You are on page 1of 9

http://nursingbegin.

com/askep-cephalgia/

Askep Cephalgia

( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cephalgia )

Pengertian Cephalgia

Askep Cephalgia

Cephalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik
( neurologi atau penyakit lain), respon stress,  vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit
kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddan )

Klasifikasi

Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the
International Headache Societysebagai berikut:

1.          Migren (dengan atau tanpa aura)

2.          Sakit kepala tegang

3.          Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal

4.          Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.

5.          Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.

6.          Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).
7.          Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak)

8.          Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.

9.          Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.

10.     Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).

11.     Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau
struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)

12.     Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

Patofisiologi

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan
leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot
okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak
sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada
basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.

Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

 Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

 Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.

 Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan
liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba
atau cepat sekali.

 Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi
alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).

 Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster


headache) dan radang (arteritis temporalis)

 Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.

 Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol
kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher
(spondiloartritis deforman servikalis.
 Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi
dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.

Manifestasi Klinis

a. Migren

Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan
sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini
dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan
mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.

Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang
bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina
dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri
dan ketidaknyamanan.

Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

1.  Fase aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini
adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit
lemah pada ekstremitas dan pusing.

Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan
fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan
kerusakan responsivitas CO2.

2. Fase sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan
fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau
beberapa hari.

3.   Fase pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan
lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

b. Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan
datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah
mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung.
Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.

Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang
ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap
klorpromazin.

c. Tension Headache

Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang
menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan
pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang
menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan
ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan
simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan
dan obat relaksan otot.

Cephalgia

Pengkajian

Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit
kepala.

1.  Data Subyektif

a.         Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.

b.        Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.


c.         Langkah - langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.

d.        Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval
diantara sakit kepala.

e.         Awal serangan sakit kepala.

f.         Ada gejala prodomal atau tidak

g.        .Ada gejala yang menyertai.

h.        Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).

i.          Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.

j.          Ada alergi atau tidak.

2.  Data Obyektif

a.    Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.

b.    Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari - hari.

c.     Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.

d.     Suhu badan

e.     Drainase dari sinus.

Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah:

a.         Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau
gangguan organik.

b.        Sakit kepala yang menyeluruh biasanya  disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.

c.         Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain.

d.        Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu
bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur.

e.         Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.

f.         Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.


g.        Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit
kepala yang psikogenis.

h.        Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus.

i.          Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan
yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.

j.          Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam lingkungan kerja
dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.

k.        Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.

l.          Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

Diagnostik

1.         CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan
abnormalitas pada susunan saraf pusat.

2.         MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan
menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

3.         Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak
dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan
tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

Diagnosa Keperawatan Cephalgia

1.         Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana
intrakranial.

2.         Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak
adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri
berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

3.         Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat,
tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

Rencana Asuhan Keperawatan Cephalgia

1.           Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana
intrakranial.

Intervensi:
a.         Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi
apa yang telah digunakan

b.        Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat,
berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.

c.         Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma
servikal, hipertensi atau trauma.

d.        Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah,
menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan
darah.

e.         Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang

f.         Evaluasi perilaku nyeri

g.        Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas,
penurunan berat badan.

h.        Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi
diri.

i.          Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi,
pasangan/keluarga

j.          Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat

k.        Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.

l.          Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.

m.      Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.

n.        Berikan kompres dingin pada kepala.

o.        Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.

p.        Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.

q.        Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan
reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.
r.          Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif  “Saya sembuh, saya sedang
relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan
katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.

s.         Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai
indikasi.

2.           Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung
tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat,
nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

Intervensi;

a.         Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang
daoat diajarkan.

b.        Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.

c.         Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu
mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.

d.        Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.

e.         Berikan informasi mengenai penyebab sakit  kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.

f.         Kolaborasi

Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif
sesuai indikasi.

3.           Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat,
tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

Intervensi ;

a.         Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.

b.        Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress
emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.

c.         Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk
menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi

d.        Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan


yang  dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
e.         Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.

f.         Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan
bersenang-senang.

g.        Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan
tertawa/tersenyum.

h.        Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.

i.          Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang
berhubungan atau faktor presipitasinya.

j.          Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk

k.        Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang
bukan terapi medis

Daftar Pustaka

1.        Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan


Keperawatan Padjajaran, Bandung.

2.        Brunner & Suddarth, 2002,  Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah,  EGC, Jakarta.

3.        Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan &


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

4.  Priguna Sidharta, 1994,  Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.

5.        Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan
Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.

6.        Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik proses - proses penyakit.  EGC, Jakarta

You might also like