Professional Documents
Culture Documents
TENTANG
BUPATI NUNUKAN,
[1]
2. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan
Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47
Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3477);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4411);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
[2]
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4726);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk RTRW (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3034);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160).
[3]
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
dan
BUPATI NUNUKAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2012 – 2032.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Nunukan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nunukan.
3. Bupati adalah Bupati Nunukan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
10. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
11. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW
Kabupaten adalah rencana tata ruang wilayah yang mengatur rencana
struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten.
13. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan
fungsional.
[4]
14. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasional, atau beberapa provinsi.
15. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten/kota.
16. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah
kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dapat berfungsi melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
17. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang
menghubungkan kawasan perkotaan dan perdesaan skala kabupaten atau
kecamatan.
18. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah
kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan
kawasan perbatasan Negara.
19. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa, atau berpotensi untuk melayani kegiatan kecamatan-
kecamatan wilayah belakangnya atau melayani antar kecamatan,
khususnya kecamatan yang berdekatan.
20. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
atau berpotensi sebagai pusat kegiatan yang melayani desa/ kelurahan
yang ada di kecamatan tersebut.
21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
22. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
23. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
24. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
25. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
26. Sempadan jalan adalah garis batas tertentu sebelah kanan kiri sumbu
jalan yang merupakan batas luar dari bidang tanah yang dibatasi oleh
penguasa jalan.
27. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
[5]
dan/atau pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
km2.
28. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
29. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi.
30. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
31. Irigasi perdesaan adalah jaringan irigasi desa yaitu jaringan irigasi yang
dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
32. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
33. Sempadan adalah kawasan tertentu di sekeliling, sepanjang atau di kiri
kanan serta atas dan bawah sumber air yang mempunyai manfaat penting
untuk melestarikan sumber air.
34. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
35. Garis sempadan pantai yang selanjutnya disebut GSP adalah kawasan
tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Perlindungan terhadap
sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan
yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
36. Sungai adalah tempat atau wadah air berupa jaringan pengaliran air mulai
dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri di sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan.
37. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk
menampung air hujan dan air limpasan atau air rembesan dari lahan
tadah hujan sebagai cadangan kebutuhan air pada musim kemarau.
38. Danau adalah wadah air yang terbentuk secara alamiah, dapat berupa
bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya jauh melebihi ruas-ruas
lain dari sungai yang bersangkutan.
39. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya.
40. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
41. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
42. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
[6]
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan.
43. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.
44. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang
untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan
perlindungan terhadap habitatnya.
45. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan
atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan
rekreasi.
46. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
47. Kawasan rawan bencana adalah kawasan dengan kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada
satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan
untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
48. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi
geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang
mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi.
49. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang
sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi
dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah
ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang merugikan
manusia.
50. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
51. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan yang diperuntukan
untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
hutan.
52. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah,
kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman
tahunan/perkebunan, dan peternakan.
53. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten
guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan nasional.
54. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
[7]
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
55. Kawasan minapolitan adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi
berbasis sektor kelautan dan perikanan yang dikembangkan secara
terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.
56. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah
memiliki izin usaha kawasan industri.
57. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
58. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang memiliki
potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud mineral logam,
mineral non logam, dan panas bumi berdasarkan peta/data geologi dan
merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan
yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi
produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun
perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budi
daya maupun kawasan lindung.
59. Kawasan Perikanan dan Kelautan adalah Kawasan pada wilayah perairan
di daratan, pesisir dan laut kabupaten yang di manfaatkan sebagai wilayah
perikanan budidaya dan tangkap, perlindungan dan pelestarian alam serta
berbagai fungsi kelautan.
60. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata
termasuk pengusa-haan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang terkait di bidang kepariwisataan.
61. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
62. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
63. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
64. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang
diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk
pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi
pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
65. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan
dan keamanan.
[8]
66. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkkungan,
termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
67. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disebut KSK adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi,
sosial, budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi.
68. Holding Zone adalah kawasan Budidaya Kehutanan dan/atau kawasan
lindung yang telah disetujui untuk diubah fungsi kawasannya namun
belum mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan.
69. Prinsip-prinsip mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
70. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalurdan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
71. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
72. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
73. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
74. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
75. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan
kedalamnya.
76. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.
77. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam
lingkungan permukiman.
78. Fasilitas umum adalah fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus dan fasilitas sosial.
79. Kabupaten daratan Kalimantan (mainland) adalah wilayah Kabupaten
Nunukan yang terletak di daratan Pulau Kalimantan.
[9]
80. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
81. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
82. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang.
83. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
84. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
85. Badan hukum adalah perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama
atau membentuk badan usaha bertujuan profit maupun non profit dan
merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh hukum.
86. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang di Kabupaten Nunukan dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di Kabupaten.
87. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum.
88. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul
atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
89. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
90. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
91. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
92. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
93. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
94. Klaster ekonomi adalah kawasan yang memiliki potensi perkembangan
ekonomi dari berbagai aspek yang didukung oleh sarana prasarana
pendukung dan diprioritaskan pembangunannya.
[10]
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 1
Tujuan penataan ruang wilayah adalah terwujudnya Kabupaten Nunukan
sebagai wilayah yang pro rakyat berbasis agroindustri, kelautan dan
konservasi, berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 2
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah
Kabupaten Nunukan.
(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan terkait pengembangan agroindustri;
b. pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan sarana dan
prasarana wilayah secara berjenjang dan sinergis;
c. pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem
wilayah;
d. pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan; dan
e. peningkatan fungsi kawasan kepentingan pertahanan dan keamanan.
Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang
Pasal 3
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten.
(2) Pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan terkait pengembangan agroindustri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dengan strategi meliputi:
a. menetapkan pengembangan klaster ekonomi;
b. memantapkan ekonomi utama yang telah ada dan diversifikasi;
[11]
c. mengoptimalkan distribusi spasial kegiatan ekonomi; dan
d. memperkuat keterkaitan internasional dalam pemasaran produk lokal;
(3) Pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan prasarana
wilayah secara berjenjang dan sinergis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi:
a. memantapkan pengembangan PKW didukung oleh pusat kegiatan PKL,
PPK dan PPL yang saling berhirarki dan saling interdependen;
b. memantapkan dan meningkatkan peranan PKSN di kabupaten sebagai
pintu gerbang internasional, pos lintas batas, simpul utama
transportasi, dan pusat pertumbuhan ekonomi;
c. meningkatkan keterkaitan antara PKW, PKL, PPK, dan PPL melalui
keterpaduan sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;
d. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi
wilayah yang seimbang dan terpadu;
e. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan energi
listrik, dan telekomunikasi dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan
masyarakat;
f. meningkatkan keterpaduan pendayagunaan sumber daya air melalui
peningkatan kapasitas pelayanan jaringan irigasi dan sumber-sumber
air untuk pengairan; dan
g. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air
limbah, drainase, dan persampahan secara terpadu melalui kemitraan
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
(4) Pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem
wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dengan
strategi meliputi :
a. meningkatkan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan
hutan;
b. memulihkan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah
fungsi;
c. membatasi pengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan
lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang
mendorong alih fungsi lahan lindung;
d. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
buatan pada kawasan lindung; dan
e. menetapkan kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis sebagai
kawasan lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan
untuk kegiatan budidaya lainnya.
(5) Pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d
dengan strategi meliputi :
a. meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, perkebunan dan
perikanan yang berorientasi pada keunggulan kompetitif; dan
b. membatasi kegiatan budidaya yang berpotensi tidak sesuai dengan
daya dukung lingkungan;
[12]
(6) Peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e
dengan strategi meliputi:
a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi
khusus Pertahanan dan Keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan khusus pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan.
BAB III
FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Pasal 4
(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arah struktur dan pola ruang
pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan daerah serta penyelaras
kebijakan penataan ruang di Kabupaten.
[13]
BAB IV
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(3) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem jaringan prasarana lainnya.
(4) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
[14]
(3) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kawasan perkotaan Nunukan di Kecamatan Nunukan; dan
b. wilayah Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Sungai Nyamuk di Kecamatan Sebatik Timur;
b. Long Bawan di Kecamatan Krayan; dan
c. Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.
(5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. Perkotaan Mensalong di Kecamatan Lumbis;
b. Perkotaan Pembeliangan di Kecamatan Sebuku;
c. Perkotaan Atap di Kecamatan Sembakung; dan
d. Srinanti di Kecamatan Sei Menggaris .
(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. Binalawan di Kecamatan Sebatik Barat;
b. Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
c. Lembudud di Kecamatan Krayan;
d. Seipancang di Kecamatan Sebatik Utara; dan
e. Tanjung Karang di Kecamatan Sebatik.
Paragraf 2
Sistem Perdesaan
Pasal 7
(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
berupa PPL.
(2) PPL terdiri atas pusat permukiman yang tidak termasuk PKSN, PKW,
PKWp, PKL, atau PPK.
(3) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Makmur di Kecamatan Tulin Onsoi.
b. Bambangan di Kecamatan Sebatik Barat;
c. Aji Kuning di Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Sekikilan di Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Saduman di Kecamatan Sembakung Atulai; dan
f. Tanjung Aru di Kecamatan Sebatik Timur.
[15]
Bagian Ketiga
Pasal 8
Sistem jaringan prasarana utama Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan perkeretaapian;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. sistem jaringan transportasi udara.
Paragraf 1
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan dan jembatan;
b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. jaringan transportasi sungai dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
b. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;
c. jaringan jalan kabupaten; dan
d. jembatan.
(3) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1) meliputi:
1. ruas jalan Mensalong – Simpang Tiga Apas;
2. ruas jalan Simpang Tiga Apas – Sei Menggaris;
3. ruas jalan Sei Menggaris – Sei Ular;
4. ruas jalan Sei Menggaris – Batas Negara; dan
5. ruas jalan lingkar Pulau Sebatik.
b. jaringan jalan strategis nasional meliputi :
1. ruas jalan Mensalong – Tau Lumbis – Batas Negara Malaysia;
[16]
2. ruas jalan Long Midang (Batas Negara) – Long Semamu di
Kabupaten Malinau; dan
3. ruas jalan Lingkar Sebatik di Pulau Sebatik;
c. pengembangan jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1), yaitu jalan lingkar
Pulau Nunukan.
(4) Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. ruas jalan Sei Menggaris – Mansalong; dan
b. jalan strategis provinsi berupa ruas jalan Sei Menggaris – Lumbis.
(5) Jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
berupa pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan
kabupaten tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa
pembangunan, dan pemeliharaan jembatan kabupaten tercantum dalam
Lampiran II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(7) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe A berada di Sei
Menggaris;
b. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe B berada di Long
Midang Kecamatan Krayan dan Mansalong Kecamatan Lumbis;
c. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe C berada di
Kecamatan Nunukan Selatan, Sebuku, Sembakung, dan Kecamatan
Sebatik;
d. optimalisasi terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan
dan di Bambangan Kecamatan Sebatik Barat;
e. pengembangan penerangan jalan umum (PJU) di seluruh kecamatan
menggunakan skala prioritas meliputi:
1. peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pengawasan keberadaan PJU liar dan meminimalisir pencurian
komponen dan kabel PJU;
2. pengembangan teknologi penggunaan energi dari listrik ke tenaga
surya dan tenaga bayu/angin; dan
3. pemeliharaan penerangan jalan umum;
f. pengembangan perlengkapan jalan berupa pengadaan dan pemasangan
perlengkapan jalan pada jaringan jalan di perkotaan dan jaringan jalan
strategis kabupaten;
g. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor berada di Kecamatan
Nunukan; dan
h. pengembangan unit pengujian kendaraan bermotor di Pulau Sebatik dan
di wilayah daratan Pulau Kalimantan.
(8) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c berupa penataan jaringan trayek angkutan
penumpang meliputi:
[17]
a. angkutan penumpang Pulau Nunukan, terdiri dari :
1. dalam Kota Nunukan;
2. Sedadap – Mamolo; dan
3. Sei Fatimah – Binusan.
b. angkutan penumpang dalam Pulau Sebatik;
c. angkutan penumpang di wilayah daratan Pulau Kalimantan, terdiri dari
:
1. Sungai Ular – Sei Menggaris - Sebuku – Sembakung – Lumbis;
2. Mensalong – Malinau.
d. angkutan umum perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antar
ibukota kecamatan di wilayah kabupaten daratan Kalimantan meliputi :
1. Pembeliangan – Atap;
2. Pembeliangan – Sanur – Makmur – Sekikilan; dan
3. Pembeliangan – Mansalong.
(9) Jaringan transportasi sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. penataan jaringan trayek angkutan penumpang dan barang meliputi:
1. Nunukan – Sebatik (Nunukan – Bambangan, Sedadap – Mantikas,
Nunukan – Sungai Nyamuk)
2. Nunukan – Sei menggaris;
3. Nunukan – Sungai Ular;
4. Mensalong – Binter – Tau Lumbis;
5. Mensalong – Tarakan;
6. Nunukan – Pembeliangan; dan
7. Nunukan – Atap;
b. peningkatan dermaga-dermaga di Nunukan, Sebuku, Sei Ular, Sei
Menggaris, Sembakung, Mensalong, Binter, dan Tau Lumbis.
c. penyediaan dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas sungai dan
sarana pengawasan keselamatan lainnya.
d. pengembangan sarana-prasarana angkutan penyeberangan, meliputi :
1. optimalisasipelabuhan dan pelayaran lintas penyeberangan
Nunukan – Tarakan; dan
2. pembangunan angkutan penyeberangan lintas penyeberangan
Nunukan - Sebatik, Nunukan – Sei Menggaris dan Sebatik – Sei
Menggaris.
Paragraf 2
Pasal 10
[18]
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b terdiri atas:
a. rencana pengembangan jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a adalah jaringan jalur kereta api umum antarkota.
(3) Jaringan jalur kereta api umum antarkota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), berupa pembangunan jaringan jalur kereta api nasional, meliputi :
Provinsi Kalimantan Selatan – Kuaro – Long kali – Penajam – Balikpapan –
Sanga-sanga - Samarinda – Bontang – Sanggata – Muara Wahau – Muara
Lesan – Tanjung Redeb – Tanjung Batu – Tanah Kuning – Tanjung Selor –
Kerang Agung – Sesayap – Tidung Pale – Nunukan Kota – Mensalong –
Pembeliangan – Salang – Sei Menggaris – Batas Negara; dan
(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah
stasiun kelas kecil yang direncanakan di Mensalong dan Sei Menggaris.
Paragraf 3
Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
huruf c terdiri atas :
a. pengembangan pelabuhan laut; dan
b. alur pelayaran lalu lintas laut.
(2) Pengembangan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas :
a. pengembangan Pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Tunon Taka berada
di Kecamatan Nunukan;
b. pengembangan pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Sungainyamuk
berada di Kecamatan Sebatik Timur; dan
c. pengembangan dan operasionalisasi Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Liem
Hie Jung dan Sungai pancang;
(3) Alur pelayaran lalu lintas laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. optimalisasi alur pelayaran terdiri atas;
1. Nunukan – Sebatik;
2. Nunukan – Tarakan;
3. Nunukan – Balikpapan;
4. Nunukan – Makassar;
5. Nunukan – Pantoloan;
6. Nunukan – Pare-Pare;
7. Nunukan – Toli-Toli;
8. Nunukan – Bau-Bau;
[19]
9. Nunukan – Surabaya;
10. Nunukan – NTT; dan
11. Nunukan – Tawau (Malaysia).
b. Rencana pengembangan alur pelayaran nasional dan internasional
meliputi :
1. Nunukan – Bitung;
2. Nunukan – Sandakan (Malaysia); dan
3. Nunukan – Filipina Selatan.
Paragraf 4
Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 8 huruf d berupa hirarki bandar udara.
(2) Hirarki bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bandar udara pengumpul skala tersier;
b. bandar udara pengumpan;
c. bandar udara khusus perbatasan darat; dan
d. bandar udara penanganan bencana.
(3) Bandar udara pengumpul skala tersier sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berupa bandar udara Nunukan di Kecamatan Nunukan;
(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. bandar udara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan; dan
b. Bandar udara Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Bandar udara khusus perbatasan darat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c terdiri atas:
a. Bandar udara khusus Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis;
b. bandar udara khusus Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
c. bandar udara khusus Kampung Baru di Kecamatan Krayan;
d. bandar udara khusus Kurid di Kecamatan Krayan;
e. bandar udara khusus Lembudud di Kecamatan Krayan;
f. bandar udara khusus Berian Baru di Kecamatan Krayan;
g. bandar udara khusus Pa’Upan di Kecamatan Krayan;
h. bandar udara khusus Buduk Kubul di Kecamatan Krayan;
i. bandar udara khusus Long Rungan di Kecamatan Krayan Selatan; dan
j. bandar udara khusus mansalong di Kecamatan Lumbis.
(6) Bandar udara penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d yaitu Bandar Udara Nunukan.
[20]
Bagian Keempat
Pasal 13
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) huruf b terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. sistem jalur dan ruang evakuasi.
Paragraf 1
Pasal 14
(1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. transmisi kabel listrik bawah laut; dan
c. pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan)
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Sungai Bilal
Kapasitas Terpasang 18,6 MW dengan Daya Mampu 8,47 MW di
Kecamatan Nunukan, Sungainyamuk Kecamatan Sebatik Timur
Kapasitas Terpasang 3,98 MW dengan Daya Mampu 2,21 MW, Desa
Atap Kecamatan Sembakung Kapasitas Terpasang 350 Kva dengan Daya
Mampu 300 KVa;
b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di
Pembeliangan Kecamatan Sebuku sebesar 350 kVA;
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sei.banjar
Binusan Kecamatan Nunukan sebesar 2 x 7 MW;
d. operasionalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Desa
Tepian Kecamatan Sembakung sebesar 8 MW; dan
e. Perluasan jaringan listrik untuk Desa Mansalong Kecamatan Lumbis
(Interkoneksi jaringan dari PT. PLN Ranting Malinau).
(3) Transmisi kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
yaitu dari PLTG di Desa Tepian (Sebaung) ke Pulau Nunukan (Sei.
Lancang), dan dari Pulau Nunukan (Sedadap) ke Pulau Sebatik (Liang
Bunyu);
(4) Pengembangan wilayah usaha PT. PLN (Persero) Area Berau Ranting
Nunukan di wilayah perbatasan Kecamatan Krayan dan sekitarnya dengan
pembukaan Unit layanan Listrik PLN di Krayan dan rencana
[21]
pengembangan unit layanan PLN di Kecamatan Sebuku sebagai langkah
awal dan tolok ukur peningkatan Ratio Elektrifikasi;
(5) Pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik berupa
PLTS komunal maupun PLTS SHS (unit rumah tangga) yang tersebar di
seluruh kecamatan dengan memaksimalkan potensi yang ada pada daerah
setempat dengan memperhatiakn karateristik Desa.
Paragraf 2
Pasal 15
(5) Pengembangan jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c berupa peningkatan dan pengembangan layanan internet sebagai fasilitas
umum di seluruh kecamatan.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 16
(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf c terdiri atas :
a. pengelolaan wilayah sungai;
b. pengelolaan waduk dan embung;
c. sistem jaringan irigasi;
d. sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri;
[22]
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap meliputi :
a. DAS Sesayap;
b. DAS Sembakung;
c. DAS Sebakis;
d. DAS Sebuku;
e. DAS Sei Menggaris ; dan
f. DAS Linuang Kayan.
(3) Pengelolaan waduk dan embung sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b
terdiri atas :
a. waduk berupa waduk Bilal berada di Kecamatan Nunukan; dan
b. embung meliputi:
1. embung Bolong berada di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas
daya tampung 140.000 M³;
2. embung Bilal di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas daya
tampung 350.000 M³; dan
3. embung Sebatik berada di Kecamatan Sebatik Utara dengan
kapasitas daya tampung 450.000 M³.
(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas :
a. pengelolaan daerah irigasi (DI) kewenangan provinsi; dan
b. pengelolaan DI kewenangan kabupaten.
(5) Pengelolaandaerah irigasi (DI) kewenangan provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri atas :
a. DI Terang Baru seluas kurang lebih 1.160 (seribu seratus enam puluh)
hektar berada di Kecamatan Krayan;
b. DI Binalawan seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar berada di
Kecamatan Sebatik Barat;
c. DI Tanjung Aru seluas kurang lebih 1.000 (seribu ) hektar berada di
Kecamatan Sebatik; dan
d. DI Sebatik seluas kurang lebih 1.100 (seribu seratus) hektar berada di
kecamatan Sebatik.
(6) Pengelolaan DI kewenangan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b terdiri atas :
a. DI Mensapa seluas kurang lebih 560 (lima ratus enam puluh) hektar
berada di Kecamatan Nunukan Selatan;
b. DI Setabu seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar
berada di Kecamatan Sebatik Barat;
c. DI Berian Baru seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar
berada di Kecamatan Krayan; dan
[23]
d. DI Tanjung Karya seluas kurang lebih 525 (lima ratus dua puluh lima)
hektar berada di Kecamatan Krayan.
(7) Sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana
pengembangan penyediaan air baku meliputi pemanfaatan sumber-sumber
air baku melalui embung Bilal dan embung Bolong.
(8) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan;
b. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan Selatan;
c. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik;
d. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Barat;
e. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Timur;
f. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Utara;
g. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Tengah;
h. jaringan perpipaan di Kecamatan Sebuku;
i. jaringan perpipaan di Kecamatan Tulin Onsoi;
j. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung;
k. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung Atulai;
l. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis;
m. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis Ogong;
n. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan; dan
o. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan Selatan.
(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
berupa konstruksi pengendali banjir.
(10) Konstruksi pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdiri
atas:
a. perbaikan dan pengaturan sistem meliputi:
1. perbaikan infrastruktur pengendali banjir;
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan hunian atau permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendalian banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan daerah rawan banjir;
7. peningkatan peran masyarakat;
8. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat;
9. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
10. pengelolaan keuangan.
b. pembangunan pengendali banjir meliputi:
1. pembuatan sumur resapan pada kawasan hunian permukiman;
[24]
2. pembuatan tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah
ada;
3. normalisasi sungai;
4. pembuatan bangunan-bangunan pelindung tebing pada tempat yang
rawan longsor; dan
5. pemasangan pompa banjir pada kawasan terindikasi rawan banjir.
Paragraf 4
Pasal 17
[25]
c. optimasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) di setiap pusat
kegiatan masyarakat, pasar, permukiman, perkantoran, dan fasilitas
sosial lainnya;
d. rencana pembangunan TPA terpadu berada di Tanjung Harapan
Kecamatan Nunukan Selatan; dan
e. penerapan 3R (reduce, reuse, dan recycle).
(4) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum
perkotaan meliputi :
1. Sungai Bolong melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan
Nunukan Selatan;
2. Sungai Bilal melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan
Nunukan Selatan;
3. Sungai Pancang dan Aji Kuning proses pengolahan sumur dalam (air
tanah) dan pipanisasi melayani area perkotaan Sebatik, Sebatik
Tengah, Sebatik Utara, Sebatik Timur dan Sebatik Barat;
4. Sungai Sembakung melayani area perkotaan Atap Kecamatan
Sembakung;
5. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan
Krayan;
6. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan
Krayan Selatan; dan
7. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di
Pembeliangan Kecamatan Sebuku.
8. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di
Kecamatan Mansalong Lumbis; dan
9. Pengolahan sumber mata air dan pipanisasi di Kecamatan Sei
Menggaris.
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan hidran umum dan hidran kebakaran di
kawasan Kota Nunukan dan Kota Sebatik.
(5) Sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. rencana pengelolaan limbah domestik; dan
b. rencana pengelolaan limbah industri.
(6) Rencana pengelolaan limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a meliputi :
a. pemenuhan prasarana jamban ber-septic tank pada setiap rumah di
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan; dan
b. pengembangan jamban komunal (WC umum);
(7) Rencana pengelolaan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b berupa pengembangan prasarana pengolahan limbah industri,
limbah medis, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) secara mandiri.
[26]
Paragraf 5
Pasal 18
(1) Sistem jalur dan ruang evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf e meliputi :
a. jalur evakuasi bencana tanah longsor tersebar di seluruh kecamatan
wilayah Kabupaten Nunukan;
b. jalur evakuasi bencana abrasi berada di wilayah sepanjang pantai
Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan meliputi:
1. Kecamatan Sebatik Barat; dan
2. Kecamatan Nunukan;
c. jalur evakuasi bencana banjir Kecamatan Sembakung berada pada
jalan darat Atap, Kunyit; dan
d. jalur evakuasi bencana tanah longsor berada di Kecamatan Sei
Menggaris , Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung Atulai.
(2) Pengembangan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. lapangan terbuka di seluruh kecamatan;
b. gedung pemerintah di seluruh kecamatan;
c. gedung olahraga di seluruh kecamatan; dan
d. gedung pertemuan di seluruh kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur dan ruang evakuasi bencana diatur
dalam peraturan bupati.
BAB V
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
[27]
Pasal 20
Pasal 21
Paragraf 2
[28]
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 22
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
huruf b meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai; dan
c. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 3.903 (tiga ribu sembilan ratus tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sei Menggaris;
d. Kecamatan Sebatik;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Sebatik Timur;
g. Kecamatan Sebatik Barat; dan
h. Kecamatan Sembakung.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar
di sepanjang kanan kiri sungai seluas kurang lebih 30.100 (tiga puluh
ribu seratus) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Sei Menggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis; dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 845 (delapan ratus empat puluh lima)
hektar, ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau publik; dan
b. ruang terbuka hijau privat.
(5) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf
a seluas kurang lebih 173 (seratus tujuh puluh tiga) hektar atau 30 %
dari luas kawasan budidaya perkotaan, terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau taman;
b. ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum;
c. ruang terbuka hijau sempadan jalan;
d. ruang terbuka hijau sempadan sungai;
e. ruang terbuka hijau hutan kota; dan
[29]
f. ruang terbuka hijau lapangan olah raga.
(6) Ruang terbuka hijau taman sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a, terdapat di setiap kecamatan dengan alokasi terpadu
dengan area pusat pelayanan kecamatan seluas kurang lebih 2
hektar.
(7) Ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum (TPU) sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b, meliputi TPU yang sudah ada dan
TPU yang akan dikembangkan di setiap Kecamatan seluas 10 ha.
(8) Ruang terbuka hijau sempadan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, terdiri dari sempadan jalan kolektor dan lokal,
serta jalan lingkar luar seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga)
hektar.
(9) Ruang terbuka hijau sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri dari sempadan Sungai Bolong, Sungai
Sembilang, Sungai Sedadap, Sungai Pancang, Sungai Nyamuk, dan
Sungai Bajau seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar.
(10) Ruang terbuka hijau hutan kota dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa Hutan Kota di Nunukan selatan Kecamatan Nunukan
selatan seluas kurang lebih 9,3 (sembilan koma tiga) hektar.
(11) Ruang terbuka hijau lapangan olah raga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f berupa lapangan olah raga yang terdapat di
dalam Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan,
Kecamatan Sebatik Utara, Kecamatan Sebatik Timur dan Kecamatan
Sebatik seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar.
(12) Ruang terbuka hijau privat kota di wilayah Pulau Nunukan dan
Pulau Sebatik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b seluas
kurang lebih 682 (enam ratus delapan puluh dua) hektar atau 30%
dari luas kawasan budidaya perkotaan meliputi :
a. ruang terbuka hijau pekarangan rumah; dan
b. ruang terbuka hijau perdagangan dan jasa;
Paragraf 3
Pasal 23
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf c meliputi:
a. kawasan suaka margasatwa (SM);
b. kawasan konservasi perairan daerah;
c. kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove;
d. Taman Nasional (TN); dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan Konservasi Perairan Daerah kurang lebih seluas 227 (dua ratus
dua puluh tujuh) hektar, di Desa Setabu Kecamatan Sebatik Barat dan
Tanjung Cantik Nunukan Barat.
[30]
a. Desa Stabu di Kecamatan Sebatik Barat; dan
b. Tanjung Cantik Desa Binusan di Kecamatan Nunukan.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 39.091,2 (tiga puluh Sembilan
ribu Sembilan puluh dua koma dua) hektar meliputi:
a. Kecamatan Sei. Menggaris;
b. Kecamatan Nunukan;
c. Kecamatan Nunukan Selatan;
d. Kecamatan Sebuku; dan
e. Kecamatan Sembakung;
(4) Taman nasional (TN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas
kurang lebih 303.637(tiga ratus tiga ribu enam ratus tiga puluh tujuh)
hektar berupa TN Kayan Mentarang berada di Kecamatan Lumbis Ogong,
Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e berupa kampung adat dan situs unggulan berskala
kabupaten meliputi:
a. rumah adat Tanjung Karya berada di Kecamatan Krayan;
b. rumah adat Tang Laan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
c. rumah adat Pa’ Upan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
d. rumah adat Terang Baru berada di Kecamatan Krayan;
e. rumah adat Binuang berada di Kecamatan Krayan Selatan; dan
f. Batu Sicien berada di Tang Paye di Kecamatan Krayan Selatan.
Paragraf 4
Pasal 24
[31]
(3) Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 1.163 (seribu seratus enam puluh tiga ribu) hektar tersebar
meliputi:
a. Pulau Nunukan; dan
b. Pulau Sebatik.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 22.471 (dua puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh satu)
hektar meliputi :
a. Kecamatan Sebatik Utara;
b. Kecamatan Sebatik Timur;
c. Kecamatan Sebatik;
d. Kecamatan Sebatik Tengah;
e. Kecamatan Sebatik Barat;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Sei Menggaris;
i. Kecamatan Sebuku;
j. Kecamatan Sembakung;
k. Kecamatan Sembakung Atulai;
l. Kecamatan Lumbis; dan
m. Kecamatan Lumbis Ogong.
Bagian Ketiga
Pasal 25
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan pertahanan dan keamanan; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
[32]
Paragraf 1
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf a meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi tetap;
b. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; dan
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditetapkan seluas kurang lebih 218.658,3 (dua ratus
delapan belas ribu enam puluh lima delapan koma tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis; dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditetapkan seluas kurang lebih 131.482,2 (seratus
tiga puluh satu ribu empat ratus delapan puluh dua koma dua) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Sebuku;
b. Kecamatan Tulin Onsoi;
c. Kecamatan Lumbis; dan
d. Kecamatan Lumbis.
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi konversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditetapkan seluas kurang lebih 20.662,1 (dua puluh
ribu enam ratus enam puluh dua koma satu) hektar dan berstatus holding
zone seluas kurang lebih 20.662,1 berada di Kecamatan Sebuku dan
Kecamatan Tulin Onsoi.
Paragraf 2
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;
[33]
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pertanian lahan basah; dan
b. pertanian lahan kering.
(3) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a seluas
kurang lebih 125.982 (seratus dua puluh lima ribu sembilan seratus
delapan puluh dua) hektar berupa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) berada di seluruh kecamatan.
(4) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
seluas kurang lebih 144.305 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus
lima) hektar berada di seluruh kecamatan.
(5) Pencadangan lahan untuk lokasi Food Estate di Kecamatan Nunukan
seluas 13.058 Ha, Kecamatan Sebuku seluas 3.652 Ha, dan Kecamatan
Sembakung seluas 1.153 Ha;
(6) Kawasan peruntukan perkebunan dengan komoditas unggulan berupa
kelapa sawit, kakao, kopi, karet dan vanili sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 309.601 (tiga ratus sembilan ribu
enam ratus satu) hektar tersebar di seluruh kecamatan, dengan rincian :
a. kelapa sawit di Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik Barat,
Kecamatan Sebatik, Sebatik Tengah, Kecamatan Sei Menggaris,
Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Sembakung,
Kecamatan Sembakung Atulai, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Lumbis
Ogong;
b. kakao di Kecamatan Sebatik Tengah, Kecamatan Sebatik Timur,
Kecamatan Sebatik, Kecamatan Barat;
c. kopi di Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan
Sebatik Tengah, Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan;
d. karet di Kecamatan Lumbis dan Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan
Sembakung; dan
e. vanili, Karet, Kopi, Tebu di Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan
Selatan;
c. Kawasan peruntukan peternakan dengan komoditas unggulan ternak
sapi/kerbau, ayam, itik seluas 500 Ha tersebar di seluruh wilayah
kecamatan; ternak babi pada Kecamatan Nunukan, Krayan dan Krayan
Selatan; serta Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan penggemukan sapi
seluas 5 Ha di Kecamatan Nunukan Selatan.
Paragraf 3
Pasal 28
Paragraf 4
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf d terdiri atas :
a. wilayah pertambangan mineral dan batubara; dan
b. wilayah pertambangan minyak dan gas bumi.
(2) Wilayah pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a berupa wilayah usaha pertambangan (WUP) terdiri atas :
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam dan batuan; dan
c. batubara.
(3) Mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi emas,
bouksit, besi dan nickel dengan sebaran lokasi meliputi :
[35]
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis;
h. Kecamatan Lumbis Ogong;
i. Kecamatan Krayan; dan
j. Kecamatan Krayan Selatan.
(4) Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi batu gunung, pasir, sirtu, batu gamping, pasir kuarsa dan
batubara muda dengan sebaran lokasi meliputi :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Timur;
d. Kecamatan Nunukan;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Sei Menggaris ;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Krayan; dan
m. Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tersebar di
Kecamatan :
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Sei Menggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Krayan; dan
h. Kecamatan Krayan Selatan.
(6) Wilayah pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi :
a. Star Energy di daratan dan pantai Pulau Nunukan dan Sebatik;
[36]
b. Pertamina – Medco JoB Sei. Menggaris di Sembakung;
c. ENI Oil di lepas pantai Sebatik (Karang Unarang – Ambalat);
d. PT. Medco EP Sembakung di Sebaung; dan
e. PT. Medco EP Nunukan di lepas pantai selatan Pulau Nunukan.
Paragraf 5
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf e terdiri atas :
a. industri menengah; dan
b. industri kecil dan rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri menengah beserta jasa pendukungnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi jasa pergudangan,
pengolahan kelapa sawit, perikanan dan lain-lain yang bersifat agroindusti
dengan uraian :
a. Kawasan pergudangan di Kecamatan Nunukan;
b. industri pengolahan kelapa sawit di Kecamatan Lumbis, Sebuku,
Sembakung dan Sei Menggaris ;
c. Industri perikanan di Kecamatan Sebatik dan dan di Mensapa
Kecamatan Nunukan Selatan
d. Industri lain yang bersifat agroindustri di wilayah perkotaan Pulau
Nunukan dan Pulau Sebatik
(3) Kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar pada pusat-pusat pemukiman
/kota kecamatan.
Paragraf 6
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf f terdiri atas :
a. pariwisata budaya; dan
b. pariwisata alam.
(2) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. kawasan wisata suku dayak Murud (Tegalen); dan
[37]
b. kawasan pembuatan garam gunung di Long Layu, Long Umung, Long
Medang.
(3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan wisata bahari meliputi :
1. Pantai Etcing berada di Kecamatan Nunukan Selatan;
2. Air Terjun Binusan berada di Kecamatan Nunukan; dan
3. Pantai Batu Lamampu berada di Kecamatan Sebatik.
b. kawasan ekowisata berupa Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)
berada di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan.
Paragraf 7
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf g terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a tersebar di wilayah :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Timur;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Sei Menggaris; dan
i. Kecamatan Sebuku;
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berlokasi tersebar di :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Utara;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Sei Menggaris;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;
[38]
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Lumbis Ogong;
m. Kecamatan Krayan; dan
n. Kecamatan Krayan Selatan.
(4) Luas Total Kawasan Permukiman di Kabupaten Nunukan seluas 14.981
Ha.
Paragraf 8
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pertahanan keamanan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 25 huruf h terdiri dari :
a. kawasan strategis hankam dengan radius 5 (lima) kilometer di sepanjang
perbatasan darat; dan
b. kawasan pemeriksaan dan pelayanan pertahanan keamanan.
(2) Kawasan pemeriksaan dan pelayanan pertahanan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan kepolisian resor, distrik militer, pangkalan angkatan laut,
komando taktis satuan tugas pengamanan perbatasan, kawasan polisi
militer, satuan marinir, bea cukai, imigrasi dan karantina kesehatan di
Nunukan;
b. kawasan kepolisian sektor, dan rayon militer di tiap-tiap kecamatan;
c. pos gabungan TNI dan pos-pos pengamanan perbatasan di Aji Kuning,
Sei Pancang, Sei Nyamuk, Pos Kaca, Sei. Menggaris, Tau Lumbis, Long
Midang Long Layu dan Pa’ Pani; dan
d. pos-pos pemeriksaan bea cukai, imigrasi dan karantina kesehatan pada
titik-titik perbatasan, pelabuhan dan bandara.
BAB VI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b berupa Kawasan
Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) meliputi:
a. KSN Kawasan Andalan Tarakan – Tanjung Palas – Nunukan – Pulau Bunyu
– Nunukan (TATAPAN BUMA);
b. KSK Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Mansapa;
c. KSK Coastal Road/Jalan lingkar Pulau Nunukan;
d. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Pulau Sebatik;
e. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Sei Menggaris;
f. kawasan Pertambangan batubara di Linuang Kayam Kecamatan
Sembakung, wilayah Sei. Menggaris di Kecamatan Sei. Menggaris dan di
Kecamatan Sebuku;
g. kawasan Pertambangan minyak dan gas bumi di Sebaung Kecamatan
Nunukan dan Desa Tepian Kecamatan Sembakung;
h. kawasan industri Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Sebuku, Sei.
Menggaris dan Lumbis;
i. kawasan Transmisi Kabel Bawah Laut dari wilayah Desa Tepian ke Pulau
Nunukan, dan dari wilayah Sedadap Pulau Nunukan ke Liang Bunyu
Pulau Sebatik; dan
j. kawasan strategis perlindungan dan pelestarian alam yaitu Taman
Nasional Kayan Mentarang.
BAB VII
[40]
Pasal 37
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. indikasi program utama;
b. indikasi lokasi;
c. indikasi sumber pendanaan;
d. indikasi pelaksana kegiatan; dan
e. indikasi waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.
(3) Indikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di
wilayah Kabupaten.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. dana Pemerintah Pusat;
b. dana Pemerintah Provinsi;
c. dana Pemerintah Kabupaten;
d. dana BUMN;
e. dana swasta; dan
f. dana masyarakat.
(5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Kabupaten;
d. BUMN;
e. Swasta; dan
f. Masyarakat.
(6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
sampai tahun 2032 dibagi kedalam 4 (empat) tahap meliputi :
a. tahap pertama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016;
b. tahap kedua tahun 2017 sampai dengan tahun 2021;
c. tahap ketiga tahun 2022 sampai dengan tahun 2026; dan
d. tahap keempat tahun 2027 sampai dengan 2032.
(7) Rincian indikasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
[41]
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 38
Indikasi program struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. pengembangan sistem pusat kegiatan; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah.
Paragraf 1
Pasal 39
(1) Pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 huruf a terdiri atas :
a. pengembangan sistem perkotaan; dan
b. pengembangan sistem perdesaan.
(2) Pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan PKL meliputi :
1. penyusunan RDTR perkotaan PKL;
2. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
3. penyediaan sarana dan prasarana pendukung kewilayahan.
b. pengembangan PPK meliputi :
1. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
2. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.
(3) Pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
b. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.
Paragraf 2
Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 40
(1) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan prasarana utama; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya.
[42]
(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
b. pengembangan sistem jaringan perkeretaapian;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi laut; dan
d. pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
(3) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan jalan dan jembatan;
b. pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. pengembangan jaringan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan.
(4) Pengembangan jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan dan peningkatan ruas jalan kolektor primer 1 nasional;
b. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan provinsi
pada wilayah kabupaten;
c. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan kabupaten;
d. pembangunan jembatan; dan
e. pemeliharaan jembatan.
(5) Pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pembangunan terminal penumpang Tipe A;
b. pembangunan terminal penumpang Tipe B; dan
c. pembangunan dan optimalisasi terminal penumpang Tipe C.
(6) Pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pengembangan perlengkapan jalan dan penerangan jalan umum (PJU);
b. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor; dan
c. penataan jaringan trayek angkutan penumpang.
(7) Pengembangan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d diwujudkan dengan indikasi
program meliputi:
a. pembangunan sarana dan prasarana lalu lintas angkutan sungai dan
penyeberangan; dan
b. pengembangan angkutan perintis sungai dan penyeberangan.
(8) Pengembangan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. peningkatan jalur kereta api; dan
b. pengembangan stasiun kereta api.
[43]
(9) Pengembangan jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan pelabuhan, terminal khusus dan dermaga; dan
b. penataan alur pelayaran lalu lintas laut.
(10) Pengembangan jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. delineasi kawasan bandara udara; dan
b. penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
(11) Pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan energi;
b. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. pengembangan sistem jaringan sumber daya air;
d. pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi.
(12) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat
(11) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan gardu induk;
b. pengembangan jaringan energi listrik;
c. pengembangan pembangkit listrik eksisting;
d. pembangunan atau pengembangan PLTMH;
e. pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi;
f. pembangunan pembangkit listrik tenaga angin;
g. pemanfaatan PLTU;
h. pengembangan sumber energi bahan bakar nabati dan biogas;
i. pemanfaatan teknologi sel surya;
j. pengembangan SPPBE; dan
k. pengembangan SPBU.
(13) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. perluasan jaringan telepon kabel atau teresterial;
b. perluasan jaringan telepon nirkabel; dan
c. pengembangan sistem jaringan satelit.
(14) Pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan wilayah sungai (WS) berupa WS lintas negara;
b. pengelolaan waduk, dan embung;
c. pengelolaan jaringan irigasi;
d. pengembangan jaringan air baku untuk air minum meliputi:
1. pengembangan penyediaan air baku pertanian;
[44]
2. pengembangan penyediaan air baku industri; dan
3. pengembangan penyediaan air minum;
e. pengembangan jaringan air bersih ke kelompok pengguna meliputi:
1. peningkatan sistem jaringan pipa air bersih hingga ke wilayah
perdesaan.
2. pengembangan kemitraan dalam rangka peningkatan jaringan air
bersih ke wilayah yang belum terjangkau; dan
3. pengembangan sistem penyediaan air bersih oleh masyarakat berupa
pembentukan kelembagaan pengelola air di perdesaan.
f. pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi:
1. pembangunan perbaikan infrastruktur pengendali banjir meliputi :
a) check dam;
b) tanggul;
c) dam pengendali;
d) saluran pembuangan; dan
e) bendung.
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendali banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan tata guna lahan dataran banjir;
7. penataan daerah lingkungan sungai;
8. peningkatan peran masyarakat;
9. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir;
10. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
11. pengelolaan keuangan penanganan bencana.
(15) Pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (11) huruf d meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan drainase;
b. pengembangan sistem jaringan persampahan;
c. pengembangan sistem jaringan air minum; dan
d. pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah.
(16) Pengembangan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan jaringan drainase primer;
b. pengembangan jaringan drainase sekunder; dan
c. pengembangan jaringan drainase tersier.
(17) Pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten;
[45]
b. pengembangan teknologi komposing;
c. penyediaan TPS di setiap pusat kegiatan;
d. optimalisasi sistem pengelolaan sampah;
e. pengembangan TPPAS regional; dan
f. penerapan sistem 3R.
(18) Pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum
perkotaan;
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan kran umum.
(19) Pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan limbah domestik; dan
b. pengelolaan limbah industri.
(20) Pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan jalur evakuasi;
b. penyediaan ruang evakuasi; dan
c. penyediaan kelengkapan ruang evakuasi.
Bagian Ketiga
Pasal 41
Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan kawasan lindung; dan
b. pengembangan kawasan budidaya.
Paragraf 1
Pasal 42
(1) Pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf a terdiri atas:
a. pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. pengembangan kawasan perlindungan setempat;
c. pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan
cagar budaya; dan
[46]
d. pengembangan kawasan rawan bencana alam;
(2) Pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya berupa hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan lindung di dalam kawasan hutan;
b. perlindungan kawasan serta peningkatan kualitasnya;
c. pengembalian fungsi lindung dengan rehabilitasi dan reboisasi;
d. pengembangan hutan dan tanaman tahunan;
e. perlindungan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan; dan
f. pemeliharaan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan.
(3) Pengembangan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan perlindungan setempat;
b. penataan ruang kawasan sempadan pantai;
c. penataan ruang kawasan sempadan sungai;
d. penataan ruang kawasan sekitar waduk atau danau;
e. penataan ruang kawasan sekitar situ;
Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Budidaya
Pasal 43
(1) Pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi;
b. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;
c. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;
d. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;
e. pengembangan kawasan peruntukan industri;
f. pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
g. pengembangan kawasan peruntukan permukiman; dan
h. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.
(2) Pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan hutan produksi;
b. pemanfaatan atau penguasaan hutan produksi terbatas secara lestari;
c. pemanfaatan komoditas hasil hutan;
d. pengelolaan hutan produksi berbasis masyarakat; dan
e. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(3) Pengembangan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan tanaman pangan;
b. pengembangan kawasan pertanian hortikultura;
c. pengembangan kawasan perkebunan; dan
d. pengembangan kawasan peternakan.
(4) Pengembangan kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a meliputi:
a. pengembangan pertanian lahan basah; dan
b. pengembangan pertanian lahan kering.
(5) Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
[48]
a. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan berupa
sawah seluas kurang lebih 8.938 (Delapan Ribu Sembilan Ratus Tiga
Puluh Delapan) hektar;
b. peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan berupa
intensifikasi, diversifikan dan pola tanam;
c. pengembangan pertanian lahan basah dengan dukungan irigasi;
d. peningkatan keterampilan pertanian;
e. pengembangan sarana dan prasarana pendukung; dan
f. pengembangan pertanian terpadu.
(6) Pengembangan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan pertanian lahan kering;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian; dan
c. bimbingan dan penyuluhan.
(7) Pengembangan kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan hortikultura;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya hortikultura; dan
c. pengembangan manajemen pengelolaan.
(8) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan perkebunan;
b. pengembangan perkebunan besar dengan pelibatan masyarakat dalam
pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR);
c. pengembangan perkebunan rakyat mandiri dan atau plasma dalam pola
PIR;
d. intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan;
e. peremajaan tanaman yang sudah tua; dan
f. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(9) Pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. identifikasi dan inventarisasi kawasan pengembangan peternakan;
b. intensifikasi dan optimalisasi budidaya peternakan;
c. pembangunan pasar hewan;
d. pengembangan breeding center;
e. penyediaan insfrastruktur pendukung kegiatan peternakan; dan
f. pengembangan manajemen pengelolaan.
(10) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan pengembangan perikanan;
b. intensifikasi dan kemitraan dalam kegiatan perikanan;
[49]
c. pengembangan perikanan unggulan;
d. pengembangan tempat pembenihan ikan;
e. peningkatan produksi ikan; dan
f. peningkatan pengelolaan dan pelestarian sumber daya perikanan.
(11) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program
meliputi :
a. penataan dan penelitian potensi zona pertambangan;
b. pengembangan kawasan pertambangan secara kewilayahan;
c. penetapan kawasan peruntukan pertambangan;
d. penyusunan peraturan perizinan kegiatan pertambangan;
e. penertiban kegiatan pertambangan liar;
f. pendataan ulang izin pertambangan;
g. reklamasi kawasan pasca tambang;
h. reboisasi tanaman di sekitar kawasan pertambangan; dan
i. pengembangan kegiatan pertambangan umum lainnya.
(12) Pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan kegiatan industri menengah;
b. penataan dan pengembangan kegiaan industri kecil dan menengah
sesuai potensi wilayah;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan industri;
d. pengembangan aneka produk olahan;
e. peningkatan sistem pemasaran;
f. promosi kepada calon investor; dan
g. peningkatan kemitraan antar-industri.
(13) Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
b. penataan dan pengendalian pembangunan kawasan wisata;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan wisata;
d. promosi ke daerah-daerah potensial wisatawan;
e. pengembangan manajemen pengelolaan; dan
f. optimalisasi pengelolaan wilayah pengembangan pariwisata.
(14) Pengembangan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan;
b. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan;
c. pengendalian pertumbuhan pembangunan permukiman;
d. pengembangan perumahan harga terjangkau;
[50]
e. penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman;
f. peningkatan sanitasi lingkungan permukiman;
g. peningkatan kualitas sarana dan prasarana permukiman; dan
h. penyiapan lahan kasiba dan lisiba.
(15) Pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h meliputi :
a. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa;
b. pengembangan kawasan pesisir dan laut;
c. pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan;
d. pengembangan kawasan pemerintahan; dan
e. pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum.
(16) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan sarana perdagangan dan jasa dalam rangka mendukung
sistem perkotaan; dan
b. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dalam rangka
mendukung PKW Nunukan;
(17) Pengembangan kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan pesisir dan laut; dan
b. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan sekitar pesisir dan laut;
(18) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
berupa pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan.
(19) Pengembangan kawasan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf d diwujudkan dengan indikasi program berupa pembangunan
infrastruktur kawasan pemerintahan.
(20) Pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan fasilitas permukiman perkotaan;
b. pengembangan fasilitas permukiman perdesaan;
c. pengembangan fasilitas pendidikan;
d. pengembangan fasilitas kesehatan;
e. pengembangan fasilitas peribadatan;
f. pengembangan fasilitas kebudayaan, olah raga dan rekreasi;
g. pengembangan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum; dan
h. pengembangan fasilitas perekonomian/jasa.
BAB VII
Bagian Kesatu
[51]
Umum
Pasal 44
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri
atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. sanksi administratif.
Bagian Kedua
Pasal 45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1) huruf a digunakan sebagai pedoman penyusunan peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) digunakan sebagai pedoman bagi Kabupaten dalam
menerbitkan perizinan.
Bagian Ketiga
Pasal 46
Paragraf 1
[52]
Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan.
Paragraf 2
Pasal 48
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana utama; dan
[54]
Pasal 49
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan
jembatan;
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan
jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat kegiatan yang mempunyai spesifikasi dan pelayanan lebih tinggi
daripada jalan umum yang ada;
f. pembatasan alih fungsi lahan budidaya disepanjang jalan tol agar tidak
mengganggu fungsinya.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan utama pada skala pelayanan nasional dan
provinsi;
[55]
b. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
bangunan yang terletak ditepi jalan arteri primer;
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan kolektor primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan pada skala provinsi;
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan dalam wilayah pada skala kabupaten;
[56]
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana
lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa pembangunan dan peningkatan terminal penumpang dan barang
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana terminal, sub terminal bagi pergerakan
orang, barang dan kendaraan;
Pasal 50
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta
api; dan
[57]
b. ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api
sesuai standar.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta
api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api disusun
dengan intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan
pengembangan ruangnya dibatasi;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api
sesuai standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun
dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk peningkatan sarana dan prasarana stasiun kereta
api bagi peningkatan pelayanan;
Pasal 51
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar pelabuhan; dan
[58]
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air
yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan
Pasal 52
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf d disusun dengan
ketentuan:
a. pengendalian
pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan
pengembangan kawasan bandara;
Pasal 53
Pasal 54
[59]
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b
disusun dengan ketentuan :
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan, berupa lahan basah dan lahan
kering maupun ruang terbuka hijau sepanjang tidak menganggu batas
yang ditetapkan;
Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf c
meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar wilayah sungai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk dan embung;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah
irigasi;
[60]
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas
maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar daerah
irigasi yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air; dan
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana air bersih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas
maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sumber
daya air yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai dan
waduk agar tetap dapat dijaga kelestarian lingkungan dan fungsi
lindung kawasan.
Pasal 56
[61]
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
pengelolaan limbah.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan air
minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas
maupun kuantitas air;
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi:
[62]
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan
dan bentang alam yang akan menganggu unit pengolahan limbah
domestik;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan limbah domestik dengan radius kurang lebih 100,00 m2;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan limbah
domestik agar tetap dapat dijaga keberlanjutannya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan
dan bentang alam yang akan menganggu unit pengolahan air limbah
industri;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan air limbah industri dengan radius kurang lebih 150,00 m;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan air
limbah industri agar tidak menimbulkan pencemaran dan dampak
lingkungan.
Pasal 57
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang evakuasi
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf e disusun
dengan ketentuan :
a. keberadaan ruang terbuka diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan
lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas lingkungan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di ruang terbuka
yang dapat mengganggu jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
[63]
Bagian Keempat
Pasal 58
Paragraf 1
Pasal 59
[65]
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. ketentuan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan berlaku meliputi:
1. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul
di luar kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul di dalam kawasan perkotaan;
2. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50
meter di kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan;
3. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter;
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;
c. diperbolehkan membangun waduk yang digunakan untuk pariwisata
selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada;
[66]
2. kawasan sempadan waduk kecil ditetapkan selebar 50 (lima puluh)
meter di sekitar genangan dari air pasang tertinggi;
3. kriteria garis sempadan bangunan terhadap waduk paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi:
a. diizinkan kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;
[67]
d. pelarangan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
e. pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam
dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun
dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan adanya alih fungsi kawasan dan hanya
dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pariwisata;
b. dilarang melakukan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai
dengan fungsi kawasan; dan
c. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana pada kawasan
situs-situs yang dijadikan objek wisata dengan syarat berada di luar
situs.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin puting beliung
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bagi kegiatan budidaya secara terbatas;
Paragraf 2
Pasal 60
[69]
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumber daya kehutanan;
b. pembatasan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan;
c. tidak diperbolehkan kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi
yang menimbulkan gangguan lingkungan;
d. diperbolehkan adalah kegiatan wisata;
e. tidak diperbolehkan alih fungsi kawasan hutan produksi untuk kegiatan
lain di luar kehutanan; dan
[70]
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan alih fungsi lahan pertanian lahan kering tidak produktif
menjadi peruntukan lain secara selektif;
[72]
d. pelarangan kegiatan penambangan di kawasan rawan bencana dengan
tingkat kerentanan tinggi;
[73]
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang kegiatan industri baik sesuai dengan
kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan SDM
di sekitarnya;
[74]
c. diwajibkan penerapan ciri khas arsitektur daerah setempat pada setiap
bangunan hotel dan fasilitas penunjang pariwisata;
i. jarak lokasi pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar
tradisional paling sedikit 2 km.
(17) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf b disusun dengan ketentuan :
a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/ nelayan dengan
kepadatan rendah;
[77]
(21) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan enclave sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan
mengembangkan aktivitas budidaya produktif yang
mendukung fungsi kawasan lindung hutan dengan luasan tetap; dan
Bagian Kelima
Pasal 61
Ketentuan Perizinan
Paragraf 1
Umum
Pasal 62
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf
b adalah ketentuan perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang
yang menurut ketentuan perundang-undangan harus ditempuh dan
dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(4) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah :
a. Izin lokasi dan/atau fungsi ruang;
c. Kualitas ruang.
(5) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan
untuk :
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
(6) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona
berdasarkan rencana tata ruang.
(8) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan biaya untuk
administrasi perizinan.
[79]
Paragraf 2
Pasal 63
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2)
huruf a meliputi :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah izin yang
diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan aktivitasnya, dengan ketentuan :
a. izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan
dalam rangka pemanfaatan ruang;
b. izin lokasi diberikan berdasarkan izin prinsip apabila berdasarkan
peraturan daerah yang berlaku diperlukan izin prinsip;dan
c. izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten.
(4) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah izin pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan.
(5) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
adalah izin untuk melakukan kegiatan pembangunan fisik bangunan yang
diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan mendirikan
bangunan.
(6) Izin lain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah izin
usaha pengembangan sektoral yang disyaratkan sesuai peraturan
perundang-undangan.
[80]
Paragraf 3
Pasal 64
g. izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh pemerintah
kabupaten dengan memberikan ganti kerugian yang layak;
h. Setiap pejabat pemerintah kabupaten yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan rekomendasi dan/ atau izin
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
i. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada huruf f dan ayat
(7) dan ayat (9) diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketujuh
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
[81]
Paragraf 1
Umum
Pasal 65
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) huruf c meliputi:
Paragraf 2
Pasal 66
(1) Insentif yang diberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf a meliputi:
a. insentif yang diberikan kepada masyarakat yang lahannya dijadikan
lahan pertanian berkelanjutan;
(2) Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang mau lahannya dijadikan
lahan pertanian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kemudahan memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, pupuk dan
pemasaran;
(3) Insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kemudahan prosedur perizinan;
[82]
b. pemberian penghargaan; dan
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur.
(4) Insentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan atau desa apabila
dalam pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. kemudahan prosedur perizinan;
Paragraf 3
Pasal 67
c. pengenaan kompensasi;
e. penalti.
c. pemecatan.
Bagian Kedelapan
Arahan Sanksi
Pasal 68
(1) Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat
pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang
dilakukan oleh penerima izin maupun pemberi izin.
[84]
i. denda administratif.
Pasal 69
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf a
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penertiban surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu maksimal 7 (tujuh) hari.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang denga bantun aparat penertiban melakukan penutupan
lokasi secara paksa; dan
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan ijin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;
[86]
f. memberitahukan kepada pemanfaatan ruang mengenai status izin yang
telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan
penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perijinan dengan arahan pola pemanfaatan
ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk menagntisipasi hal-hal akiat
pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh ejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
e. menertibkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
(8) Pemulihan fungsi uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5)
huruf h dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-
bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
[87]
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemnfaatan
ruang menerbikan surat pemberitahuan pperintah pemulihan fungsi
ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar dikemudian hari.
(9) Batas waktu pengenaan sanksi administratif secara berjenjang maksimal
90 (sembilan puluh) hari.
(10) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf
i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan
sanksi administratif sebesar 10 kali nilai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Pemanfaatan ruang yang sudah ada sebelum Peraturan Daerah ini
diundangkan dan tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang, maka :
(1) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan tidak mengubah perwujudan sektor/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut dapat diteruskan;
(2) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(3) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya tidak mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan
ruang, maka kegiatan tersebut dapat diizinkan dengan mengikuti prosedur
tertentu melalui pembayaran retribusi dan denda sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(4) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut harus dibongkar atau dihentikan.
BAB IX
[88]
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 70
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, apabila terjadi perubahan
peruntukan kawasan hutan di Wilayah Kabupaten Nunukan oleh Menteri
Kehutanan, maka Peraturan Daerah ini akan di integrasikan dengan
perubahan tersebut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 71
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapkan dengan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah
kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Kabupaten
Nunukan dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan dan/atau keputusan
Bupati.
Pasal 73
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Nunukan.
Ditetapkan di Nunukan
pada tanggal
BUPATI NUNUKAN,
Diundangkan di Nunukan
pada tanggal ............................. 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN NUNUKAN
ttd
[89]
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN
TAHUN 2012 - 2032
I. UMUM
1. Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan sebagai bagian dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan
demi kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang
memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam
hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan
manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar
sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah,
karena ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan
kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya,
haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang
wilayah Kabupaten Nunukan meliputi tiga matra, yakni ruang daratan,
ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Kabupaten Nunukan sebagai unsur lingkungan hidup,
terdiri atas berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub
sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya
dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan
lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada
corak dan daya dukungnya akan meningkatkan keselarasan,
keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya
tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh
kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem dengan
keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia.
Karakteristik ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia,
sebaliknya kegiatan manusia dapat merubah, membentuk dan
mewujudkan ruang dengan segala unsurnya. Kecepatan perkembangan
manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud pemanfaatan
ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang
[90]
tidak segera terwujud secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu,
rencana tata ruang wilayah yang disusun, haruslah dapat menampung
segala kemungkian perkembangan selama kurun waktu tertentu.
3. Ruang wilayah Kabupaten Nunukan, mencakup wilayah kecamatan
yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-
satuan ruang yang disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan
terdapat macam dan budaya manusia yang berbeda, sehingga diantara
berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan
perkembangan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya
ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana
tata ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i)
keseimbangan antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam
memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang ; (ii)
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar
kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas
masyarakat dalam arti luas.
4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik
tempat untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan
pertanian maupun lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri,
pariwisata, pemukiman dan administrasi pemerintahan, potensial
meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan
pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan tata ruang
yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan berbagai kegiatan
pemanfaatan ruang dan sumber daya yang terdapat di dalamnya dapat
berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah pembangunan
Daerah Kabupaten Nunukan
5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak
pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses
penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai
hal yang responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan
yang tanggap terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang
potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut
diimplementasikan. Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang,
sebenarnya ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, kewajiban
Pemerintah untuk memberikan informasi, Kedua, hak masyarakat
untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada dasarnya
dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan
adanya jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah
untuk memberi informasi yang menyangkut rencana
kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena
(langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah,
mengandung makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat
dalam prosedur administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang
pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme seperti
itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak sebelum
mengambil keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan
suasana saling percaya antara pemerintah dan rakyat sehingga dapat
mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta memungkinkan
terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah.
[91]
6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status
dan bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi
syarat-syarat hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat
dan memberi kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur
pemerintah termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas
melaksanakan dan mempertahankan rencana, yang sejak
perencanaannya sampai penetapannya memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status
hukum, maka rencana itu terdiri atas atas susunan peraturan-
peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan yang didasarkan
kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum.
7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal
78 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling
lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diberlakukan.
Dengan demikian maka Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor
12 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nunukan harus segera diganti dengan Peraturan Daerah baru untuk
disesuaikan dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
8. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah baru
yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program
pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan
masyarakat secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah
sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem
perundang-undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan
umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak
Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan
kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan
peraturan perundang-undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat
batas kompetensi formal atau kepentingan Daerah yang bersangkutan,
tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain
atau kepentingan nasional secara keseluruhan.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[92]
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
[93]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
[94]
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
[95]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Penetapan jaringan kolektor primer 1 (K-1) mengacu pada
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai
Jalan Arteri Dan Jalan Kolektor 1.
Huruf b
Penetapan jaringan strategis nasional mengacu pada
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[96]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Penetapan jaringan jalur kereta api nasional berdasarkan UU No.
23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
[97]
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
[98]
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Ayat (2)
[99]
Penetapan wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 11 A/PRT/M/2006.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
[100]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[101]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
[102]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
[103]
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[104]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[105]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[106]
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
[107]
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[108]
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
[109]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
[110]
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Pasal 35
[111]
Cukup Jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
[112]
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
.
Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
[113]
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
` Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[114]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (10)
[115]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
[116]
Cukup jelas
Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas
[117]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[118]
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
[119]
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[120]
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
[121]
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[122]
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
[123]
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[124]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
[125]
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (18)
Cukup Jelas
Ayat (19)
Cukup Jelas
Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas
[126]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[127]
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
[128]
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
[129]
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
[130]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
[131]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
[132]
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
[133]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
[134]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Ayat (1)
[135]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
[136]
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
[137]
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[138]
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
[139]
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
[140]
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
[141]
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
[142]
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
[143]
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
[144]
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas
[145]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[146]
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas
[147]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (21)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
[148]
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
[149]
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
[150]
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Ayat (1)
[151]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
[152]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
[153]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
[154]
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
[155]
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[156]
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
[157]
Cukup Jelas
[158]