You are on page 1of 14

SUPERKONDUKTOR

Superkonduktor belakangan ini menjadi topik pembicaraan dan penelitian yang paling populer. Superkonduktor menjanjikan banyak hal bagi kita, misalnya transmisi listrik yang efisien (tak ada lagi kehilangan energi selama transmisi). Memang saat ini penggunaam superkonduktor belum praktis, dikarenakan masalah perlunya pendinginan (suhu kritis superkonduktor masih jauh di bawah suhu kamar). Tulisan singkat berikut mengajak Anda mengenal lebih jauh superkonduktor. Superkonduktor adalah suatu material yang tidak memiliki hambatan dibawah suatu nilai suhu tertentu. Suatu superkonduktor dapat saja berupa suatu konduktor, semikonduktor ataupun suatu insulator pada keadaan ruang. Suhu dimana terjadi perubahan sifat konduktivitas menjadi superkonduktor disebut dengan temperatur kritis (Tc). Bahan konduktor seperti logam tembaga merupakan bahan yang dapat menghantarkan arus listrik. Meski begitu, pada nyatanya konduktor ini masih mempunyai hambatan listrik. Adanya hambatan ini menyebabkan hilangnya energi listrik dalam bentuk panas. Pada bahan superkonduktor, hambatan listrik benar-benar bernilai nol. Artinya listrik dapat mengalir tanpa hambatan pada bahan superkonduktor ini. Apabila pada rangkaian tertutup dari superkonduktor dialirkan arus listrik, maka arus tersebut akan terus mengalir mengintari rangkaian tanpa batas waktu bahkan setelah sumber listrik dilepaskan dari rangkaian. Hal ini terjadi karena tidak ada kehilangan energi selama arus mengalir karena hambatannya benarbenar nol. Para ilmuwan mengatakan bahwa superkonduktivitas merupakan sebuah fenomena kuantum makroskopik. Fenomena ini menjadi jembatan penghubung antara dunia mikro dan makro. Jembatan ini memungkinkan kita untuk mempelajari sifat fisika dunia mikro secara langsung. Superkonduktor dapat berupa suatu bahan yang terbentuk dari unsur tunggal, paduan logam ataupun senyawa. Gejala superkonduktivitas hanya teramati dibawah suhu tertentu yang disebut sebagai suhu kristis (Tc). Hambatan listrik dari logam konduktor merupakan fungsi dari temperatur. Ketika suhu diturunkan maka secara bertahap hambatan listrik akan berkurang. Pada bahan

superkonduktor, ketika mencapai suhu tertentu tiba-tiba hambahannya turun hingga menjadi nol. Suhu dimana gejala superkonduktivitas teramati disebut suhu kristis (Tc).

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga 4 K atau 269C. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur logam mendekati 0 K atau nol mutlak. Beberapa ahli ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Dilain pihak, ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi, Onnes kemudian mengalirkan arus pada kawat merkuri yang sangat murni dan kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K, Onnes terkejut ketika mendapatkan bahwa hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Arus mengalir melalui kawat merkuri terus menerus. Kurva hasil pengamatan Onnes digambarkan pada gambar 1.

Gambar 1 Dengan tidak adanya hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Percobaan Onnes dengan mengalirkan arus pada suatu kumparan superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian mencabut sumber arusnya lalu mengukur arusnya satu tahun kemudian ternyata arus masih tetap mengalir. Fenomena ini kemudian oleh Onnes diberi nama superkondutivitas. Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1913. Penemuan lainnya yang berkaitan dengan superkonduktor terjadi pada tahun 1933. Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Prinsip inilah yang kemudian diterapkan dalam generator. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tersebut tidak dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan magnet tersebut ditolak. Fenomena ini dikenal dengan istilah diamagnetisme dan efek ini kemudian dikenal dengan efek Meissner. Efek Meissner ini sedemikian kuatnya sehingga sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek Meissner ini akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya.

SUHU KRITIS Perubahan watak bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat dianalogikan misalnya dengan perubahan fase air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan watak seperti ini sama-sama mempunyai suatu suhu transisis, pada transisi superkonduktor suhu ini disebut sebagai suhu kritik Tc, pada transisi fase ada yang disebut titik didih (dari fase cair ke gas) dan titik beku (dari fase cair ke padat). Pada transisi feromagnetik suhu transisinya disebut suhu Curie. Besaran fisis yang berkaitan dengan transisi superkonduktor adalah resistivitas bahan, mari kita lihat grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak pada gambar 2.

Gambar 2 Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia memiliki resistansi listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti menjadi konduktor biasa yang baik, pada umumnya malah menjadi penghantar yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi isolator! Untuk suhu T < Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor. Di dalam eksperimen, pengukuran resistivitasnya dilakukan dengan menginduksi suatu sampel bahan berbentuk cincin, ternyata arus listrik yang terjadi dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Resistivitasnya yang terukur tidak akan melebihi bila resistivitasnya dikatakan sama dengan nol. Perkembangan bahan superkonduktor dari saat pertama kali ditemukan sampai sekarang dapat diikuti pada tabel di bawah ini. ohm.meter, sehingga cukup beralasan

Bahan Raksa Hg () Timbal Pb Niobium nitrida Niobium-3-timah Al0,8Ge0,2Nb3 Niobium germanium Lanthanum bariumtembaga oksida Yttrium barium tembaga oksida (1-2-3 atau YBCO) Thalium barium kalsium tembaga oksida

Tc (K) 4,2 7,2 16,0 18,1 20,7 23,2 28

Ditemukan tahun 1911 1913 1960-an 1960-an 1960-an 1973 1985

93

1987

125

1987

Dengan berlalunya waktu, ditemukan juga superkonduktor-superkonduktor lainnya. Selain merkuri, ternyata beberapa unsur-unsur lainnya juga menunjukkan sifat

superkonduktor dengan harga Tc yang berbeda. Sebagai contoh, karbon juga bersifat superkonduktor dengan Tc 15 K. Hal yang ironis adalah logam emas, tembaga dan perak yang merupakan logam konduktor terbaik bukanlah suatu superkonduktor. Keluarga superkonduktor yang terdiri dari unsur-unsur tunggal yang dipelopori oleh temuan Onnes, disebut superkonduktor tipe I atau superkonduktor konvensional, ada kira-kira 27 jenis dari tipe ini. Suatu hal yang menarik, bahwa unsur-unsur yang pada suhu kamar merupakan konduktor banyak diantara mereka yang tidak memiliki sifat superkonduktor pada suhu rendah, contohnya tembaga, perak dan golongan alkali. Pada tahun 1960-an lahirlah keluarga superkonduktor tipe II, yang biasanya berupa kombinasi unsur molybdenum (Mo), niobium (Nb), timah (Sn), vanadium (V), germanium (Ge), indium (In) atau galium (Ga). Sebagian merupakan senyawa, sebagian lagi merupakan larutan padatan. Sifatnya agak berbeda dengan tipe I karena suhu kritiknya relatif lebih tinggi, sehingga tipe II ini sering disebut superkonduktor yang alot. Semua alat yang telah menerapkan superkonduktor dewasa ini menggunakan bahan tipe II ini, alasannya akan menjadi jelas kemudian.

Tipe tipe Superkonduktor Berdasarkan interaksi dengan medan magnetnya, maka superkonduktor dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu Superkonduktor Tipe I dan Superkonduktor Tipe II. a). Superkonduktor Tipe I Superkonduktor tipe I menurut teori BCS (Bardeen, Cooper, dan Schrieffer) dijelaskan dengan menggunakan pasangan elektron (yang sering disebut pasangan Cooper). Pasangan elektron bergerak sepanjang terowongan penarik yang dibentuk ion-ion logam yang bermuatan positif. Akibat dari adanya pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik akan bergerak dengan merata dan superkonduktivitas akan terjadi. Superkonduktor yang berkelakuan seperti ini disebut superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek Meissner, yakni gejala penolakan medan magnet luar (asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi) oleh superkonduktor. Bila kuat medannya melebihi batas kritis, gejala superkonduktivitasnya akan menghilang. Maka pada superkonduktor tipe I akan terus menerus menolak medan magnet yang diberikan hingga mencapai medan magnet kritis. Kemudian dengan tiba-tiba bahan akan berubah kembali ke keadaan normal. b). Superkonduktor Tipe II Superkonduktor tipe II ini tidak dapat dijelaskan dengan teori BCS karena apabila superkonduktor jenis II ini dijelaskan dengan teori BCS, efek Meissner nya tidak terjadi. Abrisokov berhasil memformulasikan teori baru untuk menjelaskan superkonduktor jenis II ini. Ia mendasarkan teorinya pada kerapatan pasangan elektron yang dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov dapat menunjukkan bahwa parameter tersebut dapat mendeskripsikan pusaran (vortices) dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran ini. Lebih lanjut ia pun dengan secara mendetail dapat memprediksikan jumlah pusaran yang tumbuh seiring meningkatnya medan magnet. Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II akan menolak medan magnet yang diberikan. Namun perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap. Pada suhu kritis, maka bahan akan kembali ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I. Pada tahun 1985 di laboratorium riset IBM di Zurich, A.Muller dan G.Bednorz memulai era baru bagi ilmu bahan superkonduktor. Mereka menemukan bahwa senyawa keramik tembaga oksida dapat memiliki sifat superkonduktor pada suhu yang relatif tinggi,

rekor suhu kritik yang saat ini sudah mencapai 125 K juga dipegang oleh golongan ini. Perkembangan selanjutnya tampak agak seret, para ahli sendiri masih meributkan ada tidaknya batas suhu kritik yang mungkin dicapai. Ahli riset di Institut Teknologi California meramalkan bahwa suhu kritik superkonduktivitas tidak akan pernah melampaui 250 K, jadi masih cukup jauh di bawah suhu kamar. Apakah benar demikian, kita tunggu saja hasil-hasil penelitian berikutnya.

Gambar 3 Pada tahun 1986 terjadi sebuah terobosan baru di bidang superkonduktivitas. Alex Mller and Georg Bednorz, peneliti di Laboratorium Riset IBM di Rschlikon, Switzerland berhasil membuat suatu keramik yang terdiri dari unsur Lanthanum, Barium, Tembaga, dan Oksigen yang bersifat superkonduktor pada suhu tertinggi pada waktu itu, 30 K. Penemuan ini menjadi spektakuler karena keramik selama ini dikenal sebagai isolator. Keramik tidak menghantarkan listrik sama sekali pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan para peneliti pada waktu itu tidak memperhitungkan bahwa keramik dapat menjadi superkonduktor. Penemuan ini membuat keduanya diberi penghargaan hadiah Nobel setahun kemudian. Penemuan demi penemuan dibidang superkonduktor kini masih saja dilakukan oleh para peneliti di dunia. Penemuan lainnya yang juga fenomenal adalah berhasil disintesanya suatu bahan organik yang bersifat superkonduktor, yaitu (TMTSF)2PF6. Titik kritis senyawa organik ini masih sangat rendah yaitu 1,2 K. Pada bulan Februari 1987, ditemukan suatu keramik yang bersifat superkonduktor pada suhu 90 K. Penemuan ini menjadi penting karena dengan demikian dapat digunakan

nitrogen cair sebagai pendinginnya. Karena suhunya cukup tinggi dibandingkan dengan material superkonduktor yang lain, maka material-material tersebut diberi nama superkonduktor suhu tinggi.Suhu tertinggi suatu bahan menjadi superkonduktor hingga saat ini adalah 138 K, yaitu untuk suatu bahan yang memiliki rumus

Hg0.8Tl0.2Ba2Ca2Cu3O8.33. Superkonduktor kini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Hambatan tidak disukai karena dengan adanya hambatan maka arus akan terbuang menjadi panas. Apabila hambatan menjadi nol, maka tidak ada energi yang hilang pada saat arus mengalir. Penggunaan superkonduktor dibidang transportasi memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor. Hal ini diterapkan pada kereta api supercepat di Jepang yang diberi nama The Yamanashi MLX01 MagLev train, gambar 3. Kereta api ini melayang diatas magnet superkonduktor. Dengan melayang, maka gesekan antara roda dengan rel dapat dihilangkan dan akibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat, 343 mph atau sekitar 550 km/jam. Penggunaan superkonduktor yang sangat luas tentu saja dibidang listrik. Generator yang dibuat dari superkonduktor memiliki efisiensi sebesar 99 an ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan generator yang menggunakan kawat tembaga. Suatu perusahaan amerika, American Superconductor Corp. diminta untuk memasang suatu sistem penstabil listrik yang diberi nama Distributed Superconducting Magnetic Energy Storage System (DSMES). Satu unit D-SMES dapat menyimpan energi listrik sebesar 3 juta Watt yang dapat digunakan untuk menstabilkan listrik apabila terjadi gangguan listrik. Untuk transmisi listrik, pemerintah Amerika Serikat dan Jepang berencana untuk menggunakan kabel

superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga. Dengan menggunakan kabel superkonduktor, arus yang dapat ditransmisikan akan jauh meningkat. 250 pon kabel superkonduktor dapat menggantikan 18.000 pon kabel tembaga mengakibat efisiensi sebesar 7000 ari segi tempat. Dibidang komputer, superkonduktor digunakan untuk membuat suatu superkomputer dengan kemampuan berhitung yang fantastis. Di bidang militer, HTS-SQUID digunakan untuk mendeteksi kapal selam dan ranjau laut. Superkonduktor juga digunakan untuk membuat suatu motor listrik dengan tenaga 5000 tenaga kuda.

Berdasarkan perkiraan yang kasar, perdagangan superkonduktor di dunia diproyeksikan untuk berkembang senilai $90 trilyun pada tahun 2010 dan $200 trilyun pada tahun 2020. Perkiraan ini tentu saja didasarkan pada asumsi pertumbuhan yang linear. Apabila superkonduktor baru dengan suhu kritis yang lebih tinggi telah ditemukan, pertumbuhan dibidang superkonduktor akan terjadi secara luar biasa. MEDAN MAGNET KRITIS Tinggi rendahnya suhu transisi Tc dipengaruhi banyak faktor. Seperti tekanan yang dapat menurunkan titik beku air, suhu kritik superkonduktor juga bisa turun dengan hadirnya medan magnet yang cukup kuat. Kuat medan magnet yang menentukan harga Tc ini disebut medan kritik (Hc). Kita lihat grafik ketergantungan Tc terhadap kuat medan magnet pada gambar2. Walaupun Pb bersuhu kritik normal (tanpa medan magnet) 7,2 K, apabila ia dikenai medan H = 4,8 104 A/m misalnya, suhu kritiknya turun menjadi 4 K. Artinya dengan medan sbesar itu pada suhu 5 K pun Pb masih bersifat normal. Medan kritiknya ini dapat dinyatakan dengan persamaan : Hc(T) = Hc (0) [ 1 - (T/Tc)2 ] Hc (0) adalah harga maksimum Hc yaitu harga pada suhu 0 K. Medan kritik ini tidak harus berasal dari luar, tapi juga bisa ditimbulkan oleh medan internal, yaitu jika ia diberi aliran arus listrik. Untuk superkonduktor berbentuk kawat beradius r, arus kritiknya dinyatakan oleh aturan Silsbee : Ic = 2 . r . Hc Jadi pada suhu tertentu ( T < Tc ) , bahan superkonduktor memiliki ketahanan yang terbatas terhadap medan magnet dari luar dan arus listrik yang bisa diangkutnya. Kalau harga-harga kritik ini dilampaui, sifat superkonduktor bahan akan lenyap dengan sendirinya. Ambil contoh untuk kawat Pb beradius 1 mm pada suhu 4 K, agar ia tetap bersifat superkonduktor ia tidak boleh menerima medan magnet lebih besar dari 48000 A/m atau mengangkut arus listrik lebih dari 300 A. Pada ukuran dan suhu yang sama Nb3Sn mampu mengangkut 12500 A, oleh sebab itulah secara teknis superkonduktor tipe II lebih baik pakai. Sebagai perbandingan YBCO pada suhu 77 K dapat mengangkut arus sebesar 530 A, cukup lumayan! Naiknya suhu operasi mempunyai nilai ekonomis, karena biaya pendinginan menjadi lebih murah dibandingkan helium cair (untuk menjaga suhu 4 K).

Satu liter He harganya US$ 4 (Rp.7000) sedangkan satu liter N2 cuma 25 cent (Rp.450), padahal dalam prakteknya penguapan 1 liter N2 setara dengan penguapan 25 liter He. EFEK MEISSNER

Gambar 4. Efek Meissner Sifat kemagnetan superkonduktor diamati oleh Meissner dan Ochsenfeld pada tahun 1933, ternyata superkonduktor berkelakuan seperti bahan diamagnetiksempurna, ia menolak medan magnet sehingga ia pun dapat mengambang di atas sebuah magnet tetap. Jadi kerentanan magnetnya (susceptibility) = -1, bandingkan dengan konduktor biasa yang = 10-5. Fenomena ini disebut efek Meissner yang tersohor itu.

Jadi satu keunggulan lagi bagi superkonduktor terhadap konduktor biasa. Ia tidak saja menjadi perisai terhadap medan listrik, tapi juga terhadap medan magnet, artinya medan listik dan magnet sama dengan nol di dalam bahan superkonduktor. Tetapi pada tahun 1935 London bersaudara melalui penelitian sifat elektrodinamik superkonduktor mendapatkan bahwa intensitas medan magnet masih dapat menembus bahan

superkonduktor walaupun hanya sebatas permukaan saja, ordenya hanya beberapa ratus angstrom. Sifat rembesan ini dinyatakan oleh parameter yang disebut kedalaman rembesan London. Medan magnet ternyata berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman sesuai dengannya. B (x) = Bo exp -(x / ) Bo adalah medan di luar dan x adalah kedalamannya. membesar dengan naiknya suhu, di Tc harga tak berhingga besar, sehingga medan magnet mampu menerobos ke seluruh bagian bahan tersebut atau dengan perkataan lain sifat superkonduktor telah hilang digantikan dengan keadaan normalnya. Teori London ini juga memberikan kesimpulan bahwa dalam bahan supekonduktor arus listrik akan mengalir di bagian permukaannya saja. Hal ini berbeda dengan arus listrik dalam konduktor biasa yang mengalir secara merata di seluruh bagian konduktor. Perbandingan watak magnetik pada keadaan normal, superkonduktor tipe I dan tipe II adalah seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Pada tipe ii terdapat daerah peralihan yaitu antara Hcl dan Hc , pada saat itu struktur bahan terjadi dari daerah normal yang berupa silinder-silinder kecil, disebut fluksoid karena bisa diterobos fluks magnet, yang dikelilingi sepenuhnya oleh daerah superkonduktor.

TEORI BCS Teori tentang superkonduktor yang lebih terinci melibatkan mekanika kuantum yang dalam, diajukan oleh Barden, Cooper dan Schrieffer pada tahun 1975 dikenal sebagai teori BCS yang akhirnya memenangkan hadiah Nobel pada tahun 1972.

Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama, pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper. Kita bandingkan dengan elektron konduksi dalam konduktor biasa. Di sini elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh kotoran (impurities) atau oleh phonon, phonon adalah kuantum energi getaran kerangka (lattice) kristal bahan. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron, sehingga dengan ukar menukar phonon dua elektron justru akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Oleh karena keadaan kuantum mereka semuanya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya, padahal pada suhu T < Tc getaran kerangka tidak memiliki cukup energi untuk mematahkan ikatan pasangan tersebut. Akibatnya mereka tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor.

SUPERKONDUKTOR KERAMIK Bahan superkonduktor suhu tinggi yang memiliki bahan dasar keramik secara teoritis belum dapat dijelaskan tuntas. Ia tidak bisa digolongkan ke dalam tipe I maupun II karena ada beberapa sifatnya yang unik. Bentuk kristalnya termasuk golongan perovskite, suatu bentuk kristal kubus yang cukup populer. Rumus umum molekul perovskite adalah ABX3 , dimana A dan B adalah kaiton logam dan X adalah anion non logam. Banyak bahan elektronis yang memiliki bentuk perovskite ini, misalnya PbTiO3 dan PbZrO3 yang bersifat piezoelektrik kuat sehingga baik digunakan untuk pressure-gauge. Superkonduktor suhu tinggi ini ternyata berupa perovskite yang cacat. Misalnya YBCO yang ditemukan oleh Chu Chingwu cs. dari Universitas Houston berbentuk 3 kubus perovskite dengan rumus molekul YBa2Cu3O6,5 , yang menunjukkan defisiensi atom oksigen sebagai anionnya (mestinya ada 9 atom). Nama lain untuk YBCO ini adalah 1-2-3, menunjukkan perbandingan cacah atom Y, Ba dan Cu di dalam kristalnya. Atom-atom tembaganya terletak pada suatu lapisan inilah arus listrik lewat dalam bahan YBCO. Struktur yang demikian memiliki andil yang besar bagi sifat superkonduktivitas suhu tinggi, terbukti senyawa barium-kalium-bismuth-oksida buatan AT & T Bell Laboratoies (1988) cuma memiliki Tc = 30 K, senyawa ini tentu saja tidak memiliki atom tembaga sebagai lapisan penghantar elektron.

Elektron-elektron juga dalam keadaan berpasangan, hal ini telah dibuktikan dengan dijumpainya flukson yang merembes di dalamnya. Flukson adalah kuantum fluks magnetik dalam superkonduktor, besarnya kira-kira 2 x 10-15 weber, dalam perhitungan besarnya ini bersesuaian dengan kehadiran partikel bermuatan listrik dua kali muatan elektron. Watak-wataknya yang masih perlu penjelasan teoritis adalah tarikan antar elektron dalam pasangan Cooper yang ternyata masih cukup kuat walaupun suhu transisinya tinggi. Padahal suhu yang tinggi menyebabkan bertambahnya cacah phonon, sehingga ikatan elektron itu seharusnya akan hancur karenanya. dalam kaitan ini peranan kerangka kristal harus kembali dipertanyakan. Mungkin saja kotoran di dalamnya yang justru mampu meredam interaksi phonon atau gangguan-gangguan lain termasuk medan magnet yang besar agar ia tetap stabil sebagai superkonduktor. Sifat lain yang tidak menguntungkan dari YBCO adalah mudahnya ia melepaskan oksigen ke lingkungannya, padahal dengan berkurangnya atom oksigen sifat

superkonduktornya akan hilang. Lagi pula ia terlalu rapuh untuk dibentuk menjadi kawat. Lebih jauh lagi Philip W. Anderson (pemenang hadiah Nobel 1977 bidang Fisika) mengemukakan peranan besaran spin dalam fenomena superkonduktor suhu tinggi ini, pernyataan ini telah didukung oleh data percobaan MIT oleh RJ Birgeneau. Sungguh merupakan sebuah tantangan besar bagi para ahli dari berbagai bidang untuk memahami lebih jauh fenomena superkonduktor jenis baru ini. Tampaknya bahan ini akan semakin merajai teknologi pada masa yang akan datang, yaitu abad XXI.

APLIKASI SUPERKONDUKTOR Aplikasi Superkonduktor dalam kehidupan diantaranya : a. Kabel Listrik. Dengan menggunakan bahan superkonduktor, maka energi listrik tidak akan mengalami disipasi karena hambatan pada bahan superkonduktor bernilai nol. Maka penggunaan energi listrik akan semakin hemat.

b. Alat Transportasi Penggunaan superkonduktor dalam bidang transportasi adalah Kereta Listrik super cepat yang dikenal dengan sebutan Magnetik Levitation (MAGLEV).

You might also like