You are on page 1of 25

Chlamydia Trachomatis

Klasifikasi Ilmiah dari


Chlamydia trachomatis
adalah sebagai berikut:

Ordo : Chlamydiales
Famili: Chlamydiaceae
Genus: Chlamydia
Spesies: Chlamydia
trachomatis
Chlamydia tergolong salah satu penyakit
menular seksual (sexual transmitted diseases),
seperti kencing nanah, sifilis, dan tentu HIV/AIDS.
Bedanya dengan HIV, chlamydia masih bisa
disembuhkan. Manusia adalah inang alami untuk C
trachomatis.
Kuman ini dapat menginfeksi alat kelamin dan
mata. Chlamydia trachomatis merupakan penyakit
menular lewat hubungan seksual, terutama pada
pria dan menular kepada wanita. Gejala yang timbul
berupa non gonnorheal urethritis,
lymphogranuloma venereum, trachoma, pneumonia
pada neonatus dan arthritis.
A. Morfologi
-> Chlamydia merupakan bakteri obligat
intraselular, hanya dapat berkembang biak di dalam
sel eukariot hidup dengan membentuk semacam
koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi
(BI). Chlamydia membelah secara benary fision
dalam badan intrasitoplasma.
-> C. Trachomatis berkembang mengikuti suatu
siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk
yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan
Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau
Badan Inisial. Badan elementer ukurannya lebih
kecil (300 nm) terletak ekstraselular dan merupakan
bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat
lebih besar (1 um), terletak intraselular dan tidak
infeksius.
-> Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat
glikogen di dalamnya. C. trachomatis peka terhadap
sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah
serovarnya adalah 15.
B. Sifat Kultur
Bakteri yang hidup sebagai parasit di sel sel makhluk
hidup lainnya
Prokariotik
Merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat
berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan
membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang
disebut Badan Inklusi (BI)
Chlamydia membelah secara benary fision dalam
badan intrasitoplasma.
Sifat sifat Chlamydia trachomatis :
Termasuk kuman Gram negatif intra/ekstraseluler pada
pemeriksaan sediaan apus
Merupakan bakteri dengan ukuran paling kecil dan
berbentuk tidak beraturan
Dinding sel memiliki kandungan lipid yang relatif tinggi
Dinding sel kaku dan tidak mengandung peptidoglikan
yang khas untuk bakteri, tetapi genom chlamydia
mengandung gen yang diperlukan untuk sintesis
peptidoglikan
Chlamydia trachomatistumbuh dalam media Macconkey
dengan penambahan sikloheksimid (untuk menghambat
metabolisme dan meningkatkan sensitivitas isolasi
chlamydia)
Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra
sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua sedangkan
pada pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat
Protein pengikat penisilin terdapat pada dinding sel chlamydia
sehingga dinding sel dapat dihambat oleh penisilin dan obat lain
yang menghambat proses transpeptidasi dari peptidoglikan
Potongan tipis mikrofag elektron chlamydia dalam berbagai
stadium perkembangan, (EB,partikel badan elementer dengan
dinding sel, RB, badan retikulata) berbentuk bulat
Chlamydia trachomatis dari media MacConkey yang diwarnai
dengan iodin , latar belakang berwarna kuning. Bagian inklusi
intrasitoplasmik Chlamydia trachomatiskaya akan glikogen
berwarna cokelat tua.
C. Patogenesis
D. Gejala Klinis
Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih
setelah terinfeksi. Pada penis atau vagina muncul lepuhan
kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri. Lepuhan ini
berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera
membaik sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh
penderitanya. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening pada salah satu atau kedua selangkangan.
Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat, dan jika
tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus) di kulit yang
terletak diatas kelenjar getah bening tersebut.
Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan
kemerahan, lalu akan membaik; tetapi biasanya
meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.
Gejala lainnya :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Nyeri sendi
5. Nafsu makan berkurang
6. Muntah
7. Sakit punggung dan infeksi rektum

Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka


pembuluh getah bening bisa mengalami penyumbatan,
sehingga terjadi pembengkakan jaringan. Infeksi rektum
bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang
selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.
E. Diagnosa Laboratorium
a). Isolasi
Pada pemeriksaan laboratorium, infeksi C. trachomatis pada
genital ditegakkan bila dijumpai suatu tes chlamydial yang
positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk
laboratorium dengan fasilitas yang terbatas, sebagai
pedoman infeksi C. trachomatis pada pria memberi gejala
berupa sekret uretra seropurulen/mukopurulen serta
ditemukan sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok
negatif Gram intra/ekstra sel pada pemeriksaan sediaan apus
sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya secret serviks
sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak
ditemukan kuman diplokok Gram negatif intra/ekstraseluler
pada sediaan apus atau T. vaginalis
Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan


pewarnaan giemsa atau larutan jodium dan diperiksa
dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan
Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel
epitel akan nampak warna ungu tua, sedangkan dengan
pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika
dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik
langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan
pada infeksi asimtomatik
Deteksi Antigen Langsung
Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :
1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)
Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana
C. trachomatis dapat ditemukan secara langsung
dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel
dengan fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia
bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer (BE)
dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat
ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini
tidak dapat membedakan antara organisme mati atau
hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan
biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui
dalam 30 menit.
2. Enzym Immuno Assay (EIA)
Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan
teknik ini. Tidak seperti DFA, EIA bersifat
semiautomatik dan sesuai digunakan untuk
memproses spesimen dalam jumlah besar.
Test DNA Chlamydia
1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)
Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur
yaitu 75-80% dan spesifitas lebih dari 99 %.

2. Nucleic Acid Amplification.


Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu :
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Ligase Chain
Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan
spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif
spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi
asimtomatik pada wanita maupun pria.
Test Laboratorium
Hewan percobaan yang digunakan untuk isolasi
adalah embrio ayam, mencit, serta marmot. Dalam biakan
jaringan embrio ayam, Chlamydia psittaci sangat mudah
tumbuh dan dalam konsentrasi yang cukup.
Chlamydiosis juga dapat didiagnosa dengan
menemukan Chlamydia psittaci pada jaringan, feses atau
eksudat secara histochemical atai immunohistochemical.
ELISA juga bisa dapt digunakan untuk diagnosa, tetapi
kurang sensitif atau dapat bereaksi silang dengan bakteri
gram negatif lainnya. Teknik diagnosa lainnya, yaitu
dengan menggunakan PCR dan PCR-RFLP.
Uji serologi juga dapat membantu untuk meneguhkan
diagnosa. Paling sedikit membutuhkan 4 sampel.
Komplemen fiksasi adalah tes standar. Uji yang lain
meliputi ELISA, latex agglutination (LA), elementary
body agglutination (EBA), micro-immunofluorescence
(MIFT) dan agar gel tes immunodiffusi. Tes EBA hanya
untuk mendeteksi adanya IgM.
b). Identifikasi
Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi
infeksi traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena
dijumpai prevalensi antibodi pada populasi seksual aktif yang
mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi C.trachomatis, yaitu berkisar
45 - 60 % dari individu yang diperiksa.Walupun tidak selalu dijumpai
pada setiap kasus infeksi genital tanpa komplikasi, antibodi terhadap C.
trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat menetap selama
bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode
pertama.Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari
infeksi clamydial antara lain :
1. Complement Fixation (CFT)
CFT menggunakan antigen group chlamydia untuk mendeteksi serum
antibodi terhadap semua anggota genus ini.Konsekwensinya, deteksi
antiboditerhadap antigen lipopolysacharida chlamydial tidak dapat
membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan C. psittaci dan juga
tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia.
2. Microimmunofluorescence (MIF)

MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang


ditempatkan diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita.
Test ini sensitif dan spesifik,dimana pada sebagian besar kasus
dapat memberikan informasi mengenai serotypeSelain di
serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh
lainnya seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C.
trachomatis dapat diklasifikasikan menurut Ig (Ig M, Ig G dan
Ig A) dengan teknik ini.Respon Ig M merupakan ciri infeksi
akut dan terutama digunakan dalam diagnosis infant
chlamydial pneumonia.Hasil serologik chlamydial biasanya
diinterprestasikan sebagai berikut : Infeksi akut ; titer Ig M > l
; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau penurunan
titer Ig G. Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi > l : 256. l5
c). Uji sensitifitas/ kepekaan

Kultur CT dapat dilakukan dengan menggunakan media


McCoy, HEp-2 ataupun sel HeLa. Sebelum dilakukan
penanaman inokulum disentrifugasi dan membentuk
preformed dan pretreated monolayers, kemudian
dilakukan pemberian 30 g/mL Diethylaminoethyl-Dextran
dalam Hanks balanced salt solution selama 20 menit. Hal
ini bertujuan untuk mengubah tegangan negatif pada
permukaan sel dan memfasilitasi proses adhesi Chlamydia
ke dalam sel monolayer. Setelah spesimen disentrifugasi
maka dilakukan inokulasi pada sel monolayer, dilanjutkan
inkubasi selama 48-72 jam dilakukan pewarnaan untuk
melihat adanya badan inklusi intrasitoplasma. Deteksi
badan inklusi dapat dilihat dengan pewarnaan
5imunofloresens, iodida maupun Giemsa. Namun
kekurangan pemeriksaan ini adalah sensitivitas relatif
rendah
Pemeriksaan Direct Immunoflorosens Assay (DFA)
dilakukan dengan cara melakukan pewarnaan dengan
antibodi khusus CT. Pewarnaan ini bertujuan untuk
melihat secara langsung organisme CT yang telah
diwarnai dengan antibodi yang telah dilabel secara
khusus. Antibodi yang digunakan pada pemeriksaan
ini terutama ditujukan terhadap antigen
lipopolisakarida (LPS) dan MOMP. Antibodi terhadap
LPS akan memberikan reaksi yang sama kepada semua
spesies Chlamydia dan kurang baik jika dibandingkan
dengan MOMP.
Pewarnaan dengan menggunakan antibodi
monoklonal spesifik terhadap MOMP CT dapat
memberikan sensitivitas sebesar 80-90% dan
spesifisitas 90-99%.
Pemeriksaan Enzim immuno Assay (EIA) bertujuan
mendeteksi adanya antigen CT dengan menggunakan antibodi
monoklonal maupun poliklonal juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis adanya infeksi CT.
Sensitivitas pemeriksan EIA bervariasi antara 65%-75% dan
spesifitas tanpa metode konfirmasi yang lain adalah 97%.
Pemeriksaan dengan metode ini memiliki nilai PPV yang
rendah, sehingga penggunaan pada komunitas dengan
prevalensi yang rendah tidak dianjurkan. Untuk mengatasi
masalah tersebut digunakan pemeriksaan konfirmasi
menggunakan metode lain seperti EIA yang memberikan hasil
positif.
Tes konfirmasi akan meningkatkan spesifisitas pemeriksaan
sampai 99,5%. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan EIA
adalah sekitar 3 jam.
Adanya proses amplifikasi secara teori diharapkan pemeriksaan
dengan cara ini akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan yang lain. Pada saat ini jenis pemeriksaan
amplifikasi asam nukleat yang sering dilakukan adalah Polymerase
Chain Reaction (PCR) atau Ligase Chain Reaction (LCR).
Prinsip kerja PCR dan LCR memperbanyak jumlah salinan DNA
target, sehingga dapat mendeteksi mikroorganisme meskipun dalam
jumlah sedikit. Kelebihan pemeriksaan dengan metode ini adalah
performa yang bagus yakni sensitivitas lebih dari 90 % dan
spesifisitas lebih dari 5,12 99%.Hal ini bermanfaat untuk mendeteksi
adanya organisme dalam konsentrasi rendah yang terdapat pada
pasien yang asimtomatik dan tidak mengalami tanda-tanda infla
Pemeriksaan laboratorium dengan metode berbeda dapat digunakan
bersama-sama, sehingga akan didapatkan sensitifitas dan spesifisitas
yang lebih baik.
Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah penularan
penyakit ini adalah abstinensia (tidak melakukan
hubungan seksual dengan mitra seksual yang
diketahui menderita penyakit ini). Untuk mengurangi
resiko tertular oleh penyakit ini, sebaiknya menjalani
perilaku seksual yang aman (tidak berganti-ganti
pasangan seksual atau menggunakan kondom).
Pengobatan
Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh
C. trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan
seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan dan pengobatan
partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan.
Untuk pengobatan dapat diberikan:
Tetrasiklin
Azithromisin
Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250
mg/hari selama l4 hari.
Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.
Regimen untuk wanita hamil:
Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari.

You might also like