disamping orang sebagai subjek
melakukan yang derastis dari konsep kesalahan hukum, juga diakui persekutuan hukum, persekutuan
yang diperluas sedemikian rupa sampai pada keluarga, dan persekutuan daerah. Di beberapa daerah
konsepsi ketiadaan kesalahan sama sekali. Hal kepulauan Indonesia sering terjadi bahwa kampung
yang terakhir ini merupakan akar yang paling pelaku kejahatan atau kampung tempat terjadinya
dalam nilai-nilai keadilan yang berdasarkan suatu pembunuhan atau pencurian terhadap orang
Pancasila. Pembenaran penyimpangan terhadap asing, diwajibkan membayar denda atau kerugian
asas kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana golongan keluarga orang yang dibunuh atau yang
korporasi dapat dikaji atas dasar tujuan hukum kecurian. Begitu pula keluarga si penjahat diharuskan
pidana dan pemidanaan yang bersifat integratif menanggung hukuman yang dijatuhkan atas kejahatan
dalam rangka perlindungan sosial, yaitu: (1) yang dilakukan oleh salah seorang wargaya.
pencegahan umum dan khusus, (2) perlindungan Pengakuan terhadap subjek hukum selain orang,
masyarakat, (3) memelihara solidaritas masyarakat, seperti badan hukum, persekutuan, ataupun
dan (4) pengimbalan atau pengimbangan. Alasan perkumpulan masyarakat dapat dikatakan merupakan
perlunya perumusan strict liability dan vicorious pemikiran yang maju, mengingat yang dapat menjadi
liability dalam pemidanaan korporasi merupakan subjek hukum itu tidak hanya manusia sebagai pribadi
refleksi dalam menjaga kepentingan sosial. (manusia alamiah). Dengan adanya pengakuan ini
dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah
sejak dulu menerima adanya subjek hukum selain
manusia. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan
2) Dasar Pembenar Sosiologis bahwa perkembangan pemikiran subjek delik dalam
Relevansi sosiologis ini dibutuhkan untuk menilai hukum pidana sekarang ini mempunyai relevansi
sejauhmana penyimpangan asas kesalahan dalam secara sosiologis dengan masyarakat Indonesia.
pertanggungjawaban pidana dapat diterima oleh Menurut hukum pidana adat, dalam masalah
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua pertanggungjawaban pidana, tidak semata-mata
teori yang dikenal , yaitu teori pengakuan dan teori menganut asas kesalahan sebagai unsur yang mutlak
kekuasaan. Kedua teori tersebut digunakan oleh yang harus ada dalam suatu delik. Hukum pidana adat
Soerjono Soekanto dalam menilai keberlakuan hukum juga menuntut seseorang untuk bertanggungjawab
adat di Indonesia, juga akan dipergunakan dalam walaupun tidak ada kesalahan sama sekali (seperti:
menilai sejauhmana penyimpangan asas kesalahan itu strict liability). Disamping itu, hukum adat juga
dapat diperlakukan atau tidak dalam masyarakat memberikan kemungkinan untuk
Indonesia.13 mempertanggungjawabkan orang lain atau
Menurut teori pengakuan, berlaku tidaknya suatu persekutuannya atas delik yang telah dilakukan oleh
norma hukum itu ditentukan oleh sejauh mana anggota persekutuan tersebut. Tindakan reaksi atau
masyarakat menerima dan mengakui sebagai norma koreksi itu tidak hanya dapat dikenakan pada kerabat
yang ditaati. Secara ekstrem menurut pandangan teori atau keluarganya, atau mungkin juga dibebankan
pengakuan, suatu ketentuan hukum baru boleh kepada masyarakat yang bersangkutan untuk
mengembalikan keseimbangan yang terganggu
13. Soerjono Soekanto, 1979, Masalah Kedudukan dan Peranan Hukum Adat, Akademika, Jakarta, hlm. 5-6.
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 09
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
14. I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT. Eresco, Bandung, hlm.19-27.
15. Jimly Asshiddiqi, 1995, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Angkasa, Bandung, hlm.216-217.
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 10
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Di Indonesia
KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 1 2018 © All Right Reserved Halaman 10