You are on page 1of 5

Klasifikasi dan Patogenesis Diabetes Melitus DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah.

1,2,3 Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM bisa diklasifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,3,4 Diabetes Tipe 1 DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa.2,3 Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.2 Diabetes Tipe 2 DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.2,3 Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.2 DM Dalam Kehamilan DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.2 Diabetes Tipe Lain Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushings, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik (Downs, Klinefelters).2 Pemeriksaan Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7 Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric

acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2 Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi Cpeptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.2 Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15-20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.2,3,4 Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.1,2,8,9 Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8 Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) 3,4,7 Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7 Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10 Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.10 Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.2 Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2 Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.2,10 Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10 Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11 Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Diagnosis diabetes melitus Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L). GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). Tabel 2. kriteria Diagnosis DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada

kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM seperti dilihat pada halaman 33. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat skema langkah-langkah diagnostik DM pada bagan 1). Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kadar Gula Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaringan Dan Diagnosis DM (mg/dL)

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan

You might also like