Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Putu Krishna Masari Kumara, I Putu Abiananda Klapodhyana, Gde Abhicanika
Pranata Dyaksa, I Gede Manik Kusuma, Komang Bintang Sanjiwani Mahardika,
Komang Chitra Dewi Nirmala Sari.
ABSTRAK
The leaves of Petung Bamboo (Dendrocalamus asper) have a fairly high silica
content, while the Lokan shells (Geloina erosa) contain a lot of calcium oxide. Egg white is
also believed to function as an adhesive in the making of ancient buildings.
The purpose of this study was to find out the potential and effectiveness of Lokan
shell (Geloina erosa), leaves of Petung Bamboo (Dendrocalamus asper), and egg white as a
material to make bricks.
This study uses the experimental method, with 8 treatments. Each treatment is
repeated four times. The eight treatments are P-0 (41.04 ml sand (57%), 30.96 ml cement
(43%), 54 ml water (75% of material)), P-1 (54 ml petung bamboo leaves (75%), cement 18
ml (25%), water 72 ml (100% of material)), P-2 (Lokan shells 54 ml (75%), cement 18 ml
(25%), water 21.5 ml (30 % of material)), P-3 (27 ml of Petung bamboo leaves (37.5%), 27
ml of lokan shells (37.5%), 14.4 ml (25%) cement, 36 ml of water (50% of material)), P-4
(Petung Bamboo leaves 54 ml (75%), egg white 18 ml (25%), water 36 ml (50% of
material)), P-5 (Lokan shells 54 ml (75%), egg white 18 ml (25%), water 21.5 ml (30% of the
material)), P-6 (Petung Bamboo leaves 36 ml (50%), lokan shells 36 ml (50%), egg white 72
ml (100% of material), water 36 ml (50%)), P-7 (Petung bamboo leaves 27 ml (37.5%), lokan
shells 27 ml (37.5%), egg white 9 ml (12,5%), cement 9 ml (12.5%), water 36 ml (50% of
material)). The indicators are compressive strength, water absorption, thick development, fire
resistance, and impact resistance.
Keywords: Brick, Sand, Cement, Petung Bamboo Leaves, Lokan Shells, Egg White
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun kelebihan batako dari batu bata, yaitu berukuran lebih besar dari batu bata,
sehingga waktu pemasangannya lebih singkat daripada waktu yang dibutuhkan untuk
memasang batu bata. Batako lebih kedap air dari batu bata, sehingga membantu mencegah
masuknya air hujan melalui dinding rumah. Batako lebih ringan daripada batu bata berkat
adanya rongga di dalamnya, sehingga ideal sebagai material rumah dua lantai atau bangunan
lain yang berstruktur kolom. Batako juga tidak perlu direndam sebelum dipasang
(https://www.homify.co.id).
Tetapi, dibalik keunggulannya, batako juga memiliki kekurangan. Salah satunya karena
batako terbuat dari semen. Dampak negatif dari pabrik semen bagi lingkungan adalah
penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat. Perubahan ini
dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada
akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Kualitas air juga akan
bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari
kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi, yang akan
mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah
banjir pada musim hujan. Keanekaragaman flora dan fauna juga akan berkurang. Flora karena
berubahnya pola vegetasi dan jenis endemic, dan pembentukkan klorofil serta proses
fotosintesis. Sedangkan berkurangnya keanekaragaman fauna disebabkan karena berubahnya
habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut
(http://manado.tribunnews.com). Salah satu proses pembuatan semen merupakan pembakaran
yang menggunakan bahan bakar batu bara (http://semenbaturaja.co.id). Batu bara merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Untuk bisa menghasilkan batu bara,
dibutuhkan waktu selama jutaan tahun. Tanaman pakis yang hidup di danau atau rawa jaman
dulu mati dan saling tertimbun. Akibat temperatur yang tinggi dan tekanan yang besar,
terjadilah pengarangan atau pembentukkan batu bara (https://www.geologinesia.com).
Adapun bahan utama pembuatan batako adalah semen, pasir dan air. Pasir adalah contoh
bahan material yang berbentuk butiran. Butiranpada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625
sampai 2 mm. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai
tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur (eprints.polsri.ac.id). Bahan baku
semen portland adalah hasil industri dari perpaduan bahan baku batu kapur/gamping sebagai
bahan utama, lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk (https://www.academia.edu). Batu kapur/gamping adalah bahan
alam yang mengandung senyawa Calsium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), dan Magnesium Oksida (MgO) (Anggi Setiawan)
(https://www.academia.edu).
Kandungan utama semen portland adalah Tricalcium silicate (3 CaO.SiO2) atau (C3S),
Dicalcium silicate atau (C2S), Tricalcium aluminate atau (C3A), Tetracalcium aluminoferrite
atau (C4AF), CaSO4, CaO, MgO. C adalah calcium oxide (CaO), S adalah silicate oxide
(SiO2), A adalah aluminium oxide (Al2O3) dan F adalah ferrite oxide (Fe2O3) (http://e-
journal.uajy.ac.id).
Kerang merupakan salah satu hasil komoditi laut yang banyak dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagian besar pemanfaatan kerang belum dilakukan secara
maksimal dan terbatas pada daging kerang untuk dikonsumsi dan pemanfaatan kulit kerang
sebagai bahan baku kerajinan serta pakan ternak. Penggunaan kulit kerang sebagai bahan
campuran beton telah banyak digunakan. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan CaO
yang cukup tinggi pada kulit kerang (Siregar, 2009). Kandungan CaO dalam kerang lokan
menggunakan cukup tinggi. Menurut Oktaviani (2016), kandungan CaO dalam kerang lokan
67.70%.
Sementara itu berdasarkan sejarah Indonesia tertulis bahwa bangunan bersejarah, seperti
candi, masjid atau benteng pada zaman dahulu salah satu bahan perekat pengganti semen
adalah dengan (putih) telor, dicampur dengan campuran, kapur, pasir, dan tanah liat, seperti
Masjid Sultan Riau Penyengat di Tanjung Pinang (1832). Pada masa sekarang ini, banyak
yang menggunakan putih telor sebagai perekat alternative selain lem buatan, untuk
merekatkan keramik atau kaca yang pecah. Namun untuk pembuatan Candi, Kraton atau
Petirtaan (tempat pemandian Raja dan bangsawan) di masa lalu, terutama pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, pemakaian (putih) telor sebagai bahan perekat belum ada
bukti yang menguatkannya (https://www.kompasiana.com).
Adapun Bambu (Bambuseae) adalah jenis tanaman rumput yang berongga dan terdapat
ruas pada batangnya. (https://www.academia.edu). Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan bahwa kandungan silika pada jenis
batang bambu petung (Dendrocalamus asper) mencapai 3,51 %, jauh lebih banyak dari pada
kelima jenis bambu lainnya, yaitu bambu tali 1,10 %, bambu hitam 2,93 %, bambu kuning
1,05 %, bambu andong 1,2 %, dan bambu ampel 1,01 %. Kandungan silika pada bambu terus
meningkat dari akar, batang hingga daun (http://eprints.walisongo.ac.id).
Terkait hal tersebut, peneliti tertarik meneliti tentang pemanfaatan kombinasi cangkang
kerang lokan (Geloina erosa), putih telur, dan daun bambu petung (Dendrocalamus asper)
sebagai material biobatako.
1.2.1 Dapatkah kombinasi daun bambu petung (Dendrocalamus asper), cangkang kerang
lokan (Geloina erosa), dan putih telur sebagai material pembuatan biobatako?
1.3.1 Untuk mengetahui potensi kombinasi daun bambu petung (Dendrocalamus asper),
cangkang kerang lokan (Geloina erosa), dan putih telur sebagai material pembuatan
biobatako.
1.3.2 Untuk mengetahui efektifitas kombinasi daun bambu petung (Dendrocalamus asper),
cangkang kerang lokan (Geloina erosa), dan putih telur sebagai material pembuatan
biobatako.
Alat :
1. Mangkok besar
2. Alat cetakan
3. Sendok
4. Alat Ukur
5. Oven
6. Saringan
Bahan :
1. Semen
2. Daun bambu
3. Cangkang kerang lokan
4. Air
5. Putih telur
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Denpasar (Jalan Nusa Indah 20x, Denpasar)
dan pada tanggal
BAB III
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil percobaan maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1 Kuat tekan Biobatako dari Daun Bambu Petung (Dendrocalamus asper),
Cangkang Kerang Lokan (Geloina erosa), dan Putih telur
Ulangan
Perlakuan
I II III IV
P0
P1
P2
P3
P4
Tabel 4.2 Daya Serap Biobatako dari Daun Bambu Petung (Dendrocalamus asper),
Cangkang Kerang Lokan (Geloina erosa), dan Putih telur
Ulangan Rata-Rata
Perlakuan
I II III IV
P0 9,41% 9,43% 9,49% 7,53% 8,96%
P1 x x x x x
P2 11,82% 8,62% 10,28% 10,6% 10,33%
P3 56% 68,51% 64,89% x 63,13 %
P4 x x x x X
P5 x x x x X
P6 x x x x X
P7 14,39% 14,12% x x 14,25%
Keterangan:
x : sampel tidak terbentuk
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa perlakuan dari P2 yang paling mendekati daya serap
dari P0.
Tabel 4.3 Pengembangan Tebal Biobatako dari Daun Bambu Petung (Dendrocalamus
asper), Cangkang Kerang Lokan (Geloina erosa), dan Putih telur
Ulangan Rata-Rata
Perlakuan
I II III IV
P0 4,20% 0% 0% 0% 1,05%
P1 x x x x X
P2 4,17% 0% 0% 0% 1,04%
P3 x x x x X
P4 x x x x X
P5 x x x x X
P6 x x x x X
P7 x x x x X
Keterangan:
x : sampel tidak berbentuk
Berdasarkan tabel 4.3. terlihat bahwa sebagian besar dari pengulangan tidak mengalami
pengembangan tebal/mengalami pengembangan tebal yang tidak bisa diukur.
Tabel 4.4 Tahan Api Biobatako dari Daun Bambu Petung (Dendrocalamus asper),
Cangkang Kerang Lokan (Geloina erosa), dan Putih telur
Perlakua Ulangan Rata-
n I II III IV Rata
P-0 v v v v V
P-1 x x x x X
P-2 v v v v V
P-3 v v v x V
P-4 x x x x X
P5 x x x x X
P6 x x x x X
P7 v v x x V
Keterangan:
x : sampel tidak terbentuk
v : sampel lulus uji :v
Berdasarkan tabel 4.4 semua sampel biobatako yang tidak hancur, tahan terhadap api.
Tabel 4.5 Tahan Bentur Biobatako dari Daun Bambu Petung (Dendrocalamus asper),
Cangkang Kerang Lokan (Geloina erosa), dan Putih telur
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari ketiga bahan yang di uji coba dengan beberapa materi tambahan, hanya
campuran cangkang kerang lokan yang dapat dijadikan biobatako. Cangkang
kerang lokan dapat mensubstitusi agregat dan dapat mengurangi penggunaan
semen. Biobatako dari cangkang kerang lokan juga lebih tahan bentur daripada
batako normal.
5.2 Saran
Menggunakan cetakan yang dengan resiko sampel hancur yang lebih rendah.
Meningkatkan persentase perekat agar sampel tidak mudah hancur.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA