You are on page 1of 158

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN


NOMOR …. TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN


TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NUNUKAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun


2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan kepada
Kabupaten/Kota untuk menyusun Peraturan Daerah
tentang Tata Ruang Wilayah dengan mengacu kepada
Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar-sektor dan antar wilayah, dalam
pemanfaatan ruang di Kabupaten Nunukan, diperlukan
pengaturan penataan ruang secara serasi, selaras,
seimbang, berdayaguna, berhasilguna, berbudaya dan
berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan, maka perlu membentuk
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Nunukan Tahun 2012 - 2032.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4412) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

[1]
2. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan
Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47
Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3477);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4411);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
[2]
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4726);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk RTRW (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3034);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160).

[3]
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
dan
BUPATI NUNUKAN

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2012 – 2032.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Nunukan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nunukan.
3. Bupati adalah Bupati Nunukan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
10. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
11. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW
Kabupaten adalah rencana tata ruang wilayah yang mengatur rencana
struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten.
13. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan
fungsional.

[4]
14. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasional, atau beberapa provinsi.
15. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten/kota.
16. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah
kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dapat berfungsi melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
17. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang
menghubungkan kawasan perkotaan dan perdesaan skala kabupaten atau
kecamatan.
18. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah
kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan
kawasan perbatasan Negara.
19. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa, atau berpotensi untuk melayani kegiatan kecamatan-
kecamatan wilayah belakangnya atau melayani antar kecamatan,
khususnya kecamatan yang berdekatan.
20. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
atau berpotensi sebagai pusat kegiatan yang melayani desa/ kelurahan
yang ada di kecamatan tersebut.
21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
22. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
23. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
24. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
25. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
26. Sempadan jalan adalah garis batas tertentu sebelah kanan kiri sumbu
jalan yang merupakan batas luar dari bidang tanah yang dibatasi oleh
penguasa jalan.
27. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai

[5]
dan/atau pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
km2.
28. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
29. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi.
30. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
31. Irigasi perdesaan adalah jaringan irigasi desa yaitu jaringan irigasi yang
dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
32. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
33. Sempadan adalah kawasan tertentu di sekeliling, sepanjang atau di kiri
kanan serta atas dan bawah sumber air yang mempunyai manfaat penting
untuk melestarikan sumber air.
34. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
35. Garis sempadan pantai yang selanjutnya disebut GSP adalah kawasan
tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Perlindungan terhadap
sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan
yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
36. Sungai adalah tempat atau wadah air berupa jaringan pengaliran air mulai
dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri di sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan.
37. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk
menampung air hujan dan air limpasan atau air rembesan dari lahan
tadah hujan sebagai cadangan kebutuhan air pada musim kemarau.
38. Danau adalah wadah air yang terbentuk secara alamiah, dapat berupa
bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya jauh melebihi ruas-ruas
lain dari sungai yang bersangkutan.
39. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya.
40. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
41. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air
bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
42. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
[6]
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan.
43. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.
44. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang
untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan
perlindungan terhadap habitatnya.
45. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan
atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan
rekreasi.
46. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
47. Kawasan rawan bencana adalah kawasan dengan kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada
satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan
untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
48. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi
geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang
mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi.
49. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang
sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi
dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah
ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang merugikan
manusia.
50. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
51. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan yang diperuntukan
untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
hutan.
52. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah,
kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman
tahunan/perkebunan, dan peternakan.
53. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten
guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan nasional.
54. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya

[7]
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
55. Kawasan minapolitan adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi
berbasis sektor kelautan dan perikanan yang dikembangkan secara
terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.
56. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah
memiliki izin usaha kawasan industri.
57. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
58. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang memiliki
potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud mineral logam,
mineral non logam, dan panas bumi berdasarkan peta/data geologi dan
merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan
yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi
produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun
perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budi
daya maupun kawasan lindung.
59. Kawasan Perikanan dan Kelautan adalah Kawasan pada wilayah perairan
di daratan, pesisir dan laut kabupaten yang di manfaatkan sebagai wilayah
perikanan budidaya dan tangkap, perlindungan dan pelestarian alam serta
berbagai fungsi kelautan.
60. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi
kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata
termasuk pengusa-haan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang terkait di bidang kepariwisataan.
61. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
62. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
63. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
64. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang
diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk
pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi
pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
65. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan
dan keamanan.

[8]
66. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkkungan,
termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
67. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disebut KSK adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi,
sosial, budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi.
68. Holding Zone adalah kawasan Budidaya Kehutanan dan/atau kawasan
lindung yang telah disetujui untuk diubah fungsi kawasannya namun
belum mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan.
69. Prinsip-prinsip mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
70. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalurdan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
71. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
72. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
73. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
74. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
75. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan
kedalamnya.
76. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.
77. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam
lingkungan permukiman.
78. Fasilitas umum adalah fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus dan fasilitas sosial.
79. Kabupaten daratan Kalimantan (mainland) adalah wilayah Kabupaten
Nunukan yang terletak di daratan Pulau Kalimantan.

[9]
80. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
81. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
82. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang.
83. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
84. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
85. Badan hukum adalah perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama
atau membentuk badan usaha bertujuan profit maupun non profit dan
merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh hukum.
86. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang di Kabupaten Nunukan dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di Kabupaten.
87. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum.
88. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul
atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
89. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
90. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan
ruang.
91. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
92. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
93. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
94. Klaster ekonomi adalah kawasan yang memiliki potensi perkembangan
ekonomi dari berbagai aspek yang didukung oleh sarana prasarana
pendukung dan diprioritaskan pembangunannya.

[10]
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 1
Tujuan penataan ruang wilayah adalah terwujudnya Kabupaten Nunukan
sebagai wilayah yang pro rakyat berbasis agroindustri, kelautan dan
konservasi, berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang

Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 2
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah
Kabupaten Nunukan.
(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan terkait pengembangan agroindustri;
b. pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan sarana dan
prasarana wilayah secara berjenjang dan sinergis;
c. pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem
wilayah;
d. pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan; dan
e. peningkatan fungsi kawasan kepentingan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang

Pasal 3
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten.
(2) Pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan terkait pengembangan agroindustri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dengan strategi meliputi:
a. menetapkan pengembangan klaster ekonomi;
b. memantapkan ekonomi utama yang telah ada dan diversifikasi;

[11]
c. mengoptimalkan distribusi spasial kegiatan ekonomi; dan
d. memperkuat keterkaitan internasional dalam pemasaran produk lokal;
(3) Pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan prasarana
wilayah secara berjenjang dan sinergis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi:
a. memantapkan pengembangan PKW didukung oleh pusat kegiatan PKL,
PPK dan PPL yang saling berhirarki dan saling interdependen;
b. memantapkan dan meningkatkan peranan PKSN di kabupaten sebagai
pintu gerbang internasional, pos lintas batas, simpul utama
transportasi, dan pusat pertumbuhan ekonomi;
c. meningkatkan keterkaitan antara PKW, PKL, PPK, dan PPL melalui
keterpaduan sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;
d. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi
wilayah yang seimbang dan terpadu;
e. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan energi
listrik, dan telekomunikasi dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan
masyarakat;
f. meningkatkan keterpaduan pendayagunaan sumber daya air melalui
peningkatan kapasitas pelayanan jaringan irigasi dan sumber-sumber
air untuk pengairan; dan
g. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air
limbah, drainase, dan persampahan secara terpadu melalui kemitraan
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
(4) Pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem
wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dengan
strategi meliputi :
a. meningkatkan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan
hutan;
b. memulihkan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah
fungsi;
c. membatasi pengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan
lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang
mendorong alih fungsi lahan lindung;
d. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
buatan pada kawasan lindung; dan
e. menetapkan kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis sebagai
kawasan lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan
untuk kegiatan budidaya lainnya.
(5) Pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d
dengan strategi meliputi :
a. meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, perkebunan dan
perikanan yang berorientasi pada keunggulan kompetitif; dan
b. membatasi kegiatan budidaya yang berpotensi tidak sesuai dengan
daya dukung lingkungan;

[12]
(6) Peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e
dengan strategi meliputi:
a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi
khusus Pertahanan dan Keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan khusus pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan.

BAB III
FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Pasal 4

(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arah struktur dan pola ruang
pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan daerah serta penyelaras
kebijakan penataan ruang di Kabupaten.

(2) RTRW Kabupaten Juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan


rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dan pedoman
dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang kabupaten.

(3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah :


a. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang Kabupaten
dan sebagai pedoman untuk pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan
ruang dan pengendalian di Kabupaten Nunukan;

b. Sebagai dasar pertimbangan penyelarasan penataan antara wilayah lain


yang berbatasan dan kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten, lintas
kecamatan dan lintas ekosistem.

[13]
BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(3) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem jaringan prasarana lainnya.
(4) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Bagian Kedua

Sistem Pusat Kegiatan


Paragraf 1
Sistem Perkotaan
Pasal 6
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
terdiri atas :
a. PKSN
b. PKW;
c. PKWp;
d. PKL; dan
e. PPK
(2) PKSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Nunukan di Kecamatan Nunukan;
b. Sei Menggaris di Kecamatan Nunukan; dan
c. Long Midang di Kecamatan Krayan.

[14]
(3) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kawasan perkotaan Nunukan di Kecamatan Nunukan; dan
b. wilayah Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Sungai Nyamuk di Kecamatan Sebatik Timur;
b. Long Bawan di Kecamatan Krayan; dan
c. Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.
(5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. Perkotaan Mensalong di Kecamatan Lumbis;
b. Perkotaan Pembeliangan di Kecamatan Sebuku;
c. Perkotaan Atap di Kecamatan Sembakung; dan
d. Srinanti di Kecamatan Sei Menggaris .
(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. Binalawan di Kecamatan Sebatik Barat;
b. Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
c. Lembudud di Kecamatan Krayan;
d. Seipancang di Kecamatan Sebatik Utara; dan
e. Tanjung Karang di Kecamatan Sebatik.

Paragraf 2

Sistem Perdesaan

Pasal 7
(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
berupa PPL.
(2) PPL terdiri atas pusat permukiman yang tidak termasuk PKSN, PKW,
PKWp, PKL, atau PPK.
(3) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Makmur di Kecamatan Tulin Onsoi.
b. Bambangan di Kecamatan Sebatik Barat;
c. Aji Kuning di Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Sekikilan di Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Saduman di Kecamatan Sembakung Atulai; dan
f. Tanjung Aru di Kecamatan Sebatik Timur.

[15]
Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 8
Sistem jaringan prasarana utama Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan perkeretaapian;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan dan jembatan;
b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. jaringan transportasi sungai dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
b. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;
c. jaringan jalan kabupaten; dan
d. jembatan.
(3) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1) meliputi:
1. ruas jalan Mensalong – Simpang Tiga Apas;
2. ruas jalan Simpang Tiga Apas – Sei Menggaris;
3. ruas jalan Sei Menggaris – Sei Ular;
4. ruas jalan Sei Menggaris – Batas Negara; dan
5. ruas jalan lingkar Pulau Sebatik.
b. jaringan jalan strategis nasional meliputi :
1. ruas jalan Mensalong – Tau Lumbis – Batas Negara Malaysia;

[16]
2. ruas jalan Long Midang (Batas Negara) – Long Semamu di
Kabupaten Malinau; dan
3. ruas jalan Lingkar Sebatik di Pulau Sebatik;
c. pengembangan jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1), yaitu jalan lingkar
Pulau Nunukan.
(4) Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. ruas jalan Sei Menggaris – Mansalong; dan
b. jalan strategis provinsi berupa ruas jalan Sei Menggaris – Lumbis.
(5) Jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
berupa pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan
kabupaten tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa
pembangunan, dan pemeliharaan jembatan kabupaten tercantum dalam
Lampiran II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(7) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe A berada di Sei
Menggaris;
b. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe B berada di Long
Midang Kecamatan Krayan dan Mansalong Kecamatan Lumbis;
c. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe C berada di
Kecamatan Nunukan Selatan, Sebuku, Sembakung, dan Kecamatan
Sebatik;
d. optimalisasi terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan
dan di Bambangan Kecamatan Sebatik Barat;
e. pengembangan penerangan jalan umum (PJU) di seluruh kecamatan
menggunakan skala prioritas meliputi:
1. peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pengawasan keberadaan PJU liar dan meminimalisir pencurian
komponen dan kabel PJU;
2. pengembangan teknologi penggunaan energi dari listrik ke tenaga
surya dan tenaga bayu/angin; dan
3. pemeliharaan penerangan jalan umum;
f. pengembangan perlengkapan jalan berupa pengadaan dan pemasangan
perlengkapan jalan pada jaringan jalan di perkotaan dan jaringan jalan
strategis kabupaten;
g. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor berada di Kecamatan
Nunukan; dan
h. pengembangan unit pengujian kendaraan bermotor di Pulau Sebatik dan
di wilayah daratan Pulau Kalimantan.
(8) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c berupa penataan jaringan trayek angkutan
penumpang meliputi:
[17]
a. angkutan penumpang Pulau Nunukan, terdiri dari :
1. dalam Kota Nunukan;
2. Sedadap – Mamolo; dan
3. Sei Fatimah – Binusan.
b. angkutan penumpang dalam Pulau Sebatik;
c. angkutan penumpang di wilayah daratan Pulau Kalimantan, terdiri dari
:
1. Sungai Ular – Sei Menggaris - Sebuku – Sembakung – Lumbis;
2. Mensalong – Malinau.
d. angkutan umum perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antar
ibukota kecamatan di wilayah kabupaten daratan Kalimantan meliputi :
1. Pembeliangan – Atap;
2. Pembeliangan – Sanur – Makmur – Sekikilan; dan
3. Pembeliangan – Mansalong.
(9) Jaringan transportasi sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. penataan jaringan trayek angkutan penumpang dan barang meliputi:
1. Nunukan – Sebatik (Nunukan – Bambangan, Sedadap – Mantikas,
Nunukan – Sungai Nyamuk)
2. Nunukan – Sei menggaris;
3. Nunukan – Sungai Ular;
4. Mensalong – Binter – Tau Lumbis;
5. Mensalong – Tarakan;
6. Nunukan – Pembeliangan; dan
7. Nunukan – Atap;
b. peningkatan dermaga-dermaga di Nunukan, Sebuku, Sei Ular, Sei
Menggaris, Sembakung, Mensalong, Binter, dan Tau Lumbis.
c. penyediaan dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas sungai dan
sarana pengawasan keselamatan lainnya.
d. pengembangan sarana-prasarana angkutan penyeberangan, meliputi :
1. optimalisasipelabuhan dan pelayaran lintas penyeberangan
Nunukan – Tarakan; dan
2. pembangunan angkutan penyeberangan lintas penyeberangan
Nunukan - Sebatik, Nunukan – Sei Menggaris dan Sebatik – Sei
Menggaris.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Perkeretaapian

Pasal 10

[18]
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b terdiri atas:
a. rencana pengembangan jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a adalah jaringan jalur kereta api umum antarkota.
(3) Jaringan jalur kereta api umum antarkota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), berupa pembangunan jaringan jalur kereta api nasional, meliputi :
Provinsi Kalimantan Selatan – Kuaro – Long kali – Penajam – Balikpapan –
Sanga-sanga - Samarinda – Bontang – Sanggata – Muara Wahau – Muara
Lesan – Tanjung Redeb – Tanjung Batu – Tanah Kuning – Tanjung Selor –
Kerang Agung – Sesayap – Tidung Pale – Nunukan Kota – Mensalong –
Pembeliangan – Salang – Sei Menggaris – Batas Negara; dan
(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah
stasiun kelas kecil yang direncanakan di Mensalong dan Sei Menggaris.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
huruf c terdiri atas :
a. pengembangan pelabuhan laut; dan
b. alur pelayaran lalu lintas laut.
(2) Pengembangan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas :
a. pengembangan Pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Tunon Taka berada
di Kecamatan Nunukan;
b. pengembangan pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Sungainyamuk
berada di Kecamatan Sebatik Timur; dan
c. pengembangan dan operasionalisasi Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Liem
Hie Jung dan Sungai pancang;
(3) Alur pelayaran lalu lintas laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. optimalisasi alur pelayaran terdiri atas;
1. Nunukan – Sebatik;
2. Nunukan – Tarakan;
3. Nunukan – Balikpapan;
4. Nunukan – Makassar;
5. Nunukan – Pantoloan;
6. Nunukan – Pare-Pare;
7. Nunukan – Toli-Toli;
8. Nunukan – Bau-Bau;

[19]
9. Nunukan – Surabaya;
10. Nunukan – NTT; dan
11. Nunukan – Tawau (Malaysia).
b. Rencana pengembangan alur pelayaran nasional dan internasional
meliputi :
1. Nunukan – Bitung;
2. Nunukan – Sandakan (Malaysia); dan
3. Nunukan – Filipina Selatan.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 8 huruf d berupa hirarki bandar udara.
(2) Hirarki bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bandar udara pengumpul skala tersier;
b. bandar udara pengumpan;
c. bandar udara khusus perbatasan darat; dan
d. bandar udara penanganan bencana.
(3) Bandar udara pengumpul skala tersier sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berupa bandar udara Nunukan di Kecamatan Nunukan;
(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. bandar udara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan; dan
b. Bandar udara Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Bandar udara khusus perbatasan darat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c terdiri atas:
a. Bandar udara khusus Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis;
b. bandar udara khusus Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
c. bandar udara khusus Kampung Baru di Kecamatan Krayan;
d. bandar udara khusus Kurid di Kecamatan Krayan;
e. bandar udara khusus Lembudud di Kecamatan Krayan;
f. bandar udara khusus Berian Baru di Kecamatan Krayan;
g. bandar udara khusus Pa’Upan di Kecamatan Krayan;
h. bandar udara khusus Buduk Kubul di Kecamatan Krayan;
i. bandar udara khusus Long Rungan di Kecamatan Krayan Selatan; dan
j. bandar udara khusus mansalong di Kecamatan Lumbis.
(6) Bandar udara penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d yaitu Bandar Udara Nunukan.

[20]
Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 13
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) huruf b terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. sistem jalur dan ruang evakuasi.

Paragraf 1

Rencana Sistem Jaringan Energi

Pasal 14
(1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. transmisi kabel listrik bawah laut; dan
c. pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan)
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Sungai Bilal
Kapasitas Terpasang 18,6 MW dengan Daya Mampu 8,47 MW di
Kecamatan Nunukan, Sungainyamuk Kecamatan Sebatik Timur
Kapasitas Terpasang 3,98 MW dengan Daya Mampu 2,21 MW, Desa
Atap Kecamatan Sembakung Kapasitas Terpasang 350 Kva dengan Daya
Mampu 300 KVa;
b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di
Pembeliangan Kecamatan Sebuku sebesar 350 kVA;
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sei.banjar
Binusan Kecamatan Nunukan sebesar 2 x 7 MW;
d. operasionalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Desa
Tepian Kecamatan Sembakung sebesar 8 MW; dan
e. Perluasan jaringan listrik untuk Desa Mansalong Kecamatan Lumbis
(Interkoneksi jaringan dari PT. PLN Ranting Malinau).
(3) Transmisi kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
yaitu dari PLTG di Desa Tepian (Sebaung) ke Pulau Nunukan (Sei.
Lancang), dan dari Pulau Nunukan (Sedadap) ke Pulau Sebatik (Liang
Bunyu);
(4) Pengembangan wilayah usaha PT. PLN (Persero) Area Berau Ranting
Nunukan di wilayah perbatasan Kecamatan Krayan dan sekitarnya dengan
pembukaan Unit layanan Listrik PLN di Krayan dan rencana
[21]
pengembangan unit layanan PLN di Kecamatan Sebuku sebagai langkah
awal dan tolok ukur peningkatan Ratio Elektrifikasi;
(5) Pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik berupa
PLTS komunal maupun PLTS SHS (unit rumah tangga) yang tersebar di
seluruh kecamatan dengan memaksimalkan potensi yang ada pada daerah
setempat dengan memperhatiakn karateristik Desa.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 15

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13


huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan kabel teresterial;
b. pengembangan jaringan nirkabel (seluler); dan
c. pengembangan jaringan satelit.

(2) Pengembangan jaringan kabel teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a berupa peningkatan jaringan kabel telepon di seluruh
kecamatan;

(3) Pengembangan jaringan nirkabel (seluler) sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b berupa pengelolaan menara/Base Transceiver Station (BTS)
dan pemancar radio di seluruh kecamatan;
[

(4) Pengembangan menara BTS diarahkan sebagai menara bersama antar


penyedia jasa seluler;
[

(5) Pengembangan jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c berupa peningkatan dan pengembangan layanan internet sebagai fasilitas
umum di seluruh kecamatan.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 16
(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf c terdiri atas :
a. pengelolaan wilayah sungai;
b. pengelolaan waduk dan embung;
c. sistem jaringan irigasi;
d. sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri;
[22]
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap meliputi :
a. DAS Sesayap;
b. DAS Sembakung;
c. DAS Sebakis;
d. DAS Sebuku;
e. DAS Sei Menggaris ; dan
f. DAS Linuang Kayan.
(3) Pengelolaan waduk dan embung sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b
terdiri atas :
a. waduk berupa waduk Bilal berada di Kecamatan Nunukan; dan
b. embung meliputi:
1. embung Bolong berada di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas
daya tampung 140.000 M³;
2. embung Bilal di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas daya
tampung 350.000 M³; dan
3. embung Sebatik berada di Kecamatan Sebatik Utara dengan
kapasitas daya tampung 450.000 M³.
(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas :
a. pengelolaan daerah irigasi (DI) kewenangan provinsi; dan
b. pengelolaan DI kewenangan kabupaten.
(5) Pengelolaandaerah irigasi (DI) kewenangan provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri atas :
a. DI Terang Baru seluas kurang lebih 1.160 (seribu seratus enam puluh)
hektar berada di Kecamatan Krayan;
b. DI Binalawan seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar berada di
Kecamatan Sebatik Barat;
c. DI Tanjung Aru seluas kurang lebih 1.000 (seribu ) hektar berada di
Kecamatan Sebatik; dan
d. DI Sebatik seluas kurang lebih 1.100 (seribu seratus) hektar berada di
kecamatan Sebatik.
(6) Pengelolaan DI kewenangan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b terdiri atas :
a. DI Mensapa seluas kurang lebih 560 (lima ratus enam puluh) hektar
berada di Kecamatan Nunukan Selatan;
b. DI Setabu seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar
berada di Kecamatan Sebatik Barat;
c. DI Berian Baru seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar
berada di Kecamatan Krayan; dan

[23]
d. DI Tanjung Karya seluas kurang lebih 525 (lima ratus dua puluh lima)
hektar berada di Kecamatan Krayan.
(7) Sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana
pengembangan penyediaan air baku meliputi pemanfaatan sumber-sumber
air baku melalui embung Bilal dan embung Bolong.
(8) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan;
b. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan Selatan;
c. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik;
d. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Barat;
e. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Timur;
f. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Utara;
g. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Tengah;
h. jaringan perpipaan di Kecamatan Sebuku;
i. jaringan perpipaan di Kecamatan Tulin Onsoi;
j. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung;
k. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung Atulai;
l. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis;
m. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis Ogong;
n. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan; dan
o. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan Selatan.
(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
berupa konstruksi pengendali banjir.
(10) Konstruksi pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdiri
atas:
a. perbaikan dan pengaturan sistem meliputi:
1. perbaikan infrastruktur pengendali banjir;
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan hunian atau permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendalian banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan daerah rawan banjir;
7. peningkatan peran masyarakat;
8. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat;
9. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
10. pengelolaan keuangan.
b. pembangunan pengendali banjir meliputi:
1. pembuatan sumur resapan pada kawasan hunian permukiman;

[24]
2. pembuatan tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah
ada;
3. normalisasi sungai;
4. pembuatan bangunan-bangunan pelindung tebing pada tempat yang
rawan longsor; dan
5. pemasangan pompa banjir pada kawasan terindikasi rawan banjir.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 17

(1) Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


13 huruf d terdiri atas :
a. sistem jaringan drainase;
b. sistem jaringan persampahan;
c. sistem jaringan air minum; dan
d. sistem jaringan pengelolaan limbah.
(2) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a. jaringan drainase primer meliputi:
1. Sungai Sebuku;
2. Sungai Sei manggaris;
3. Sungai Sembakung;
4. Sungai Bolong;
5. Sungai Bilal;
6. Sungai Mansapa; dan
7. Sungai Pancang.
b. jaringan drainase sekunder meliputi:
1. anak-anak sungai; dan
2. saluran permanen yang dibuat secara khusus.
c. jaringan drainase tersier berupa jaringan drainase yang terdapat pada
kawasan permukiman.
(3) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan kabupaten;
b. pengembangan teknologi komposing sampah organik pada kawasan
permukiman perdesaan dan perkotaan;

[25]
c. optimasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) di setiap pusat
kegiatan masyarakat, pasar, permukiman, perkantoran, dan fasilitas
sosial lainnya;
d. rencana pembangunan TPA terpadu berada di Tanjung Harapan
Kecamatan Nunukan Selatan; dan
e. penerapan 3R (reduce, reuse, dan recycle).
(4) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum
perkotaan meliputi :
1. Sungai Bolong melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan
Nunukan Selatan;
2. Sungai Bilal melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan
Nunukan Selatan;
3. Sungai Pancang dan Aji Kuning proses pengolahan sumur dalam (air
tanah) dan pipanisasi melayani area perkotaan Sebatik, Sebatik
Tengah, Sebatik Utara, Sebatik Timur dan Sebatik Barat;
4. Sungai Sembakung melayani area perkotaan Atap Kecamatan
Sembakung;
5. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan
Krayan;
6. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan
Krayan Selatan; dan
7. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di
Pembeliangan Kecamatan Sebuku.
8. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di
Kecamatan Mansalong Lumbis; dan
9. Pengolahan sumber mata air dan pipanisasi di Kecamatan Sei
Menggaris.
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan hidran umum dan hidran kebakaran di
kawasan Kota Nunukan dan Kota Sebatik.
(5) Sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. rencana pengelolaan limbah domestik; dan
b. rencana pengelolaan limbah industri.
(6) Rencana pengelolaan limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a meliputi :
a. pemenuhan prasarana jamban ber-septic tank pada setiap rumah di
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan; dan
b. pengembangan jamban komunal (WC umum);
(7) Rencana pengelolaan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b berupa pengembangan prasarana pengolahan limbah industri,
limbah medis, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) secara mandiri.

[26]
Paragraf 5

Sistem Jalur dan Ruang Evakuasi

Pasal 18
(1) Sistem jalur dan ruang evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf e meliputi :
a. jalur evakuasi bencana tanah longsor tersebar di seluruh kecamatan
wilayah Kabupaten Nunukan;
b. jalur evakuasi bencana abrasi berada di wilayah sepanjang pantai
Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan meliputi:
1. Kecamatan Sebatik Barat; dan
2. Kecamatan Nunukan;
c. jalur evakuasi bencana banjir Kecamatan Sembakung berada pada
jalan darat Atap, Kunyit; dan
d. jalur evakuasi bencana tanah longsor berada di Kecamatan Sei
Menggaris , Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung Atulai.
(2) Pengembangan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. lapangan terbuka di seluruh kecamatan;
b. gedung pemerintah di seluruh kecamatan;
c. gedung olahraga di seluruh kecamatan; dan
d. gedung pertemuan di seluruh kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur dan ruang evakuasi bencana diatur
dalam peraturan bupati.

BAB V

RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 19
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Kawasan Lindung
[27]
Pasal 20

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a


terdiri atas :
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; dan
d. Kawasan rawan bencana alam.
Paragraf 1

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap


Kawasan Bawahannya

Pasal 21

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a berupa hutan lindung seluas
kurang lebih 157.379,7 (seratus lima puluh tujuh ribu tigaratus tujuh puluh
sembilan koma tujuh) hektar dan berstatus Holding Zone seluas kurang lebih
12.139,5 (dua belas ribu seratus tiga puluh sembilan koma lima) hektar
meliputi :
a. kawasan hutan lindung di Pulau Nunukan seluas kurang lebih 2.631,2
(dua ribu enam ratus tiga puluh satu koma dua) hektar dan berstatus
holding zone seluas kurang lebih 2.155,3 (dua ribu seratus lima puluh lima
koma tiga) hektar;
b. kawasan hutan lindung di Pulau Sebatik seluas kurang lebih 2.300 (dua
ribu tiga ratus) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih
974,4 (sembilan ratus tujuh puluh empat koma empat) hektar;
c. kawasan hutan lindung di di Kecamatan Tulin Onsoi seluas kurang lebih
16.776,2 (enam belas ribu tujuh ratus tujuh puluh enam koma dua) hektar
dan berstatus holding zone seluas kurang lebih 5.993,8 (lima ribu sembilan
ratus sembilan puluh tiga koma delapan) hektar;
d. kawasan hutan lindung di Kecamatan Sebuku seluas kurang lebih 346,1
(tiga ratus empat puluh enam koma satu) hektardan berstatus holding zone
seluas kurang lebih 346,1 (tiga ratus empat puluh enam koma satu) hektar;
e. kawasan hutan lindung di Kecamatan Lumbis Ogong seluas kurang lebih
94.300,6 (sembilan puluh empat ribu tiga ratus koma enam) hektardan
berstatus holding zone seluas kurang lebih 2.669,9 (dua ribu enam ratus
enam puluh sembilan koma sembilan) hektar;
f. kawasan hutan lindung di Kecamatan Krayan seluas kurang lebih 6.450,2
(enam ribu empat ratus lima puluh koma dua) hektar; dan
g. kawasan hutan lindung di Kecamatan KrayanSelatan seluas kurang lebih
34.575,4 (tiga puluh empat ribu lima ratus tujuh puluh lima koma empat)
hektar.

Paragraf 2

[28]
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 22
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
huruf b meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai; dan
c. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 3.903 (tiga ribu sembilan ratus tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sei Menggaris;
d. Kecamatan Sebatik;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Sebatik Timur;
g. Kecamatan Sebatik Barat; dan
h. Kecamatan Sembakung.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar
di sepanjang kanan kiri sungai seluas kurang lebih 30.100 (tiga puluh
ribu seratus) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Sei Menggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis; dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 845 (delapan ratus empat puluh lima)
hektar, ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau publik; dan
b. ruang terbuka hijau privat.
(5) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf
a seluas kurang lebih 173 (seratus tujuh puluh tiga) hektar atau 30 %
dari luas kawasan budidaya perkotaan, terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau taman;
b. ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum;
c. ruang terbuka hijau sempadan jalan;
d. ruang terbuka hijau sempadan sungai;
e. ruang terbuka hijau hutan kota; dan
[29]
f. ruang terbuka hijau lapangan olah raga.
(6) Ruang terbuka hijau taman sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a, terdapat di setiap kecamatan dengan alokasi terpadu
dengan area pusat pelayanan kecamatan seluas kurang lebih 2
hektar.
(7) Ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum (TPU) sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b, meliputi TPU yang sudah ada dan
TPU yang akan dikembangkan di setiap Kecamatan seluas 10 ha.
(8) Ruang terbuka hijau sempadan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, terdiri dari sempadan jalan kolektor dan lokal,
serta jalan lingkar luar seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga)
hektar.
(9) Ruang terbuka hijau sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri dari sempadan Sungai Bolong, Sungai
Sembilang, Sungai Sedadap, Sungai Pancang, Sungai Nyamuk, dan
Sungai Bajau seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar.
(10) Ruang terbuka hijau hutan kota dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa Hutan Kota di Nunukan selatan Kecamatan Nunukan
selatan seluas kurang lebih 9,3 (sembilan koma tiga) hektar.
(11) Ruang terbuka hijau lapangan olah raga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f berupa lapangan olah raga yang terdapat di
dalam Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan,
Kecamatan Sebatik Utara, Kecamatan Sebatik Timur dan Kecamatan
Sebatik seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar.
(12) Ruang terbuka hijau privat kota di wilayah Pulau Nunukan dan
Pulau Sebatik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b seluas
kurang lebih 682 (enam ratus delapan puluh dua) hektar atau 30%
dari luas kawasan budidaya perkotaan meliputi :
a. ruang terbuka hijau pekarangan rumah; dan
b. ruang terbuka hijau perdagangan dan jasa;

Paragraf 3

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 23

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf c meliputi:
a. kawasan suaka margasatwa (SM);
b. kawasan konservasi perairan daerah;
c. kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove;
d. Taman Nasional (TN); dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan Konservasi Perairan Daerah kurang lebih seluas 227 (dua ratus
dua puluh tujuh) hektar, di Desa Setabu Kecamatan Sebatik Barat dan
Tanjung Cantik Nunukan Barat.

[30]
a. Desa Stabu di Kecamatan Sebatik Barat; dan
b. Tanjung Cantik Desa Binusan di Kecamatan Nunukan.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 39.091,2 (tiga puluh Sembilan
ribu Sembilan puluh dua koma dua) hektar meliputi:
a. Kecamatan Sei. Menggaris;
b. Kecamatan Nunukan;
c. Kecamatan Nunukan Selatan;
d. Kecamatan Sebuku; dan
e. Kecamatan Sembakung;
(4) Taman nasional (TN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas
kurang lebih 303.637(tiga ratus tiga ribu enam ratus tiga puluh tujuh)
hektar berupa TN Kayan Mentarang berada di Kecamatan Lumbis Ogong,
Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e berupa kampung adat dan situs unggulan berskala
kabupaten meliputi:
a. rumah adat Tanjung Karya berada di Kecamatan Krayan;
b. rumah adat Tang Laan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
c. rumah adat Pa’ Upan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
d. rumah adat Terang Baru berada di Kecamatan Krayan;
e. rumah adat Binuang berada di Kecamatan Krayan Selatan; dan
f. Batu Sicien berada di Tang Paye di Kecamatan Krayan Selatan.

Paragraf 4

Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 24

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


huruf d meliputi:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan abrasi; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a seluas kurang lebih 20.398 (dua puluh ribu tiga ratus sembilan puluh
delapan) hektar meliputi :
a. Kecamatan Sei Menggaris;
b. Kecamatan Sebuku;
c. Kecamatan Tulin Onsoi;
d. Kecamatan Sembakung; dan
e. Kecamatan Sembakung Atulai.

[31]
(3) Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 1.163 (seribu seratus enam puluh tiga ribu) hektar tersebar
meliputi:
a. Pulau Nunukan; dan
b. Pulau Sebatik.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 22.471 (dua puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh satu)
hektar meliputi :
a. Kecamatan Sebatik Utara;
b. Kecamatan Sebatik Timur;
c. Kecamatan Sebatik;
d. Kecamatan Sebatik Tengah;
e. Kecamatan Sebatik Barat;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Sei Menggaris;
i. Kecamatan Sebuku;
j. Kecamatan Sembakung;
k. Kecamatan Sembakung Atulai;
l. Kecamatan Lumbis; dan
m. Kecamatan Lumbis Ogong.

Bagian Ketiga

Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 25
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan pertahanan dan keamanan; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

[32]
Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf a meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi tetap;
b. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; dan
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditetapkan seluas kurang lebih 218.658,3 (dua ratus
delapan belas ribu enam puluh lima delapan koma tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis; dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditetapkan seluas kurang lebih 131.482,2 (seratus
tiga puluh satu ribu empat ratus delapan puluh dua koma dua) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Sebuku;
b. Kecamatan Tulin Onsoi;
c. Kecamatan Lumbis; dan
d. Kecamatan Lumbis.
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi konversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditetapkan seluas kurang lebih 20.662,1 (dua puluh
ribu enam ratus enam puluh dua koma satu) hektar dan berstatus holding
zone seluas kurang lebih 20.662,1 berada di Kecamatan Sebuku dan
Kecamatan Tulin Onsoi.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;

[33]
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pertanian lahan basah; dan
b. pertanian lahan kering.
(3) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a seluas
kurang lebih 125.982 (seratus dua puluh lima ribu sembilan seratus
delapan puluh dua) hektar berupa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) berada di seluruh kecamatan.
(4) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
seluas kurang lebih 144.305 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus
lima) hektar berada di seluruh kecamatan.
(5) Pencadangan lahan untuk lokasi Food Estate di Kecamatan Nunukan
seluas 13.058 Ha, Kecamatan Sebuku seluas 3.652 Ha, dan Kecamatan
Sembakung seluas 1.153 Ha;
(6) Kawasan peruntukan perkebunan dengan komoditas unggulan berupa
kelapa sawit, kakao, kopi, karet dan vanili sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 309.601 (tiga ratus sembilan ribu
enam ratus satu) hektar tersebar di seluruh kecamatan, dengan rincian :
a. kelapa sawit di Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik Barat,
Kecamatan Sebatik, Sebatik Tengah, Kecamatan Sei Menggaris,
Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Sembakung,
Kecamatan Sembakung Atulai, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Lumbis
Ogong;
b. kakao di Kecamatan Sebatik Tengah, Kecamatan Sebatik Timur,
Kecamatan Sebatik, Kecamatan Barat;
c. kopi di Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan
Sebatik Tengah, Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan;
d. karet di Kecamatan Lumbis dan Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan
Sembakung; dan
e. vanili, Karet, Kopi, Tebu di Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan
Selatan;
c. Kawasan peruntukan peternakan dengan komoditas unggulan ternak
sapi/kerbau, ayam, itik seluas 500 Ha tersebar di seluruh wilayah
kecamatan; ternak babi pada Kecamatan Nunukan, Krayan dan Krayan
Selatan; serta Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan penggemukan sapi
seluas 5 Ha di Kecamatan Nunukan Selatan.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perikanan dan Kelautan

Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf c terdiri atas :
[34]
a. perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya; dan
c. pengembangan prasarana perikanan.
(2) Perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. lokasi penyebaran perikanan tangkap; dan
b. jalur penangkapan perikanan laut.
(3) Lokasi penyebaran perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berada pada wilayah laut kabupaten serta sungai – sungai di
kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis dan
Kecamatan Sei Menggaris .
(4) Jalur penangkapan perikanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b merupakan Jalur penangkapan I, terdiri dari :
a. jalur penangkapan ikan I A berada pada perairan pantai sampai dengan
2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut
terendah; dan
b. jalur penangkapan ikan I B berada pada perairan pantai di luar 2 (dua)
mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut.
(5) Perikanan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi
komoditas perikanan udang, bandeng, kakap tambak, nila, mas, lele
dengan lokasi tersebar di seluruh kecamatan, dan budidaya rumput laut
pada wilayah pesisir pantai Kecamatan Sei Menggaris, Kecamatan
Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan dan Kecamatan Sebatik Barat.
(6) Pengembangan prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c yaitu Kawasan Industri Perikanan Terpadu di Mansapa Kecamatan
Nunukan Selatan yang meliputi Pelabuhan Perikanan, Tempat Pelelangan
ikan, pabrik pengolahan hasil perikanan, pabrik es dan cold storage,
Gudang Rumput Laut dan lainnya; serta Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
di Kecamatan Sebatik meliputi TPI, pabrik es dan cold storage.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf d terdiri atas :
a. wilayah pertambangan mineral dan batubara; dan
b. wilayah pertambangan minyak dan gas bumi.
(2) Wilayah pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a berupa wilayah usaha pertambangan (WUP) terdiri atas :
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam dan batuan; dan
c. batubara.
(3) Mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi emas,
bouksit, besi dan nickel dengan sebaran lokasi meliputi :

[35]
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis;
h. Kecamatan Lumbis Ogong;
i. Kecamatan Krayan; dan
j. Kecamatan Krayan Selatan.
(4) Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi batu gunung, pasir, sirtu, batu gamping, pasir kuarsa dan
batubara muda dengan sebaran lokasi meliputi :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Timur;
d. Kecamatan Nunukan;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Sei Menggaris ;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Krayan; dan
m. Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tersebar di
Kecamatan :
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Sei Menggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Krayan; dan
h. Kecamatan Krayan Selatan.
(6) Wilayah pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi :
a. Star Energy di daratan dan pantai Pulau Nunukan dan Sebatik;

[36]
b. Pertamina – Medco JoB Sei. Menggaris di Sembakung;
c. ENI Oil di lepas pantai Sebatik (Karang Unarang – Ambalat);
d. PT. Medco EP Sembakung di Sebaung; dan
e. PT. Medco EP Nunukan di lepas pantai selatan Pulau Nunukan.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf e terdiri atas :
a. industri menengah; dan
b. industri kecil dan rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri menengah beserta jasa pendukungnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi jasa pergudangan,
pengolahan kelapa sawit, perikanan dan lain-lain yang bersifat agroindusti
dengan uraian :
a. Kawasan pergudangan di Kecamatan Nunukan;
b. industri pengolahan kelapa sawit di Kecamatan Lumbis, Sebuku,
Sembakung dan Sei Menggaris ;
c. Industri perikanan di Kecamatan Sebatik dan dan di Mensapa
Kecamatan Nunukan Selatan
d. Industri lain yang bersifat agroindustri di wilayah perkotaan Pulau
Nunukan dan Pulau Sebatik
(3) Kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar pada pusat-pusat pemukiman
/kota kecamatan.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf f terdiri atas :
a. pariwisata budaya; dan
b. pariwisata alam.
(2) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. kawasan wisata suku dayak Murud (Tegalen); dan
[37]
b. kawasan pembuatan garam gunung di Long Layu, Long Umung, Long
Medang.
(3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan wisata bahari meliputi :
1. Pantai Etcing berada di Kecamatan Nunukan Selatan;
2. Air Terjun Binusan berada di Kecamatan Nunukan; dan
3. Pantai Batu Lamampu berada di Kecamatan Sebatik.
b. kawasan ekowisata berupa Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)
berada di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf g terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a tersebar di wilayah :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Timur;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Sei Menggaris; dan
i. Kecamatan Sebuku;
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berlokasi tersebar di :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Utara;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Sei Menggaris;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;

[38]
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Lumbis Ogong;
m. Kecamatan Krayan; dan
n. Kecamatan Krayan Selatan.
(4) Luas Total Kawasan Permukiman di Kabupaten Nunukan seluas 14.981
Ha.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Pertahanan Keamanan

Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pertahanan keamanan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 25 huruf h terdiri dari :
a. kawasan strategis hankam dengan radius 5 (lima) kilometer di sepanjang
perbatasan darat; dan
b. kawasan pemeriksaan dan pelayanan pertahanan keamanan.
(2) Kawasan pemeriksaan dan pelayanan pertahanan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan kepolisian resor, distrik militer, pangkalan angkatan laut,
komando taktis satuan tugas pengamanan perbatasan, kawasan polisi
militer, satuan marinir, bea cukai, imigrasi dan karantina kesehatan di
Nunukan;
b. kawasan kepolisian sektor, dan rayon militer di tiap-tiap kecamatan;
c. pos gabungan TNI dan pos-pos pengamanan perbatasan di Aji Kuning,
Sei Pancang, Sei Nyamuk, Pos Kaca, Sei. Menggaris, Tau Lumbis, Long
Midang Long Layu dan Pa’ Pani; dan
d. pos-pos pemeriksaan bea cukai, imigrasi dan karantina kesehatan pada
titik-titik perbatasan, pelabuhan dan bandara.

BAB VI

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 34

(1) Kawasan strategis yang ditetapkan di Kabupaten terdiri atas :


a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan;
dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
[39]
(2) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan skala mengikuti ukuran kertas sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 35

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a meliputi wilayah di
sepanjang perbatasan darat dengan radius 5 (lima) Kilometer termasuk
kawasan Pos Lintas Batas Darat; dan Kawasan Perbatasan Laut Republik
Indonesia meliputi wilayah pengelolaan laut kabupaten, Kawasan Pos Lintas
Batas Laut dan 2 (dua) pulau kecil terluar yang berbatasan dengan Negara
Malaysia dan Filipina yaitu :
a. Pulau Sebatik; dan
b. Pulau Gosong Makasar.

Pasal 36
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b berupa Kawasan
Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) meliputi:
a. KSN Kawasan Andalan Tarakan – Tanjung Palas – Nunukan – Pulau Bunyu
– Nunukan (TATAPAN BUMA);
b. KSK Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Mansapa;
c. KSK Coastal Road/Jalan lingkar Pulau Nunukan;
d. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Pulau Sebatik;
e. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Sei Menggaris;
f. kawasan Pertambangan batubara di Linuang Kayam Kecamatan
Sembakung, wilayah Sei. Menggaris di Kecamatan Sei. Menggaris dan di
Kecamatan Sebuku;
g. kawasan Pertambangan minyak dan gas bumi di Sebaung Kecamatan
Nunukan dan Desa Tepian Kecamatan Sembakung;
h. kawasan industri Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Sebuku, Sei.
Menggaris dan Lumbis;
i. kawasan Transmisi Kabel Bawah Laut dari wilayah Desa Tepian ke Pulau
Nunukan, dan dari wilayah Sedadap Pulau Nunukan ke Liang Bunyu
Pulau Sebatik; dan
j. kawasan strategis perlindungan dan pelestarian alam yaitu Taman
Nasional Kayan Mentarang.

BAB VII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN


Bagian Kesatu
Umum

[40]
Pasal 37
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. indikasi program utama;
b. indikasi lokasi;
c. indikasi sumber pendanaan;
d. indikasi pelaksana kegiatan; dan
e. indikasi waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.
(3) Indikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di
wilayah Kabupaten.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. dana Pemerintah Pusat;
b. dana Pemerintah Provinsi;
c. dana Pemerintah Kabupaten;
d. dana BUMN;
e. dana swasta; dan
f. dana masyarakat.
(5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Kabupaten;
d. BUMN;
e. Swasta; dan
f. Masyarakat.
(6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
sampai tahun 2032 dibagi kedalam 4 (empat) tahap meliputi :
a. tahap pertama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016;
b. tahap kedua tahun 2017 sampai dengan tahun 2021;
c. tahap ketiga tahun 2022 sampai dengan tahun 2026; dan
d. tahap keempat tahun 2027 sampai dengan 2032.
(7) Rincian indikasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

[41]
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 38
Indikasi program struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. pengembangan sistem pusat kegiatan; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah.

Paragraf 1

Perwujudan Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 39
(1) Pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 huruf a terdiri atas :
a. pengembangan sistem perkotaan; dan
b. pengembangan sistem perdesaan.
(2) Pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan PKL meliputi :
1. penyusunan RDTR perkotaan PKL;
2. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
3. penyediaan sarana dan prasarana pendukung kewilayahan.
b. pengembangan PPK meliputi :
1. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
2. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.
(3) Pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
b. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.

Paragraf 2
Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 40
(1) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan prasarana utama; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya.

[42]
(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
b. pengembangan sistem jaringan perkeretaapian;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi laut; dan
d. pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
(3) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan jalan dan jembatan;
b. pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. pengembangan jaringan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan.
(4) Pengembangan jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan dan peningkatan ruas jalan kolektor primer 1 nasional;
b. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan provinsi
pada wilayah kabupaten;
c. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan kabupaten;
d. pembangunan jembatan; dan
e. pemeliharaan jembatan.
(5) Pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pembangunan terminal penumpang Tipe A;
b. pembangunan terminal penumpang Tipe B; dan
c. pembangunan dan optimalisasi terminal penumpang Tipe C.
(6) Pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pengembangan perlengkapan jalan dan penerangan jalan umum (PJU);
b. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor; dan
c. penataan jaringan trayek angkutan penumpang.
(7) Pengembangan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d diwujudkan dengan indikasi
program meliputi:
a. pembangunan sarana dan prasarana lalu lintas angkutan sungai dan
penyeberangan; dan
b. pengembangan angkutan perintis sungai dan penyeberangan.
(8) Pengembangan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. peningkatan jalur kereta api; dan
b. pengembangan stasiun kereta api.

[43]
(9) Pengembangan jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan pelabuhan, terminal khusus dan dermaga; dan
b. penataan alur pelayaran lalu lintas laut.
(10) Pengembangan jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. delineasi kawasan bandara udara; dan
b. penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
(11) Pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan energi;
b. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. pengembangan sistem jaringan sumber daya air;
d. pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi.
(12) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat
(11) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan gardu induk;
b. pengembangan jaringan energi listrik;
c. pengembangan pembangkit listrik eksisting;
d. pembangunan atau pengembangan PLTMH;
e. pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi;
f. pembangunan pembangkit listrik tenaga angin;
g. pemanfaatan PLTU;
h. pengembangan sumber energi bahan bakar nabati dan biogas;
i. pemanfaatan teknologi sel surya;
j. pengembangan SPPBE; dan
k. pengembangan SPBU.
(13) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. perluasan jaringan telepon kabel atau teresterial;
b. perluasan jaringan telepon nirkabel; dan
c. pengembangan sistem jaringan satelit.
(14) Pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan wilayah sungai (WS) berupa WS lintas negara;
b. pengelolaan waduk, dan embung;
c. pengelolaan jaringan irigasi;
d. pengembangan jaringan air baku untuk air minum meliputi:
1. pengembangan penyediaan air baku pertanian;
[44]
2. pengembangan penyediaan air baku industri; dan
3. pengembangan penyediaan air minum;
e. pengembangan jaringan air bersih ke kelompok pengguna meliputi:
1. peningkatan sistem jaringan pipa air bersih hingga ke wilayah
perdesaan.
2. pengembangan kemitraan dalam rangka peningkatan jaringan air
bersih ke wilayah yang belum terjangkau; dan
3. pengembangan sistem penyediaan air bersih oleh masyarakat berupa
pembentukan kelembagaan pengelola air di perdesaan.
f. pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi:
1. pembangunan perbaikan infrastruktur pengendali banjir meliputi :
a) check dam;
b) tanggul;
c) dam pengendali;
d) saluran pembuangan; dan
e) bendung.
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendali banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan tata guna lahan dataran banjir;
7. penataan daerah lingkungan sungai;
8. peningkatan peran masyarakat;
9. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir;
10. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
11. pengelolaan keuangan penanganan bencana.
(15) Pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (11) huruf d meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan drainase;
b. pengembangan sistem jaringan persampahan;
c. pengembangan sistem jaringan air minum; dan
d. pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah.
(16) Pengembangan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan jaringan drainase primer;
b. pengembangan jaringan drainase sekunder; dan
c. pengembangan jaringan drainase tersier.
(17) Pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten;
[45]
b. pengembangan teknologi komposing;
c. penyediaan TPS di setiap pusat kegiatan;
d. optimalisasi sistem pengelolaan sampah;
e. pengembangan TPPAS regional; dan
f. penerapan sistem 3R.
(18) Pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum
perkotaan;
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan kran umum.
(19) Pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan limbah domestik; dan
b. pengelolaan limbah industri.
(20) Pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan jalur evakuasi;
b. penyediaan ruang evakuasi; dan
c. penyediaan kelengkapan ruang evakuasi.

Bagian Ketiga

Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang

Pasal 41
Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan kawasan lindung; dan
b. pengembangan kawasan budidaya.

Paragraf 1

Perwujudan Kawasan Lindung

Pasal 42
(1) Pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf a terdiri atas:
a. pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. pengembangan kawasan perlindungan setempat;
c. pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan
cagar budaya; dan
[46]
d. pengembangan kawasan rawan bencana alam;
(2) Pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya berupa hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan lindung di dalam kawasan hutan;
b. perlindungan kawasan serta peningkatan kualitasnya;
c. pengembalian fungsi lindung dengan rehabilitasi dan reboisasi;
d. pengembangan hutan dan tanaman tahunan;
e. perlindungan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan; dan
f. pemeliharaan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan.
(3) Pengembangan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan perlindungan setempat;
b. penataan ruang kawasan sempadan pantai;
c. penataan ruang kawasan sempadan sungai;
d. penataan ruang kawasan sekitar waduk atau danau;
e. penataan ruang kawasan sekitar situ;

f. penataan daratan sekeliling mata air;


g. penetapan batas wilayah;
h. pengembangan RTH perkotaan; dan
i. optimalisasi RTH perkotaan.
(4) Pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan dengan
indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar
budaya;
b. mempertahankan flora dan fauna;
c. mereboisasi kawasan;
d. pelestarian kawasan pantai berhutan bakau;
e. pelestarian wisata alam dan wisata alam laut;
f. mempertahankan taman nasional;
g. pengembangan taman wisata alam dan wisata alam laut; dan
h. pelestarian cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(5) Pengembangan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. identifikasi dan inventarisasi kawasan rawan bencana;
b. penetapan zona evakuasi bencana alam;
c. pemasangan tanda (sign board) atau peringatan dini terhadap daerah
rawan bencana;
[47]
d. program reboisasi dan menghutankan kawasan rawan bencana alam;
e. normalisasi sungai di kawasan rawan banjir;
f. pencegahan dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana; dan
g. melakukan sosialisasi kepada masyarakat pada daerah rawan bencana.

Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Budidaya

Pasal 43
(1) Pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi;
b. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;
c. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;
d. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;
e. pengembangan kawasan peruntukan industri;
f. pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
g. pengembangan kawasan peruntukan permukiman; dan
h. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.
(2) Pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan hutan produksi;
b. pemanfaatan atau penguasaan hutan produksi terbatas secara lestari;
c. pemanfaatan komoditas hasil hutan;
d. pengelolaan hutan produksi berbasis masyarakat; dan
e. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(3) Pengembangan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan tanaman pangan;
b. pengembangan kawasan pertanian hortikultura;
c. pengembangan kawasan perkebunan; dan
d. pengembangan kawasan peternakan.
(4) Pengembangan kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a meliputi:
a. pengembangan pertanian lahan basah; dan
b. pengembangan pertanian lahan kering.
(5) Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
[48]
a. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan berupa
sawah seluas kurang lebih 8.938 (Delapan Ribu Sembilan Ratus Tiga
Puluh Delapan) hektar;
b. peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan berupa
intensifikasi, diversifikan dan pola tanam;
c. pengembangan pertanian lahan basah dengan dukungan irigasi;
d. peningkatan keterampilan pertanian;
e. pengembangan sarana dan prasarana pendukung; dan
f. pengembangan pertanian terpadu.
(6) Pengembangan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan pertanian lahan kering;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian; dan
c. bimbingan dan penyuluhan.
(7) Pengembangan kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan hortikultura;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya hortikultura; dan
c. pengembangan manajemen pengelolaan.
(8) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan perkebunan;
b. pengembangan perkebunan besar dengan pelibatan masyarakat dalam
pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR);
c. pengembangan perkebunan rakyat mandiri dan atau plasma dalam pola
PIR;
d. intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan;
e. peremajaan tanaman yang sudah tua; dan
f. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(9) Pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. identifikasi dan inventarisasi kawasan pengembangan peternakan;
b. intensifikasi dan optimalisasi budidaya peternakan;
c. pembangunan pasar hewan;
d. pengembangan breeding center;
e. penyediaan insfrastruktur pendukung kegiatan peternakan; dan
f. pengembangan manajemen pengelolaan.
(10) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan pengembangan perikanan;
b. intensifikasi dan kemitraan dalam kegiatan perikanan;

[49]
c. pengembangan perikanan unggulan;
d. pengembangan tempat pembenihan ikan;
e. peningkatan produksi ikan; dan
f. peningkatan pengelolaan dan pelestarian sumber daya perikanan.
(11) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program
meliputi :
a. penataan dan penelitian potensi zona pertambangan;
b. pengembangan kawasan pertambangan secara kewilayahan;
c. penetapan kawasan peruntukan pertambangan;
d. penyusunan peraturan perizinan kegiatan pertambangan;
e. penertiban kegiatan pertambangan liar;
f. pendataan ulang izin pertambangan;
g. reklamasi kawasan pasca tambang;
h. reboisasi tanaman di sekitar kawasan pertambangan; dan
i. pengembangan kegiatan pertambangan umum lainnya.
(12) Pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan kegiatan industri menengah;
b. penataan dan pengembangan kegiaan industri kecil dan menengah
sesuai potensi wilayah;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan industri;
d. pengembangan aneka produk olahan;
e. peningkatan sistem pemasaran;
f. promosi kepada calon investor; dan
g. peningkatan kemitraan antar-industri.
(13) Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
b. penataan dan pengendalian pembangunan kawasan wisata;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan wisata;
d. promosi ke daerah-daerah potensial wisatawan;
e. pengembangan manajemen pengelolaan; dan
f. optimalisasi pengelolaan wilayah pengembangan pariwisata.
(14) Pengembangan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan;
b. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan;
c. pengendalian pertumbuhan pembangunan permukiman;
d. pengembangan perumahan harga terjangkau;
[50]
e. penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman;
f. peningkatan sanitasi lingkungan permukiman;
g. peningkatan kualitas sarana dan prasarana permukiman; dan
h. penyiapan lahan kasiba dan lisiba.
(15) Pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h meliputi :
a. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa;
b. pengembangan kawasan pesisir dan laut;
c. pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan;
d. pengembangan kawasan pemerintahan; dan
e. pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum.
(16) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan sarana perdagangan dan jasa dalam rangka mendukung
sistem perkotaan; dan
b. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dalam rangka
mendukung PKW Nunukan;
(17) Pengembangan kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan pesisir dan laut; dan
b. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan sekitar pesisir dan laut;
(18) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
berupa pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan.
(19) Pengembangan kawasan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf d diwujudkan dengan indikasi program berupa pembangunan
infrastruktur kawasan pemerintahan.
(20) Pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan fasilitas permukiman perkotaan;
b. pengembangan fasilitas permukiman perdesaan;
c. pengembangan fasilitas pendidikan;
d. pengembangan fasilitas kesehatan;
e. pengembangan fasilitas peribadatan;
f. pengembangan fasilitas kebudayaan, olah raga dan rekreasi;
g. pengembangan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum; dan
h. pengembangan fasilitas perekonomian/jasa.

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
[51]
Umum

Pasal 44
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri
atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. sanksi administratif.

(2) Setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus didasarkan dan diintegrasikan


dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1) huruf a digunakan sebagai pedoman penyusunan peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) digunakan sebagai pedoman bagi Kabupaten dalam
menerbitkan perizinan.

Bagian Ketiga

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang

Pasal 46

Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan; dan

b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah.

Paragraf 1

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pusat Kegiatan

[52]
Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi PKW Nunukan disusun dengan
ketentuan :
1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala provinsi, didukung fasilitas
dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan antar daerah;

2. intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah yang berkelanjutan


melalui pengendalian pengembangan hunian horisontal, dapat
dikembangkan bangunan bertingkat serta kasiba dan lisiba;

3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat


menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan

4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat


mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.

b. Ketentuan umum peraturan zonasi PKL, disusun dengan ketentuan :


1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala kabupaten, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan antar
kecamatan;

2. intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi, dan dapat


dikembangkan bangunan bertingkat serta kasiba dan lisiba;

3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat


menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan

4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat


mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.

c. Ketentuan umum peraturan zonasi PPK, disusun dengan ketentuan :


1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala perkotaan, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan
kecamatan dan beberapa desa;

2. intensitas pemanfaatan ruang rendah hingga sedang, dan mulai


dikembangkan bangunan bertingkat serta kasiba dan lisiba;

3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat


menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan

4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat


mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.
[53]
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang disekitar jaringan prasarana
mendukung berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana;

b. diperbolehkan penyediaan fasilitas dan infrastruktur untuk peningkatan


kegiatan perdesaan;

c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu


fungsi sistem perdesaan dan jaringan prasarana; dan

d. pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap


berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 48
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana utama; dan

b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lainnya.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana utama sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat;

b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian;

c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut;


dan

d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lainnya sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
energi;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


telekomunikasi;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


sumber daya air;

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


prasarana lingkungan; dan

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang


evakuasi.

[54]
Pasal 49
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan
jembatan;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana


lalu lintas angkutan jalan;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan pelayanan


lalu lintas angkutan jalan; dan

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan


transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan
jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan kolektor


primer; dan

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat kegiatan yang mempunyai spesifikasi dan pelayanan lebih tinggi
daripada jalan umum yang ada;

b. intensitas bangunan di sepanjang jalan tol adalah rendah;

c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan


tol;
d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
bangunan dan penetapan batas lahan ruang pengawasan jalan serta
jalan akses yang tidak mengganggu fungsi jalan tol;

e. ketinggian bangunan maksimum 2 lantai; dan

f. pembatasan alih fungsi lahan budidaya disepanjang jalan tol agar tidak
mengganggu fungsinya.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan utama pada skala pelayanan nasional dan
provinsi;

[55]
b. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
bangunan yang terletak ditepi jalan arteri primer;

c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan


arteri primer;

d. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak


mengurangi fungsi per gerakan antar pusat-pusat utama tersebut; dan

e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan


arteri primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-
pusat utama.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan kolektor primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan pada skala provinsi;

b. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak


mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah tersebut;

c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan


kolektor primer;

d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan


bangunan yang terletak ditepi jalan kolektor primer; dan

e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan


kolektor primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-
pusat kegiatan dalam wilayah.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan dalam wilayah pada skala kabupaten;

b. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak


mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah tersebut;

c. pelarangan alih fungsi lahan berfungsi lindung di sepanjang jalan lokal


primer;

d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan


bangunan yang terletak ditepi jalan lokal Primer; dan

e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan


Lokal primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-
pusat dalam wilayah.

[56]
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana
lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa pembangunan dan peningkatan terminal penumpang dan barang
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana terminal, sub terminal bagi pergerakan
orang, barang dan kendaraan;

b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja


terminal dan sub terminal yang dapat mengganggu kegiatan tersebut;
dan

c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja


terminal dan sub terminal yang harus memperhatikan kebutuhan
ruang.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan pelayanan


lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan melalui trayek sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;

b. pembatasan trayek dalam satu ruas jalan untuk mencegah kemacetan


dan pemerataan jalur;

c. tidak diperbolehkan angkutan kota antar provinsi melalui jalan kota;


dan

d. diperbolehkan penyediaan halte untuk penurunan penumpang.

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan transportasi


sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d disusun dengan ketentuan:
a. pelarangan kegiatan yang mengganggu keselamatan dan keamanan
pelayaran;

b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan


yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai, danau dan
penyeberangan;

c. ketentuan pelarangan kegiatan di bawah perairan yang berdampak pada


keberadaan alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan; dan

d. pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada keberadaan


alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan, termasuk
pemanfaatan ruang di pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan.

Pasal 50
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta
api; dan

[57]
b. ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api
sesuai standar.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta
api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api disusun
dengan intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan
pengembangan ruangnya dibatasi;

b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api


yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan
transportasi perkeretaapian;

c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak


lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;

d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta


api dan jalan; dan

e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api


dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur kereta api.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api
sesuai standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun
dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk peningkatan sarana dan prasarana stasiun kereta
api bagi peningkatan pelayanan;

b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja


stasiun kereta api yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan; dan

c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja


stasiun kereta api yang harus memperhatikan kebutuhan ruang.

Pasal 51
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar pelabuhan; dan

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar alur pelayaran.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar pelabuhan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pengendalian pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan
pengembangan kawasan pelabuhan;

[58]
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air
yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan

c. pembatasan pemanfaatan ruang di lingkungan kerja dan kepentingan


pelabuhan, yang telah mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar alur pelayaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. pengendalian pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur
pelayaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau kecil di sekitar
badan air di sepanjang alur pelayaran yang dilakukan dengan tidak
mengganggu aktivitas pelayaran.

Pasal 52
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf d disusun dengan
ketentuan:

a. pengendalian
pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan
pengembangan kawasan bandara;

b. perlindungan terhadap fungsi kawasan lindung;

c. perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan;

d. pemanfaatan ruang di sekitar bandara sesuai dengan kebutuhan


pengembangan bandara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan

e. penetapan batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan


kebisingan.

Pasal 53

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a disusun dengan
ketentuan :
a. pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit tenaga listrik yang
memperhitungkan jarak aman dari kegiatan lain;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur
transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit tenaga listrik,
jaringan SUTT dan SUTET dengan memperhatikan keselamatan dan
keamanan sekitarnya.

Pasal 54

[59]
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b
disusun dengan ketentuan :
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan, berupa lahan basah dan lahan
kering maupun ruang terbuka hijau sepanjang tidak menganggu batas
yang ditetapkan;

b. pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sekitar menara pemancar sesuai


dengan ketentuan perundang-undangan; dan

c. pembatasan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar


telekomunikasi bersama yang memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.

Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf c
meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar wilayah sungai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk dan embung;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah
irigasi;

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana air


bersih; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
pengendalian banjir.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar wilayah sungai


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas daerah dilakukan
secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di
kabupaten/ kota yang berbatasan dengan Kabupaten Nunukan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk dan embung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan perikanan diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan
lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas maupun
kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
waduk/bendungan yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar wilayah waduk agar
tetap dapat dijaga kelestariannya.

[60]
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas
maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar daerah
irigasi yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air; dan

c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar daerah irigasi agar


tetap dapat dijaga kelestariannya.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana air bersih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas
maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sumber
daya air yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai dan
waduk agar tetap dapat dijaga kelestarian lingkungan dan fungsi
lindung kawasan.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana


pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun
dengan ketentuan:

a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak


tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu sistem
pengendali banjir;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sistem
pengendali banjir; dan

c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sistem pengendali


banjir agar tetap sesuai dengan fungsinya.

Pasal 56

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3)
huruf d meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
drainase;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
persampahan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan air
minum; dan

[61]
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
pengelolaan limbah.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:
a. kegiatan pertanian dan RTH diperbolehkan, sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu sistem
drainase;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sungai
dan saluran utama untuk kegiatan yang akan merusak sistem drainase;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan saluran
utama agar tetap dapat dijaga kelestariannya.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun
dengan ketentuan:
a. kegiatan daur ulang sampah diperbolehkan sepanjang tidak merusak
lingkungan dan bentang alam maupun perairan setempat;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
persampahan yang dapat mengganggu kualitas lingkungan; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar persampahan agar
dapat dipantau kelestariannya.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan air
minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas
maupun kuantitas air;

b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar mata


air yang dapat mengganggu kualitas air; dan

c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar mata air agar tetap


dapat dijaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan


pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
domestik;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
industri; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem limbah B3.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi:

[62]
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan
dan bentang alam yang akan menganggu unit pengolahan limbah
domestik;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan limbah domestik dengan radius kurang lebih 100,00 m2;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan limbah
domestik agar tetap dapat dijaga keberlanjutannya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah
industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan
dan bentang alam yang akan menganggu unit pengolahan air limbah
industri;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan air limbah industri dengan radius kurang lebih 150,00 m;
dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan air
limbah industri agar tidak menimbulkan pencemaran dan dampak
lingkungan.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem limbah B3


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan
dan bentang alam yang akan menganggu unit pengolahan limbah B3;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan limbah B3 dengan radius kurang lebih 100,00 m; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan limbah
B3 agar tetap dapat dijaga keberlanjutannya.

Pasal 57
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang evakuasi
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf e disusun
dengan ketentuan :
a. keberadaan ruang terbuka diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan
lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas lingkungan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di ruang terbuka
yang dapat mengganggu jalur dan ruang evakuasi bencana; dan

c. pembatasan terhadap penggunaan pemanfaatan ruang di sekitar ruang


terbuka agar tetap dapat berfungsi sebagai jalur dan ruang evakuasi
bencana.

[63]
Bagian Keempat

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pola Ruang

Pasal 58

Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 44 ayat (2) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Paragraf 1

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 59

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 57 huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlidungan
terhadap kawasan bawahannya;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian
alam, dan cagar budaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlindungan


terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pengembangan kegiatan pariwisata alam terbatas dengan
syarat tidak boleh merubah bentang alam;
b. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan dan tutupan vegetasi;

c. diperbolehkan kegiatan budidaya untuk penduduk asli dengan luasan


tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan dan dibawah
pengawasan ketat.

d. diperbolehkan dilakukan penyediaan sumur resapan atau waduk pada


lahan terbangun yang sudah ada;
e. diizinkan untuk kegiatan hutan rakyat;

f. diperbolehkan permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan


air sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan syarat:
1. tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB maksimum 20 (dua
puluh) persen dan KLB maksimum 40 (empat puluh) persen;
[64]
2. perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki daya
serap tinggi; dan

3. dalam kawasan resapan air apabila diperlukan disarankan dibangun


sumur-sumur resapan dan/atau waduk sesuai ketentuan yang
berlaku.
g. diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
h. diperbolehkan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang
alam;
i. dibolehkan kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak
mengubah bentang alam; dan

j. pelarangan untuk seluruh jenis kegiatan yang mengganggu fungsi


resapan air.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air; dan

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau


perkotaan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. pelarangan pemanfaatan dan kegiatan pada kawasan yang mengurangi
fungsi kawasan;
c. diperkenankan kegiatan fisik buatan untuk perlindungan kawasan;

d. diperbolehkan dilakukan kegiatan budidaya pesisir, dan ekowisata pada


kawasan sempadan pantai yang termasuk zona pemanfaatan terbatas
dalam wilayah pesisir;
e. diperbolehkan di dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona
lain dalam wilayah pesisir sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;

f. pelarangan membuang limbah secara langsung; dan


g. lahan milik negara dan merupakan lahan bebas diperuntukkan bagi
perluasan kawasan lindung.

[65]
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. ketentuan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan berlaku meliputi:
1. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul
di luar kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul di dalam kawasan perkotaan;
2. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50
meter di kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan;
3. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter;

4. sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang


mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter;

5. sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang


mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter; dan

6. sekurang-kurangnya 100 meter dari tepi sungai untuk sungai yang


terpengaruh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau.
b. pelarangan membuang limbah industri ke sungai;
c. pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
d. pelarangan pendirian bangunan selain bangunan pengelolaan badan air
dan/atau pemanfaatan air; dan
[

e. diperbolehkan pengembangan kegiatan budidaya perikanan air tawar.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;
c. diperbolehkan membangun waduk yang digunakan untuk pariwisata
selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada;

d. tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang


tidak berhubungan dengan konservasi waduk;
e. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman
rekreasi;

f. diperkenankan dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai


ketentuan yang berlaku; dan

g. ketentuan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan meliputi:


1. kawasan sempadan waduk besar ditetapkan selebar 10 (seratus)
meter diatas permukaan laut) di sekitar daerah genangan;

[66]
2. kawasan sempadan waduk kecil ditetapkan selebar 50 (lima puluh)
meter di sekitar genangan dari air pasang tertinggi;
3. kriteria garis sempadan bangunan terhadap waduk paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

4. pembuatan sabuk hijau dengan lebar 100 (seratus) meter; dan

5. penetapan kawasan penyangga di luar kawasan sempadan waduk


dengan jarak 1.000 (seribu) meter.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi:
a. diizinkan kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;

c. diperkenankan pemanfaatan sempadan mata air untuk air minum atau


irigasi;

d. diizinkan digunakan untuk pariwisata selama tidak mengurangi kualitas


tata air yang ada;

e. tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang


tidak berhubungan dengan konservasi mata air;

f. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

g. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap


mata air; dan
h. ketentuan kawasan perlindungan pada sekitar sumber mata air
meliputi:
1. perlindungan setempat difokuskan pada badan air dari mata air;
2. perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di luar
kawasan permukiman ditetapkan minimal radius 200 (dua ratus)
meter;
3. perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di kawasan
permukiman ditetapkan minimal radius 100 (seratus) meter; dan
4. kawasan dengan radius 15 (lima belas) meter dari sumber mata air
harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau


perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi
lingkungan, peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai
penyeimbang guna lahan industri dan permukiman;
b. diperbolehkan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi
dan fasilitas umum lainnya;

c. diwajibkan penyediaan tanah pemakaman minimal seluas 1 (satu)


hektar pada masing-masing kelurahan;

[67]
d. pelarangan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
e. pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam
dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun
dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan adanya alih fungsi kawasan dan hanya
dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pariwisata;
b. dilarang melakukan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai
dengan fungsi kawasan; dan
c. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana pada kawasan
situs-situs yang dijadikan objek wisata dengan syarat berada di luar
situs.

(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang
atau tsunami;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin puting beliung;
dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan kekeringan.

(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor


sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pengoptimalan konservasi pada kawasan rawan longsor;
b. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan
rawan bencana longsor; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang


atau tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b disusun
dengan ketentuan :
a. pengoptimalan konservasi pada kawasan rawan longsor;

b. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan


rawan gelombang pasang atau tsunami; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir sebagaimana


dimaksud pada ayat (10) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan pembuatan sumur resapan;

b. diwajibkan penetapan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman


penduduk;
[68]
c. pembatasan pendirian bangunan selain untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana dan kepentingan umum;
d. diperkenankan pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau
dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan

e. pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas


umum penting lainnya.

(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin puting beliung
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bagi kegiatan budidaya secara terbatas;

b. diperbolehkan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan


ancaman bencana dan kepentingan umum; dan

c. tidak diperbolehkan kegiatan strategis.

(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan kekeringan


sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diijinkan untuk kegiatan budidaya guna meningkatkan daya resap air;
dan

b. pembatasan alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 60

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 57 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan;


d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman;
dan
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:

[69]
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumber daya kehutanan;
b. pembatasan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan;
c. tidak diperbolehkan kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi
yang menimbulkan gangguan lingkungan;
d. diperbolehkan adalah kegiatan wisata;
e. tidak diperbolehkan alih fungsi kawasan hutan produksi untuk kegiatan
lain di luar kehutanan; dan

f. diperbolehkan alih fungsi hutan produksi dengan syarat berpedoman


pada peraturan perundang-undangan berlaku.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian hortikultura;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan basah; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan basah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pelarangan alih fungsi LP2B selain untuk kepentingan umum dengan
berpedoman peraturan perundang-undangan;
b. pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur
transportasi yang menggunakan lahan sawah dikonversi;
c. diperbolehkan permukiman perdesaan di kawasan pertanian lahan
basah non irigasi teknis khususnya bagi penduduk yang bekerja
disektor pertanian;
d. tidak diperbolehkan menggunakan lahan yang dikelola dengan
mengabaikan kelestarian lingkungan;
e. tidak diperbolehkan pemborosan penggunaan sumber air;
f. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung
kegiatan pertanian; dan

g. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan


pendidikan.

[70]
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan alih fungsi lahan pertanian lahan kering tidak produktif
menjadi peruntukan lain secara selektif;

b. diwajibkan pelaksanaan konservasi lahan;

c. tidak diperbolehkan menggunakan lahan mengabaikan kelestarian


lingkungan;

d. diperbolehkan dialihfungsikan sesuai engan ketentuan peraturan


perundang-undangan;

e. diperbolehkannya permukiman perdesaan bagi penduduk yang bekerja


disektor pertanian;

f. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung


kegiatan pertanian; dan

g. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan


pendidikan.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian hortikultura


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan menggunakan lahan mengabaikan kelestarian
lingkungan;

b. diperbolehkan dialihfungsikan sesuai ketentuan peraturan perundang-


undangan;

c. diperbolehkan permukiman perdesaan khususnya bagi penduduk yang


bekerja disektor pertanian;

d. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung


kegiatan pertanian; dan

e. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan


pendidikan.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan pelaksanaan konservasi lahan;

b. diperbolehkan alih fungsi lahan perkebunan besar swasta terlantar


untuk kegiatan non perkebunan;

c. diperbolehkannya permukiman perdesaan bagi penduduk yang bekerja


disektor perkebunan;

d. tidak diperbolehkan penanaman jenis tanaman perkebunan bersifat


menyerap air;
[71]
e. tidak diperbolehkan merubah jenis tanaman perkebunan bagi kawasan
perkebunan besar yang tidak sesuai dengan perizinan;

f. diperbolehkan bangunan pendukung kegiatan perkebunan dan jaringan


prasarana wilayah; dan

g. diperbolehkan alih fungsi kawasan perkebunan menjadi fungsi lainnya


dengan syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung
kegiatan peternakan;

b. diperkenankan pengembangan sarana dan prasarana peternakan;

c. tidak boleh mengembangkan kawasan peternakan yang dibebani fungsi


pariwisata merusak fungsi pariwisata; dan

d. tidak boleh mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan


lainnya.

(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung
kegiatan perikanan;

b. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana perikanan;

c. pembatasan pemanfaatan sumber daya perikanan tidak melebihi potensi


lestari;

d. tidak diperbolehkan pengembangan kawasan perikanan yang dibebani


fungsi wisata merusak fungsi pariwisata; dan

e. tidak boleh mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan


lainnya.

(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertambangan baru dapat dilakukan dalam setiap kawasan
zonasi lain sesuai dengan ketentuan perijinan yang berlaku;

b. diperbolehkan pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan


pertambangan;

c. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi


kawasan lindung atau fungsi budidaya lainnya di sekitar kawasan
pertambangan;

[72]
d. pelarangan kegiatan penambangan di kawasan rawan bencana dengan
tingkat kerentanan tinggi;

e. pelarangan kegiatan penambangan yang menimbulkan kerusakan


lingkungan;

f. wajib melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan bekas


galian/penambangan;

g. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan


mempertimbangkan potensi bahan tambang, kondisi geologi dan
geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;

h. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi sesuai


dengan zona peruntukan yang ditetapkan, sehingga menjadi lahan yang
dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budi
daya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
hidup;

i. pada kawasan yang teridentifikasi keterdapatan minyak dan gas bumi


serta panas bumi yang bersifat strategis nasional dan bernilai ekonomi
tinggi, sementara lahan pada bagian atas kawasan tersebut meliputi
kawasan lindung atau kawasan budi daya sawah yang tidak boleh alih
fungsi, maka pengeboran eksplorasi dan/atau eksploitasi minyak dan
gas bumi serta panas bumi dapat dilaksanakan, namun harus disertai
AMDAL;

j. Kewajiban melakukan pengelolaan lingkungan selama dan setelah


berakhirnya kegiatan penambangan;

k. Tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan yang di


bawahnya terdapat mata air penting atau pemukiman;

l. Tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu dari dalam


sungai yang terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan;

m. Percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain


diperbolehkan sejauh mendukung atau tidak merubah fungsi utama
kawasan;

n. Penambangan pasir atau sirtu di dalam badan sungai hanya


diperbolehkan pada ruas-ruas tertentu yang dianggap tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan;

o. melengkapi perizinan sesuai ketentuan yang berlaku; dan

p. pelaksanaan kegiatan penambangan harus sesuai dengan ketentuan


peraturan perundangan.

(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan penyediaan zona penyangga;

[73]
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang kegiatan industri baik sesuai dengan
kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan SDM
di sekitarnya;

c. diperbolehkan kegiatan industri yang hemat dalam penggunaan air dan


non-polutif;

d. diperbolehkan kegiatan industri yang tidak mengakibatkan kerusakan


atau alih fungsi kawasan lindung;

e. pelarangan bentuk kegiatan yang memberikan dampak merusak dan


menurunkan kualitas lingkungan;

f. diwajibkan memiliki sistem pengolahan limbah yang tidak mengganggu


kelestarian lingkungan;

g. diwajibkan menyediakan dan mengelola limbah B3;

h. diwajibkan pengelolaan limbah terpadu sesuai standar keselamatan


internasional bagi industri yang lokasinya berdekatan;

i. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sumber air baku


memadai dan menjaga kelestariannya;

j. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sarana prasarana


pengelolaan sampah;

k. diperbolekan kegiatan industri yang memiliki sistem drainase memadai;

l. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sumber energi untuk


memenuhi kebutuhan industri;

m. diperbolehkan pengembangan zona industri pada sepanjang jalan arteri


atau kolektor dengan syarat dilengkapi frontage road;

n. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan


peruntukan industri;

o. Industri baru diwajibkan berlokasi di kawasan peruntukan industri; dan

p. Industri baru diwajibkan memanfaatkan sumber daya lokal.

(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan wisata, sarana dan prasarana dengan syarat
tidak mengganggu fungsi kawasan lindung;

b. diperbolehkan pemanfaatan kawasan fungsi lindung untuk kegiatan


wisata sesuai azas konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan
masa lampau;

[74]
c. diwajibkan penerapan ciri khas arsitektur daerah setempat pada setiap
bangunan hotel dan fasilitas penunjang pariwisata;

d. diwajibkan penyediaan fasilitas parkir;

e. diwajibkan penggunaan tata busana adat daerah pada petugas jasa


pariwisata sesuai dengan jenis jasa yang disediakan;

f. diperbolehkan dilakukan penelitian dan pendidikan; dan

g. diperbolehkan optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur yang


sementara tidak diusahakan.

(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan penyediaan kelengkapan, keselamatan bangunan, dan
lingkungan;

b. diwajibkan penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan;

c. diwajibkan penyediaan drainase, sumur resapan, dan tendon air hujan


yang memadai;

d. diwajibkan penyediaan fasilitas parkir;

e. diperbolehkan peruntukan kawasan permukiman dialihfungsikan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. diperbolehkan dibangun prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan


peraturan yang berlaku;

g. diperbolehkan adanya kegiatan industri skala rumah tangga dan


fasilitas sosial ekonomi lainnya dengan skala pelayanan lingkungan; dan

h. tidak diperbolehkan kegiatan yang menganggu fungsi permukiman dan


kelangsungan kehidupan sosial masyarakat.

(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertahanan


dan keamanan negara;

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemerintahan;

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan fasilitas umum


dan fasilitas sosial; dan

f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan enclave.


[75]
(16) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf a disusun dengan ketentuan :
a. pengendalian pertumbuhan dan penyebaran sarana dan prasarana
perdagangan dan jasa yang mengganggu fungsi kawasan lindung;

b. pelaranganpengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang


menyebabkan kerusakan kawasan resapan air dan pelarangan
pengambilan air tanah di daerah yang telah ditetapkan sebagai zona
pemanfaatan air tanah kritis dan rusak;

c. lokasi pasar penunjang yang berfungsi menampung produk pertanian


dan didirikan berdekatan dengan sumber pasokan, serta tidak
mengganggu fungsi kawasan lindung;

d. perdagangan perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem


jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder;

e. hypermarket dan pusat perbelanjaan hanya boleh berlokasi pada akses


sistem jaringan jalan arteri atau kolektor dan tidak boleh berada pada
lahan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam kota/perkotaan;

f. supermarket dan departement store tidak boleh berlokasi pada sistem


jaringan jalan lingkungan dan tidak boleh berada pada kawasan
pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan;

g. pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan departement


store pada lokasi sistem jaringan jalan lingkungan dan berlokasi di
kawasan pelayanan lingkungan permukiman;

h. penyediaan areal parkir yang memadai dan fasilitas sarana umum


lainnya di pusat perbelanjaan serta toko modern; dan

i. jarak lokasi pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar
tradisional paling sedikit 2 km.

(17) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf b disusun dengan ketentuan :
a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/ nelayan dengan
kepadatan rendah;

b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan


sabuk hijau;

c. pengendalian pemanfaatan sumber daya perikanan tidak melebihi


potensi lestari;

d. pembatasan kawasan budidaya tambak atau tanpa unit pengolahannya


sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. pemanfaatan pesisir dan laut untuk tujuan observasi, penelitian dan


kompilasi data dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan wajib
melibatkan lembaga dan/atau instansi terkait dan/atau pakar setempat;
[76]
f. ketentuan memenuhi syarat pengelolaan lingkungan, memperhatikan
kemampuan sistem tata air setempat serta menggunakan teknologi yang
ramah lingkungan untuk kegiatan selain kegiatan konservasi,
pendidikan, dan pelatihan;

g. pengendalian pemanfaatan bangunan sepanjang pesisir atau sempadan


pantai;

h. ketentuan peningkatan kualitas lingkungan permukiman serta


prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman di kawasan
pesisir, serta penurunan luasan kawasan kumuh;

i. ketentuan penyediaan infrastruktur pendukung bagi bisnis kelautan


dan wisata bahari; dan

j. ketentuan pengaturan dan penataan kawasan bisnis kelautan dan


wisata bahari.

(18) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertahanan dan


keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf c disusun
dengan ketentuan:
a. diwajibkan penetapan kawasan pertahanan dan keamanan negara
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pembatasan kegiatan budidaya di sekitar kawasan pertahanan dan


keamanan negara; dan

c. diperkenankan penyediaan infrastruktur pendukung kawasan


pertahanan dan keamanan negara ditetapkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(19) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemerintahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (15) huruf d disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lainnya sebagai
pendukung aktivitas pemerintahan;

b. dibolehkan pengembangan aktivitas budidaya lainnya dengan tidak


mengganggu aktivitas pemerintahan; dan

c. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu aktivitas


pemerintahan.

(20) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan fasilitas umum


dan fasilitas sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf e disusun
dengan ketentuan:
a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lainnya;
dan

b. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu aktivitas.

[77]
(21) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan enclave sebagaimana
dimaksud pada ayat (15) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan
mengembangkan aktivitas budidaya produktif yang
mendukung fungsi kawasan lindung hutan dengan luasan tetap; dan

b. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu kawasan


lindung hutan.

Bagian Kelima

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 61

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut


kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten dari


sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang guna
menimbulkan minat investasi;

b. diperbolehkan perubahan fungsi ruang minimal melalui arahan


bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan;

c. diperbolekan penyediaan ruang terbuka hijau;

d. diperbolehkan secara terbatas perubahan atau penambahan fungsi


ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini; dan

e. tidak diperbolehkan perubahan fungsi dasar.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten lainnya


sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan kawasan memiliki kerusakan fungsi lingkungan
dikembalikan ke rona awal;

b. diperbolehkan kegiatan rehabilitasi lahan pada kerusakan lingkungan;

c. diperbolehkan pembuatan sumur resapan pada kawasan dengan


kemampuan tanah meresapkan air; dan

d. diperbolehkan penambahan bangunan penunjang kepentingan


pariwisata.
[78]
Bagian Keenam

Ketentuan Perizinan

Paragraf 1
Umum

Pasal 62
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf
b adalah ketentuan perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang
yang menurut ketentuan perundang-undangan harus ditempuh dan
dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.

(2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :


a. bentuk izin pemanfaatan ruang; dan

b. mekanisme pemberian izin pemanfaatan ruang.

(3) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan


acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan
ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini.

(4) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah :
a. Izin lokasi dan/atau fungsi ruang;

b. Amplop ruang; dan

c. Kualitas ruang.

(5) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan
untuk :
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan

c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.

(6) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona
berdasarkan rencana tata ruang.

(7) Dalam proses perolehan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) dapat dikenakan retribusi.

(8) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan biaya untuk
administrasi perizinan.

[79]
Paragraf 2

Bentuk Izin Pemanfaatan Ruang

Pasal 63
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2)
huruf a meliputi :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Izinprinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah


persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum
untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau
pembangunan di wilayah kabupaten, dengan ketentuan :
a. izin prinsip yang diberikan harus sesuai dengan arahan kebijakan dan
alokasi penataan ruang wilayah; dan

b. izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis


permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan
pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya.

(3) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah izin yang
diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan aktivitasnya, dengan ketentuan :
a. izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan
dalam rangka pemanfaatan ruang;
b. izin lokasi diberikan berdasarkan izin prinsip apabila berdasarkan
peraturan daerah yang berlaku diperlukan izin prinsip;dan
c. izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten.

(4) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah izin pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan.

(5) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
adalah izin untuk melakukan kegiatan pembangunan fisik bangunan yang
diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan mendirikan
bangunan.

(6) Izin lain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah izin
usaha pengembangan sektoral yang disyaratkan sesuai peraturan
perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih Ianjut mengenai izin pemanfaatan ruang sebagaimana


yang dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.

[80]
Paragraf 3

Mekanisme Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang

Pasal 64

(1) Mekanisme pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 ayat (2) huruf b meliputi :
a. pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan mengacu


pada rencana tata ruang dan peraturan zonasi;

c. pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi melalui Organisasi


Perangkat Daerah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan
rekomendasi hasil forum BKPRD berdasarkan rangkuman berbagai
pertimbangan kajian dan rekomendasi dari dinas teknis dan instansi
terkait yang berwenang;

d. izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar


tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah kabupaten, dibatalkan oleh pemerintah kabupaten sesuai
dengan kewenangannya;
e. izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan
tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum;
f. terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada huruf e dapat dimintakan penggantian
yang layak kepada pemerintah kabupaten melalui organisasi perangkat
daerah pemberi izin;

g. izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh pemerintah
kabupaten dengan memberikan ganti kerugian yang layak;
h. Setiap pejabat pemerintah kabupaten yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan rekomendasi dan/ atau izin
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

i. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada huruf f dan ayat
(7) dan ayat (9) diatur dengan Peraturan Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin pemanfaatan ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bupati.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif

[81]
Paragraf 1
Umum
Pasal 65
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) huruf c meliputi:

a. Insentif merupakan imbalan yang diberikan terhadap pelaksanaan kegiatan


yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan

b. Disinsentif merupakan imbalan yang diberikan untuk mencegah,


membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang.

Paragraf 2

Ketentuan Pemberian Insentif

Pasal 66
(1) Insentif yang diberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf a meliputi:
a. insentif yang diberikan kepada masyarakat yang lahannya dijadikan
lahan pertanian berkelanjutan;

b. insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam


pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan

c. insentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan atau desa


apabila dalam pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang.

(2) Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang mau lahannya dijadikan
lahan pertanian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kemudahan memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, pupuk dan
pemasaran;

b. pembangunan dan peningkatan infrastruktur;

c. kemudahan prosedur perizinan; dan

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat.

(3) Insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kemudahan prosedur perizinan;

[82]
b. pemberian penghargaan; dan
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur.

(4) Insentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan atau desa apabila
dalam pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. kemudahan prosedur perizinan;

b. kemudahan dalam mendapatkan kegiatan pembangunan serta


pengadaan infrastruktur; dan
c. pemberian penghargaan dan kenaikan pangkat.

(5) Ketentuan mengenai tata cara tentang pemberian insentif sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Bupati.

Paragraf 3

Ketentuan Pemberian Disinsentif

Pasal 67

(1) Pemberian disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau


mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b meliputi:
a. disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta
dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang; dan

b. disinsentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan dan


pemerintahan desa dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang.

(2) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta


dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat tidak
sejalan dengan pemanfaatan ruang;

b. pembatasan penyediaan infrastruktur;

c. pengenaan kompensasi;

d. izin tidak diperpanjang; dan

e. penalti.

(3) Disinsentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan dan


pemerintahan desa dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi:
a. diberhentikan dari urusan kepemerintahan;
[83]
b. di non aktifkan dari jabatan; dan

c. pemecatan.

(4) Ketentuan mengenai tata cara tentang pemberian disinsentif sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Bupati.

Bagian Kedelapan

Arahan Sanksi

Pasal 68

(1) Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat
pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang
dilakukan oleh penerima izin maupun pemberi izin.

(2) Pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:


a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Jenis pelanggaran rencana tata ruang terdiri atas :
a. pelanggaran fungsi ruang;
b. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;
c. pelanggaran tata massa bangunan; dan
d. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan.

(4) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:


a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

(5) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:


a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau

[84]
i. denda administratif.

Pasal 69
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf a
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penertiban surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu maksimal 7 (tujuh) hari.

(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67


ayat (5) huruf b dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat pindah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;

b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan


sementara, pejabatan yang berwenang melakukan penertiban dengan
menertibakan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian
semmentara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepad pelangar mengenai pengenaan sanksi
pemberhentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tiandakan penertiban oleh aparat penertiban;

d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang


berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan

e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang


melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang
dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.

(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 67 ayat (5) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian
sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban surat keputusan
pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada
pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang
akan diputuskan;
c. pejabat yang berweang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemberhentian sementara
pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai penjelasan
umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
[85]
disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat
pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.

(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang denga bantun aparat penertiban melakukan penutupan
lokasi secara paksa; dan

e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk


memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.

(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan ijin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;

[86]
f. memberitahukan kepada pemanfaatan ruang mengenai status izin yang
telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan
penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perijinan dengan arahan pola pemanfaatan
ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk menagntisipasi hal-hal akiat
pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh ejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
e. menertibkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan

f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang


dibatalkan.

(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5)


huruf g dilakukan melalui langkah-langkah:

a. menertibakan surat pemberitahuan pembongkaran bangunan dari


pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan penertiban memberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan
bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran
bangunan secara paksa.

(8) Pemulihan fungsi uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5)
huruf h dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-
bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;

[87]
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemnfaatan
ruang menerbikan surat pemberitahuan pperintah pemulihan fungsi
ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar dikemudian hari.
(9) Batas waktu pengenaan sanksi administratif secara berjenjang maksimal
90 (sembilan puluh) hari.
(10) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) huruf
i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan
sanksi administratif sebesar 10 kali nilai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Pemanfaatan ruang yang sudah ada sebelum Peraturan Daerah ini
diundangkan dan tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang, maka :
(1) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan tidak mengubah perwujudan sektor/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut dapat diteruskan;
(2) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(3) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya tidak mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan
ruang, maka kegiatan tersebut dapat diizinkan dengan mengikuti prosedur
tertentu melalui pembayaran retribusi dan denda sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(4) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang,
maka kegiatan tersebut harus dibongkar atau dihentikan.
BAB IX

[88]
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 70
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, apabila terjadi perubahan
peruntukan kawasan hutan di Wilayah Kabupaten Nunukan oleh Menteri
Kehutanan, maka Peraturan Daerah ini akan di integrasikan dengan
perubahan tersebut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 71
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapkan dengan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah
kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Kabupaten
Nunukan dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 72
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan dan/atau keputusan
Bupati.

Pasal 73
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Nunukan.

Ditetapkan di Nunukan
pada tanggal

BUPATI NUNUKAN,

Diundangkan di Nunukan
pada tanggal ............................. 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN NUNUKAN

ttd

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN


NOMOR : .....
TAHUN : 2012

[89]
PENJELASAN

ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

NOMOR …. TAHUN 2012

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN
TAHUN 2012 - 2032

I. UMUM
1. Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan sebagai bagian dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan
demi kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang
memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam
hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan
manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar
sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah,
karena ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan
kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya,
haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang
wilayah Kabupaten Nunukan meliputi tiga matra, yakni ruang daratan,
ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Kabupaten Nunukan sebagai unsur lingkungan hidup,
terdiri atas berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub
sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya
dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan
lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada
corak dan daya dukungnya akan meningkatkan keselarasan,
keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya
tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh
kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem dengan
keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia.
Karakteristik ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia,
sebaliknya kegiatan manusia dapat merubah, membentuk dan
mewujudkan ruang dengan segala unsurnya. Kecepatan perkembangan
manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud pemanfaatan
ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang
[90]
tidak segera terwujud secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu,
rencana tata ruang wilayah yang disusun, haruslah dapat menampung
segala kemungkian perkembangan selama kurun waktu tertentu.
3. Ruang wilayah Kabupaten Nunukan, mencakup wilayah kecamatan
yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-
satuan ruang yang disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan
terdapat macam dan budaya manusia yang berbeda, sehingga diantara
berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan
perkembangan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya
ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana
tata ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i)
keseimbangan antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam
memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang ; (ii)
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar
kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas
masyarakat dalam arti luas.
4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik
tempat untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan
pertanian maupun lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri,
pariwisata, pemukiman dan administrasi pemerintahan, potensial
meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan
pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan tata ruang
yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan berbagai kegiatan
pemanfaatan ruang dan sumber daya yang terdapat di dalamnya dapat
berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah pembangunan
Daerah Kabupaten Nunukan
5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak
pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses
penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai
hal yang responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan
yang tanggap terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang
potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut
diimplementasikan. Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang,
sebenarnya ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, kewajiban
Pemerintah untuk memberikan informasi, Kedua, hak masyarakat
untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada dasarnya
dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan
adanya jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah
untuk memberi informasi yang menyangkut rencana
kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena
(langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah,
mengandung makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat
dalam prosedur administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang
pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme seperti
itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak sebelum
mengambil keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan
suasana saling percaya antara pemerintah dan rakyat sehingga dapat
mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta memungkinkan
terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah.

[91]
6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status
dan bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi
syarat-syarat hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat
dan memberi kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur
pemerintah termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas
melaksanakan dan mempertahankan rencana, yang sejak
perencanaannya sampai penetapannya memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status
hukum, maka rencana itu terdiri atas atas susunan peraturan-
peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan yang didasarkan
kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum.
7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal
78 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling
lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diberlakukan.
Dengan demikian maka Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor
12 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nunukan harus segera diganti dengan Peraturan Daerah baru untuk
disesuaikan dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
8. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah baru
yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program
pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan
masyarakat secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah
sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem
perundang-undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan
umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak
Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan
kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan
peraturan perundang-undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat
batas kompetensi formal atau kepentingan Daerah yang bersangkutan,
tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain
atau kepentingan nasional secara keseluruhan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[92]
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
[93]
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
[94]
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
[95]
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Penetapan jaringan kolektor primer 1 (K-1) mengacu pada
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai
Jalan Arteri Dan Jalan Kolektor 1.
Huruf b
Penetapan jaringan strategis nasional mengacu pada
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional.

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
[96]
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Penetapan jaringan jalur kereta api nasional berdasarkan UU No.
23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
[97]
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
[98]
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup Jelas

Ayat (2)

[99]
Penetapan wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 11 A/PRT/M/2006.

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)

Penetapan daerah irigasi (DI) provinsi dan kabupaten berdasarkan


Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390 Tahun 2007.

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
[100]
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
[101]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
[102]
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

[103]
Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)

Penetapan luas RTH adalah 30% dari luas 9 kawasan perkotaan


yang ada di Kabupaten Nunukan

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
[104]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[105]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 25
Cukup Jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[106]
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
[107]
Cukup Jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
[108]
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
[109]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
[110]
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan di


Kabupaten Nunukan adalah berupa Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Nunukan, Long Midang, Sei Menggaris sedangkan penetapan 2 pulau kecil
terluar berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 35
[111]
Cukup Jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas
[112]
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 37
Cukup Jelas
.

Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

[113]
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

` Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
[114]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (10)
[115]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
[116]
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas
[117]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
[118]
Pasal 40
Cukup Jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
[119]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[120]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[121]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[122]
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

[123]
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
[124]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
[125]
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (18)
Cukup Jelas

Ayat (19)
Cukup Jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

[126]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[127]
Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 45
Cukup Jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
[128]
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
[129]
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

[130]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
[131]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup Jelas

Pasal 52
[132]
Cukup Jelas

Pasal 53
Cukup Jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
[133]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
[134]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup Jelas

Pasal 57
Cukup Jelas

Pasal 58
Ayat (1)
[135]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
[136]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[137]
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[138]
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[139]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
[140]
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
[141]
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
[142]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas
[143]
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
Cukup jelas

Huruf l
Cukup jelas

Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas

Huruf o
Cukup jelas

Huruf p
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
[144]
Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
Cukup jelas

Huruf l
Cukup jelas

Huruf m
Cukup jelas

Huruf n
Cukup jelas

Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas
[145]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
[146]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas
[147]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (21)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
[148]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
[149]
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
[150]
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 63
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup Jelas

Pasal 65
Ayat (1)
[151]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
[152]
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
[153]
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

[154]
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[155]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
[156]
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (9)
Cukup jelas

Ayat (10)
Cukup jelas

Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup Jelas

Pasal 71
[157]
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2012


NOMOR...................

[158]

You might also like